KECINTAAN ORANG NU KEPADA HABAIB (2)
Jika ditanya mana yang lebih banyak mencintai Habaib antara Orang NU dengan lainnya, maka jawabannya pasti Orang NU jauh lebih banyak yang mencintai Habaib. Apakah bisa seperti itu? Jawabannya pasti bisa. Ada beberapa indicator yang bisa digunakan dalam kerangka untuk memberikan argumentasi tentang jawaban atas pertanyaan di atas.
Pertama, sebagaimana tulisan saya di edisi satu, saya jelaskan bahwa secara kuantitas Orang NU yang membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw itu sangat luar biasa. Nyaris tiada hari tanpa lantunan shalawat Nabi. Baik yang dilakukan secara jahr atau secara sir. Ada yang secara sir membaca shalawat Nabi Muhammad saw itu 1000 kali, 100 kali dan seterusnya. Diyakininya bahwa dengan membaca shalawat sebanyak-banyaknya maka dipastikan akan menjadi bagian dari hamba Allah yang mencintai Nabinya dan dapat menjadi kerangka washilah untuk memperoleh syafaatnya.
Kedua, di dalam bacaan surat al Fatihah di setiap kesempatan, maka selalu dinyatakan washilah kepada Nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya, hingga orang-orang shaleh baik yang sudah wafat atau masih hidup. Bacaan ini dilantunkan setiap shalat wajib dari seluruh masjid, mushalla, lembaga pendidikan dan juga perorangan yang memiliki afiliasi structural maupun kultural dengan NU. Tidak ada keraguan sedikitpun tentang kecintaan Orang NU terhadap Nabi Muhammad saw bahkan dzurriyahnya, termasuk para habaib yang memiliki jalur genealogi dengan Nabi Muhammad saw.
Ketiga, para penganut tarekat adalah orang yang melazimkan bacaan wirid dan sanadnya sambung menyambung sampai Rasulullah Muhammad saw. Jutaan orang di seluruh dunia yang membaca wirid dengan ketersambungan sanad tarekat sampai kepada Rasulullah, baik dari jalur Sayyidina Ali Karramahullahu wajhah, ataupun jalur Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Bacaan wirid itu diyakini merupakan ajaran Rasulullah melalui para sahabatnya dan dzurriyah Nabi Muhammad saw. Bayangkan berapa banyak orang yang menyebut Nama Syekh Abdul Qadir Jailani Radhiayallahu anhu dalam setiap moment wirid yang dilakukan oleh para penganut tarekat. Dan sebagaimana diketahui bahwa mayoritas penganut tarekat adalah para penganut NU yang taat.
Keempat, berapa banyak orang yang menziarahi makam-makam auliya, yang dipastikan adalah dzurriyah Nabi Muhammad saw atau Habaib. Walisongo di tanah Jawa yang medan dakwahnya berada di seluruh Nusantara adalah para waliyullah yang merupakan keturunan Nabi Muhammad saw. Seluruh penyebar Islam (waliyullah) adalah habaib yang memiliki jalur genealogis dengan Nabi Muhammad saw dengan garis lurus hingga para wali dimaksud. Mereka adalah para penyebar Islam yang pernah bersama dengan Nabi Muhammad saw, seperti Said ibn Abi Waqash yang berdawah hingga di di Ghuangzo China, dan makamnya diabadikan di sana. Islam di Nusantara bisa seperti ini adalah jasa para Habaib yang menjadi waliyullah dan kontribusinya tidak diragukan lagi, baik secara mitologis maupun historis. Jika kita berkesempatan berziarah ke Makam Sunan Ampel, atau Sunan Bonang atau Syekh Jumadil Kubro atau Syekh Ibrahim Asmaraqandi, atau ke Makam Sunan Kalijaga, ke Makam Maulana Ishaq, Makam Sunan Drajad, dan sebagainya, maka akan diketahui betapa penghormatan Orang NU terhadap para habaib tersebut. Ziarah makam wali sekarang dan yang dahulu sungguh sangat berbeda, sebab sekarang bukan para peziarah meminta keberkahan kepada para Auliya, akan tetapi meminta keberkahan kepada Allah semata melalui washilah para habaib keturunan Rasulullan saw. Jadi para auliya itu adalah washilah agar tercatat doanya dan permohonannya. Ibaratnya, kata Gus Mus, seperti kita melamar sesuatu kepada para pejabat, lalu ada yang menggunakan jalur orang yang dikenal oleh pejabat dan ada yang tidak, maka yang menggunakan jalur orang yang dikenal tentu akan lebih diperhatikan. Perkara diterima atau tidak itu semata urusan atasan, tetapi menjadi diperhatikan saja sudah merupakan keberuntungan. Dan waliyullah adalah orang yang dikenal dengan baik oleh Allah karena amal perbuatannya.
Kelima, saya mendengarkan potongan ceramah Gus Ali Masyhuri tentang bagaimana orang NU itu menghormati para habaib. Disampaikan bahwa Orang NU itu sangat menghormati para Habaib, maka di dalam setiap pengurus NU baik di tingkat PB maupun wilayah selalu ada Habibnya. Hal ini kata Gus Ali agar memperoleh keberkahan dari Rasulullah karena NU menempatkan para habaib dalam jajaran kepengurusan NU.
Dengan demikian, tidak ada alasan sedikitpun untuk menyatakan bahwa Orang NU tidak atau kurang menghormati para habaib karena secara empiris memang bisa ditemukan bukti-buktinya. Orang NU adalah orang yang benar-benar menempatkan para dzurriyah Nabi dan para sahabatnya dalam jajaran orang-orang mulia yang mendapatkan tempat khusus di sisi Allah. Mereka adalah orang yang memiliki kelebihan dalam keberagamaannya dibandingkan dengan manusia lainnya, dan mereka adalah orang yang mendapatkan jaminan akan bersama Rasulullah. Siapapun yang mencintai, menghormati dan menjadikannya sebagai teladan kebaikan, maka Allah tentu akan memberikan berkahnya.
Melalui lima argumentasi empiric ini sekiranya bisa menjadi alasan untuk menolak anggapan bahwa Orang NU itu berkeinginan untuk mendegradasi peran para habaib di Indonesia, khususnya di era akhir-akhir ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.