HIJRAH DARI KETERTINGGALAN
Hijrah dalam konteks yang luas berarti pindah atau berubah. Jadi secara etimologis berarti kepindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hijrah dalam pengertian fisikal memang memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lainnya. Namun sesungguhnya ada pengertian secara terminologis tentang hijrah yaitu perpindahan dari suatu keadaan ke keadaan lainnya, perpindahan dari suatu fase ke fase lainnya, perpindahan dari keterbelengguan ke kebebasan. Hijrah secara terminologis lebih tepat dalam pengertian terakhir.
Banyak orang yang mengartikan bahwa hijrah adalah peristiwa masa lalu yang tentunya memiliki relevansi dengan kekinian. Hijrah bukan hanya peristiwa sejarah yang terpisah dengan zamannya. Hijrah adalah peristiwa yang menyatu dengan zaman dan tempat. Makanya, hijrah merupakan suatu peristiwa yang semestinya melazimi perjalanan umat Islam dalam keseluruhan kehidupannya.
Hijrah di masa lalu merupakan suatu peristiwa perpindahan Nabi Muhammad saw dalam pengertian fisik dan religious. Tetapi juga berimplikasi terhadap perubahan dinamika sosial budaya dan politik yang terjadi kemudian. Melalui hijrah, maka perubahan dan dinamika sosial budaya politik tersebut terwujud. Lahirnya konsep Negara Madinah melalui Piagam Madinah merupakan contoh betapa hijrah menjadi tonggak awal bagi proses “negaranisasi Islam” yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.
Hijrah tentu memiliki konteks sosial budaya dan politik yang sangat kuat. Di era sekarang, maka makna hijrah sesungguhnya adalah proses perubahan dan dinamika yang seharusnya terjadi karena konteks sosial memang menghendakinya. Masyarakat Indonesia sedang berada di dalam proses pembangunan. Hal itu berarti bahwa konteks hijrah dewasa ini adalah bagaimana membangun masyarakat berbasis keindonesiaan.
Banyak orang yang sedang terpesona dengan berbagai macam ideologi di tempat lain. Bisa saja liberalisme, fundamentalisme, kapitalisme, konsumerisme dan sebagainya. Namun yang sebenarnya penting adalah membangun masyarakat Indonesia berbasis keindonesiaan. Yang dimaksud adalah berbasis pluralitas dan multikulturalitas yang seimbang. Membangun Indonesia tidak berbasis pada keyakinan sekelompok orang dan kemudian menyebabkan dominasi mayoritas dan tirani minoritas. Akan tetapi membangun Indonesia berbasis pada kesepakatan bersama dalam kebinekaan yang tunggal ika.
Tantangan masyarakat Indonesia masih sangat besar, terutama terkait dengan ketertinggalan di berbagai bidang. Bukankah kemiskinan masih cukup tinggi, kira-kira 15% atau kira-kira 35 juta orang. Bukankah SDM kita juga masih rendah, peringkat 111 dunia, kualitas pendidikan juga masih rendah dibanding negara-negara lain dan yang menyedihkan bahwa korupsi masih menjadi penyakit akut bangsa ini.
Makanya, hijrah sebenarnya merupakan usaha untuk keluar dari jaring-jaring ketertinggalan ini menuju kepada kemerdekaan substansial, yaitu pengentasan kemiskinan dalam berbagai levelnya, peningkatan kualitas SDMdalam beragai tingkatannya dan peningkatan kualitas pendidikan dalam berbagai gradasinya.
Kesadaran seperti ini semestinya menjadi bagian dari mindset seluruh pimpinan bangsa ini. Memperingati tahun baru tidak sekedar dengan upacara-upacara tradisional, dengan menyanyi dan menari, dengan merenung tanpa manfaat, akan tetapi membuat perencanaan ke depan tentang bagaimana seharusnya mengelola negeri ini.
Oleh karena itu, makna mendalam dari peringatah tahun baru hijrah adalah melakukan introspeksi secara medalam kemudian membuat rancangan masa depan dan mengalokasikan kebijakan yang relevan dengan konteks zaman yang terjadi, sehingga akan diperoleh perubahan yang signifikan di masa yang akan datang.
Sekali lagi, bahwa kitalah yang akan menentukan perubahan apa di masa yang akan datang. Kita adalah agen perubahan. Maka, agar perubahan tersebut dapat diarahkan sesuai dengan kebutuhan zaman dan tempat, caranya hanya satu yaitu maknai setiap peristiwa sejarah dengan kekinian.
Wallahu a’lam bi al shawab.