• October 2024
    M T W T F S S
    « Sep    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PEREMPUAN SEBAGAI IBU

 Kemarin, 22 Desember 2009 diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai hari Ibu. Mengapa perlu ada hari Ibu dan mengapa hari Ibu perlu diperingati?  Apa tidak perlu ada hari Bapak? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu pertanyaan yang mengada-ada, sebab memperingati hari Ibu sudah menjadi kelaziman selama ini dan sudah menjadi bagian dari sejarah kehidupan bangsa ini. Jika kita memperingati hari Ibu, maka kesan yang muncul adalah sosok Ibu dalam dunia outward appearance. Yaitu sosok Ibu yang digambarkan sebagai Ibu yang bernafaskan dunia tradisional kita. Mungkin saja, kita masih terbelenggu oleh konstruksi tentang Ibu sebagaimana gambaran Ibu masa lalu.

Ibu dan Bapak adalah gambaran konstruksi tentang dunia gender. Di dalam hal ini ada dua pandangan tentang Ibu sebagai perempuan dan Bapak sebagai lelaki yang dipandang dari dua sudut, yaitu nature dan nurture. Secara natural, memang ada perbedaan antara lelaki dan perempuan. Secara fisikal memang beda dan perbedaan itu memang bersifat kodrati. Perempuan bisa mengandung, melahirkan, menyusui dan sebagainya karena memang secara fisikal tersedia semua itu. Sedangkan lelaki tidak memiliki organ yang mendukung hal itu semua.

Secara nurture atau konstruksi, lelaki dan perempuan memiliki perbedaan yang memang dikonstruksi oleh dunia sosialnya seperti itu. Lelaki berada di ruang publik dan perempuan di ruang domestik. Di dalam tradisi Jawa kemudian dikenal konsep “konco wingking” atau kawan di belakang. Perempuan dikonstruksi sebagai bagian dari budaya lelaki, di mana lelaki berada di ruang-ruang menentukan sementara itu perempuan berada di ruang-ruang ditentukan.

Sebagai akibat dunia konstruksi sosial inilah maka perempuan sering merasa berada di ruang yang terbatas, ruang sempit dan ruang terisolasi. Manakala perempuan mau keluar dari jejaring ruang sempit itu, maka banyak kendala dan hambatan. Bisa saja kendala itu datang dari teks-teks yang disucikan seperti ajaran agama dan bisa juga dari norma sosial yang memang dikonstruksi untuk menjadi “penghambat” laju perkembangan perempuan di dunia publik yang lebih luas.

Sebagai perempuan, Ibu memang secara naluriah memiliki ruang untuk berekpresi diri dalam kegiatan mengandung, melahirkan dan menyusui. Banyak perempuan yang merasa kurang lengkap keibuannya jika tidak mampu memberikan keturunan. Maka memberikan keturunan terasa menjadi bagian penting dan urgen di dalam kehidupan perempuan. Bukan hanya konstruksi sosial yang menghendaki seperti itu, tetapi memang secara naluriah bahwa perempuan memang ditakdirkan untuk menjadi Ibu.

Menjadi Ibu artinya menjadi perempuan yang memiliki naluri dan konstruksi keibuan. Menjadi Ibu sesungguhnya tidak hanya diukur dari kemampuan hamil dan melahirkan dan menyusui, akan tetapi menjadi Ibu merupakan menjadi teladan sebagai per-empu-an. Soekarno lebih suka istilah perempuan ketimbang wanita. Sebab perempuan itu mengadung makna per-empu-an tersebut. Arti generiknya adalah orang yang diempukan, dihormati atau dituakan bahkan diteladani. Menjadi Ibu artinya juga memiliki makna sebagai perempuan yang dihormati, dituakan dan diteladani. Penghormatan kepada perempuan sebagai Ibu tentu saja bukan hanya karena kelembutan perempuan akan tetapi karena perempuan memang layak dihormati bahkan dipuja.

Di beberapa Negara Latin, Ibu dilambangkan sebagai Dewi Kesuburan. Sama juga di India yang mendewakan perempuan sebagai Dewi Kesuburan. Di dalam keyakinan Kristen juga dijumpai penghormatan kepada Bunda Maria. Maka, sesungguhnya di dalam tradisi-tradisi agama sesungguhnya terdapat keyakinan yang sangat kuat untuk menempatkan perempuan di dalam deretan makhluk Tuhan yang sangat mulia.

Islam juga mengajarkan agar manusia menghormati perempuan. Ibu digambarkan dengan lambang surga. Nabi Muhammad saw pernah menyatakan ”surga berada di telapak kaki Ibu” atau ”al jannatu tahta aqdam al ummahat”. Jadi menghormati Ibu, menyayangi Ibu, menghargai Ibu merupakan bagian penting di dalam kehidupan ini, sebab norma agama juga mengajarkan kepada kita untuk melakukan itu semua.

Selamat Ibu, putra-putramu sangat mengerti tentang dirimu. Putra-putramu sangat menyayangimu. Putra-putramu sangat menghormatimu. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kebahagiaan fi dini wa dunya wal akhirah. Amin.

Wallahu a’lam bi al shawab.    

Categories: Opini