• October 2024
    M T W T F S S
    « Sep    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

HIJRAH DARI KEGELAPAN

 Seperti yang saya ceritakan kemarin, bahwa hijrah memiliki makna pindah dari satu keadaan ke keadaan lainnya. Saya telah menulis tentang hijrah dalam kaitannya dengan konteks sosial yang seharusnya dipilih. Hijrah tersebut melawan terhadap tantangan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks melalui kegiatan-kegiatan nyata yang berada di sekeliling kita. Hijrah kontekstual inilah yang mesti menjadi tindakan nyata kita di tengah kehidupan bangsa yang masih terpuruk di dalam banyak hal. Namun demikian, ada satu hal yang juga mendasar terkait dengan hijrah, yaitu hijrah dari kegelapan hati dan pikiran  ke suasana terang benderang, min al-dhulumat ila al nur.

Secara konseptual, bahwa perilaku manusia ditentukan oleh pikirannya. Artinya apa yang menjadi pikirannya, maka itulah yang dikerjakannya. Secara sosiologis disebut sebagai tindakan rational, atau tindakan yang masuk akal. Kemasukakalan tindakan tersebut yang menentukan manusia disebut sebagai makhluk rasional. Makanya, dalam banyak hal manusia melakukan tindakan berdasar atas kemasukakalan tindakan tersebut.

Islam mengajarkan bahwa manusia harus melakukan berbagai tindakan yang agung di dalam memperingati hijrah. Ada puasa, shadaqah, dan berdoa. Jika diamati maka jelaslah bahwa Islam selalu menganjurkan adanya keseimbangan antara dua dunia sekaligus, yaitu dunia sakral  di satu sisi dengan dunia profan di sisi lain. Bahkan keduanya memiliki kaitan sistemik. Setiap ibadah ritual selalu terkait dengan ibadah sosial. Hanya sayangnya banyak orang yang tidak memaknai ibadah sebagai sesuatu yang sistemik tersebut.

Hijrah sesungguhnya memiliki dimensi ganda tersebut. Yaitu  makna hijrah yang semestinya bisa ditangkap ialah bergerak dari kegelapan kepada kecerahan.  Kegelapan terkait dengan berbagai tindakan kejahatan atau kejelekan dalam seluruh aspeknya. Sedangkan kecerahan terkait dengan berbagai tindakan kebaikan dalam seluruh aspeknya. Jadi hijrah memiliki makna melakukan berbagai tindakan yang mengarah kepada segala kebaikan. Tindakan yang baik selalu dimulai dengan niat yang baik. Niat merupakan kecenderungan hati dan pikiran untuk melakukan sesuatu. Maka ketika seseorang melakukan tindakan yang baik, pastilah tindakan tersebut dimulai dengan niat yang baik. Sebuah hadits menyatakan: “fainna ma likullim riin ma nawa”. Sesungguhnya setiap tindakan ditentukan oleh niatnya.

Peringatan tahun baru Hijrah mengandung makna sebagai sebuah suasana untuk melakukan muhasabah, introspeksi atau perhitungan yang cermat tentang apa yang sudah kita lakukan dan apa rencana kita ke depan. Oleh karena itu, di antara yang penting adalah melihat ulang terhadap apa prestasi dan pencapaian yang sudah dihasilkan dan kemudian dari sana bertolak untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Mungkin di dalam pikiran kita masih ada sejumlah keinginan untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Misalnya tindakan yang melukai terhadap orang lain, tindakan yang mencederai terhadap aturan atau norma-norma agama atau tindakan lain yang bertentangan dengan norma sosial atau lainnya. Melalui peristiwa atau peringatan tahun baru hijrah, maka akan dapat diambil pemahaman bahwa mestilah ada perubahan ke arah kebaikan dimaksud.

Ada peristiwa heroik yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dalam tindakan hijrah. Tindakan itulah yang semestinya menjadi teladan di dalam kehidupan ini. Keteladanan dalam mempertahankan keyakinan agama, menyelamatkan umatnya, dan menjemput masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu, maka memperingati hijrah mestinya melibatkan semangat dan kesepahaman untuk membela keyakinan agamanya dalam konteks kehidupan yang plural dan membela umat dari berbagai macam kehidupan yang menjerat.

Dengan demikian, makna mendasar peringatan tahun baru hijrah adalah menghijrahkan pikiran, sikap dan tindakan kita agar lebih peka terhadap pentingnya ritual keagamaan, pentingnya kepekaan sosial dan kepekaan untuk terus membela terhadap kaum mustad’afin agar kehidupan menjadi lebih baik, secara individual maupun sosial.

Jadi, kita harus menjadikan tahun baru hijrah sebagai wahana untuk menilai ulang terhadap mindset dan tindakan kita di tengah kehidupan yang semakin kompleks.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini