JIHAD, KHILAFAH DAN HIJRAH (5)
JIHAD, KHILAFAH DAN HIJRAH (5)
Satu kata lagi yang sekarang trend dibicarakan di media sosial adalah hijrah. Kata ini ini lebih acceptable dibandingkan dengan dua kata sebelumnya, jihad dan khilafah. Jika kata jihad dan khilafah bisa dimaknai bertentangan dengan negara, sebab mengusung makna “negative” bagi penyelenggaraan negara, maka kata hijrah lebih bermakna positif.
Makanya, hijrah bisa diusung untuk memaknai seluruh dimensi kehidupan yang berubah, yang beralih dari satu situasi ke situasi lain atau perubahan tindakan dari yang “negative” ke “positif” dan sebagainya. Dan yang paling penting adalah perubahan dari yang tidak atau kurang Islami menjadi lebih Islami. Pokoknya hijrah berarti perubahan.
Kata hijrah di dalam konsepsi Islam berawal dari perpindahan Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke Madinah, yang kemudian dijadikan sebagai tonggak penanggalan bulan di dalam Islam, yaitu tanggal 1 Hijriyah. Jika di dalam kalender umum menggunakan tonggak penanggalan pada tanggal 1 Januari, yang bertolak dari perputaran matahari mengelilingi bumi, maka penganggalan hijriyah menggunakan perputaran bulan mengelilingi bumi.
Peristiwa hijrah tentu suatu awal sejarah penting di dalam pengembangan Islam. Bermula dari sini, maka Islam bisa menjadi agama yang menyejarah dan dipeluk oleh masyarakat di dunia ini. Para penyebar Islam yang namanya abadi di dalam sejarah pengembangan Islam, tentu bermula dari peristiwa hijrah ini. Tidak bisa dibayangkan bagaimana Sa’ad ibn Abi Waqash bisa berdakwah di China (Ghuangzhou) dan makamnya abadi di sana. Demikian pula Ibn Batuthah yang mengelilingi dunia karena semangat keislaman yang sangat luar biasa. Semua ini bermula dari hijrahnya Nabi Besar Muhammad saw dari Mekkah ke Madinah.
Berdasarkan Shirah Nabi Muhammad saw, maka peristiwa hijrah adalah peristiwa yang paling heroic. Sungguh memerlukan adrenalin yang luar biasa. Bisa dibayangkan bagaimana seorang pemuda, Sayyidina Ali Karramahullahu wajhah, menggantikan posisi tidur di Kamar Rasulullah Muhammad saw. Lalu bagaimana Sayyidina Abu Bakar menemani Rasulullah Muhammad saw pergi ke Madinah dengan pengejaran tentara berkuda dari kaum Quraisy. Perjalanan dari Mekkah ke Madinah merupakan perjalanan panjang di atas gunung, bukit, ngarai, lembah yang tidak terkirakan. Sekarang dengan mobil saja perjalanan dari Mekkah ke Madinah terasa melelahkan. Peristiwa hijrah inilah “kata kunci” dari permulaan perubahan dari Islam yang disia-siakan di Mekkah kala itu, lalu menjadi Islam yang didambakan di Madinah.
Kata hijrah ini sekarang dimaknai sebagai perubahan dengan pemaknaan yang lebih luas. Jika ada seseorang yang sebelumnya tidak berpakaian secara Islami lalu berpakaian Islami, maka dia disebut telah melakukan hijrah. Jika ada seorang artis yang sebelumnya tidak berjilbab, lalu memakai jilbab, maka dianggap yang bersangkutan telah berhijrah. Jika ada orang yang sebelumnya tidak berjenggot lalu berjenggot juga dinyatakan sudah hijrah. Jika ada orang yang sebelumnya tidak suka berjamaah di masjid lalu berjamaah, maka disebut sebagai hijrah. Jadi, semua perubahan kepada tindakan yang lebih Islami disebut sebagai hijrah.
Lalu, secara umum juga digunakan kata hijrah. Misalnya ada sebuah lembaga training untuk menyediakan tenaga satuan pengamanan (satpam), dengan motonya to serve to protect, maka juga menggunakan kata hijrah untuk memaknai perubahan untuk melakukan yang terbaik. Melayani yang terbaik adalah perubahan sesuai dengan kata hijrah dimaksud.
Di bidang ekonomi, di kala ada seseorang yang berubah menggunakan system ekonomi syariah dari semula menggunakan system ekonomi konvensional dalam transaksi yang dilakukan, maka disebut juga telah hijrah dari ekonomi riba ke ekonomi Islam. Semakin menguatnya ekonomi syariah bisa dianggap sebagai bentuk peralihan dari system ekonomi kapitalis ke ekonomi Islam. Malaysia, Qatar dan Arab Saudi, termasuk Indonesia dan sebagainya sudah berjaya dalam penerapan ekonomi syariah. Bahkan di negara kapitalis, seperti Inggris dan beberapa negara lainnya juga sudah mengembangkan ekonomi Islam.
Hanya yang menjadikan perhatian adalah ketika kata hijrah juga dimaknai perubahan system kenegaraan dan pemerintahan. Hijrah dari system pemerintahan secular menuju system pemerintahan Islami. Kata hijrah lalu memasuki dunia politik atau lebih khusus Islam politik. Melalui pemaknaan kata hijrah dalam konteks politik, maka kata hijrah pun bisa memasuki “ruang panas” sebab kata ini lalu bisa dimaknai sebagai “pembangkangan” terhadap negara yang sah. Dan di Indonesia bisa dimaknai sebagai keinginan untuk mengganti dasar negara (Pancasila), bentuk negara (NKRI) dengan dasar dan bentuk negara yang lain.
Satu issue yang sekarang lagi viral di media sosial adalah NKRI Bersyariah. Kata ini bisa bermakna positif akan tetapi juga bisa berkonotasi negative. Makna positifnya adalah di kala kata NKRI Bersyariah tersebut tetap dimaknai sebagai bentuk negara NKRI yang final, sedangkan kata Bersyariah dimaknai sebagai penerapan Islam dalam kehidupan bermasyarakat dalam konteks tidak akan digunakan untuk mengubah dasar negara, UUD, dan kebinekaan. Tetapi jika kata ini digunakan untuk tujuan menggantikan Dasar Negara, NKRI, UUD dan kebinekaan, maka dipastikan hal ini merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan mendirikan negara Indonesia sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 dan juga prinsip dasar konsensus kebangsaan.
Jika yang dimaksudkan adalah sebagaimana uraian keinginan untuk perubahan system kenegaraan dan system pemerintahan, maka secara tersembunyi kata NKRI Bersyariah adalah kata lain dari mendirikan negara berbasis pada konsep khilafah. Di dalam konteks ini, maka seharusnya disadari bahwa ada hidden agenda, yang selalu muncul dari balik kata yang diusung oleh siapapun. Dan inilah yang harus diperhatikan oleh masyarakat Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.