Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBUMIKAN ISLAM MODERAT

Tulisan tentang Islam moderat dan bagaimana membumikan Islam moderat, saya kira sudah sangat banyak, baik dalam bentuk disertasi, tesis, artikel dan sebagainya. Semua tulisan itu sesungguhnya memiliki satu visi bahwa Islam Indonesia, yang oleh Orang NU disebut Islam Nusantara atau Orang Muhammadiyah disebut Islam Berkemajuan, hakikatnya adalah sebagai pertanggungjawaban atas kelestarian dan kesepaduan antara Islam sebagai ajaran dengan filsafat bangsa dan dasar negara Republik Indonesia.

Banyak orang yang merasa gelisah dengan peta keberagamaan masyarakat Indonesia dewasa ini yang cenderung lebih ke kanan, atau memahami Islam dalam coraknya yang hard line. Islam hanya berdasarkan tafsiran mereka saja tanpa mempertimbangkan bahwa wilayah tafsir agama adalah wilayah kemanusiaan, yang pasti dibedakan dengan agama atau teks suci yang berasal dari wahyu Allah. Dalam tafsir agama atau tafsir teks, maka unsur manusia dengan latar kehidupan sosial, politik, ekonomi dan agama tentu memiliki pengaruh yang signifikan. Ada ada social politics interest yang menggelayut di dalamnya.

Tentu saja masih menggembirakan, sebab mayoritas umat Islam, yang tergabung di dalam lembaga-lembaga keagamaan, seperti: Muhammadiyah, NU, Jam’iyatul Washliyah, PERTI, Nahdlatul Wathan dan lain-lain yang beraliran Islam wasathiyah terus berupaya untuk mengerem laju gerakan Islam hard line, dan terus berupaya untuk mengembangkan pemahaman yang lebih kontekstual dalam beragama. Upaya ini memang merupakan suatu keniscayaan di tengah semakin menguatnya gerakan Islam hard line, melalui berbagai cara dan metodenya.

Namun demikian, dalam gerakan atau harakah, kelihatannya gerak mereka (Islam hard line) ini sungguh luar biasa. Mereka sudah memasuki banyak aspek di dalam kehidupan, seperti: birokrasi, militer, politisi, pendidik, pengusaha, dan berbagai institusi lain yang memiliki power penting dan strategis. Banyak lembaga keuangan non-Bank yang dijadikan sebagai basis gerakan untuk pemberdayaan masyarakat. Mereka memang memiliki kekuatan finansial dan SDM yang memadai untuk melakukan perubahan-perubahan penting di kalangan masyarakat.

Mereka bisa memasuki jantung kehidupan masyarakat tidak hanya dari sisi agamanya, akan tetapi juga ekonominya. Berdasarkan penuturan Choirul Arif, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), bahwa penganut Islam hard line menggunakan pendekatan ekonomi non kelembagaan untuk mendekati para jamaah masjid yang menjadi sasarannya. Meskipun tetap ada yang berupaya merebut masjid sebagai home base utama kegiatannya, akan tetapi kelihatannya terdapat juga perubahan pola dalam strategi untuk mempengaruhi massa dengan cara pendekatan ekonomi.

Mengamati terhadap realitas akhir-akhir ini, maka menjadi urgent menjaga masyarakat jamaah masjid yang selama ini berada di lingkungan Islam moderat untuk mewaspadainya. Mungkin berbeda cara yang digunakan, jika mereka menggunakan pendekatan ekonomi, maka para pimpinan organisasi atau juga takmir masjid bisa menggunakan pendekatan “kekerabatan, kedekatan paham keagamaan, pendampingan dan pemberian informasi yang benar tentang siapa sesungguhnya orang yang selama ini melakukan gerakan ekonomi dimaksud. Harus dijelaskan kepada mereka bahwa tujuannya adalah untuk memengaruhi ideologi keagamaan.

Di sinilah kiranya penyadaran terhadap tokoh agama di sekitar masjid atau para takmir masjid memperoleh momentumnya. Para takmir masjid harus menjadi orang pertama atau pelaku early warning atas berbagai situasi di sekelilingnya. Mereka adalah orang yang harus memiliki jejaring dengan kelompok lain yang senafas dan seideologi dalam mempertahankan corak Islam yang wasathiyah.

Di dalam konteks ini, maka upaya untuk memberikan penyadaran terhadap gerakan-gerakan agama yang bernafaskan kekerasan akan bisa diketahui sedari awal dan bisa menjadi bahan untuk pembahasan di dalam kelompok dan diteruskan kepada tim yang lebih luas dan kemudian melakukan pendampingan secara memadai. Apa yang digagas oleh Tim FDK dalam wadah “Pusat Kajian Keragaman dan Harmoni Sosial (PK2HS) adalah suatu langkah untuk membina masyarakat dalam kerangka penyadaran posisi dirinya sebagai kader atau agen “moderasi beragama”.

Memang langkah ini merupakan langkah awal, sebab yang disentuh adalah kebutuhan informasi yang valid dan penyadaran akan pentingnya agen perubahan, akan tetapi dalam jangka panjang “rasanya” memang diperlukan juga pendekatan ekonomi dan pendidikan. Masih banyak jamaah di sekitar masjid –terutama pinggiran perkotaan—yang membutuhkan kebutuhan kehidupan dan bukan kebutuhan informasi, demikian pula kebutuhan pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka memerlukan sentuhan untuk anak-anaknya agar bisa memasuki dunia pendidikan. Sesungguhnya mereka memiliki kesadaran berpendidikan, namun terkadang terkendala dengan kekuatan finansial yang sangat lemah.

Di sinilah arti penting kemitraan antara Akademisi, Birokrat dan Corporasi (ABC) untuk mendukung program Gerakan Moderasi Beragama. Jadi tidak cukup dengan kaum akademisi dan kekuatan SDM-nya, dan juga tidak cukup dengan kekuatan birokrat, akan tetapi harus disupport dengan kekuatan korporasi atau kaum bisnismen, sehingga dapat menjadi gerakan yang kuat dan terarah, massif dan terencana.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..