Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PEMILIHAN PIMPINAN PTKIN: PERSPEKTIF PILIHAN RASIONAL (2)

PEMILIHAN PIMPINAN PTKIN: PERSPEKTIF PILIHAN RASIONAL (2)

Focus Group Discussion (FGD), yang diselenggarakan oleh Direktur Diktis Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Prof. Arskal Salim, sesungguhnya untuk membahas hasil Evaluasi PMA No. 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Milik Pemerintah.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pendidikan Agama dan Keagamaan ini dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: “secara umum PMA 68/2015 menunjukkan aspek positif dalam meredam potensi konflik internal PTKN dan menumbuhkan iklim akademik yang kondusif. Namun demikian, beberapa aspek pada tahapan pelaksanaan pemilihan Rektor/Ketua diperjelas dan dipertegas, terutama pada operasionalisasi fungsi senat PTKN dan Komsel agar lebih transparan dan independen”.

Adapun Rekomendasi yang dihasilkan adalah: 1) senat perlu membuat rekapitulasi penilaian kualitatif calon rector/Ketua sebelum dikirim ke Menteri Agama, 2) Dirjen Pendis dan Bimas perlu melibatkan civitas akademika pada saat fit and propertest oleh Komsel, 3) Komsel perlu mengumumkan tiga besar hasil fit and proper test calon Rektor/Ketua kepada public, dan 4) Pasal 8 PMA 68/2015 perlu ditambahkan kalimat yang eksplisit yang menyatakan bahwa: “Menteri Agama menetapkan dan mengangkat satu dari tiga nama calon Rektor/Ketua yang diajukan oleh Komsel”.

Saya sampaikan di dalam forum bahwa kita hanya bisa mengambil dua saja dari pandangan Prof. Kamaruddin Amin terkait dengan empat alternative yang bisa dirujuk, terutama mempertimbangkan hasil penelitian Pusat Pendidikan Agama dan Keagamaan. Yaitu, kita tidak menginginkan pola yang digunakan oleh Kemenristek/Kemendikbud dengan suara Menteri sebesar 35 persen pada pemilihan tahap akhir dan juga tidak bisa kembali menggunakan pola pemilihan rector/Ketua sebelum munculnya PMA 68/2015, sehingga pilihannya adalah merevisi terhadap PMA 68/2015 dengan lebih mengedepankan transparansi dan pemberian kewenangan yang lebih jelas kepada Senat PTKN. Polanya adalah memberikan masing-masing-masing pembobotan 50 persen untuk suara Senat PTKN dan 50 persen untuk pembobotan pada komsel. Jika selama ini, suara senat hanya dijadikan sebagai pertimbangan saja oleh komsel, maka selanjutnya bisa diberi proporsi yang sama. Dengan cara ini, maka suara senat memperoleh momentumnya untuk menjadi penentu. Sepengetahuan saya, selama ini antara suara senat dengan komsel juga berkorelasi, misalnya siapa yang dianggap tiga terbaik oleh senat juga nyaris menjadi yang terbaik pada waktu fit and proper test oleh komsel.

Pilihan melakukan revisi tentu didasari oleh pertimbangan rational choice atau pilihan rasional. Kita tahu secara mendalam tentang dampak negative dari pilihan langsung. Ada banyak konflik yang tersaji baik yang laten ataupun manifest. Sebagaimana pilkada atau pilpres, maka dipastikan akan terdapat kelompok pro carek/caket yang sangat fanatic, sehingga juga melakukan tindakan politik yang sangat mengedepan, sebaliknya juga ada kelompok kontra yang juga melakukan tindakan politik menolak dengan sangat kuat.

Akibatnya, terjadi pembelahan di dalam kampus sebagai akibat pilrek/pilket secara langsung ini. Dan yang lebih menyedihkan adalah polarisasi kelompok juga berimbas pada nuansa akademik di PTKN. Oleh karena itu, memilih untuk merevisi OMA 68/2015 adalah pilihan rasional di tengah dunia akademik yang perlu dijunjung tinggi di tengah kompetisi PTN/PTKN dan PT dari luar negeri. Energy pilrek/pilket langsung bisa diarahkan untuk dukungan terhadap pengembangan PTKN ke depan.

Di dalam kerangka ini, maka yang dibenahi adalah: 1) agar transparan dalam menentukan pembobotan atas nilai pada masing-masing (50 persen: 50 persen), maka diperlukan satu komisi pengawas (komwas) yang tugasnya adalah untuk mengawasi prosesi dan penentuan proporsi pada masing-masing penilaian. 2) Komwas bisa ditetapkan oleh Menteri dengan tugas yang jelas adalah untuk mengawasi prosesi pemberian skor dan proporsi yang transparan. 3) Komwas bisa ada dua tahap, yaitu: tahap pertama untuk mengawasi proses skoring pada masing-masing carek/caket dari senat PTKN dan tahap kedua untuk mengawasi proses pemberian proporsi antara senat dan komsel serta menetapkan tiga terbaik carek/caket PTKN. 4) Tugas komsel bukan menentukan siapa yang akan menjadi terpilih satu dua atau tiga, akan tetapi cukup melakukan fit and proper test dan memberikan penilaian pada masing-masing carek/caket dan hasilnya diserahkan kepada Direktur Jenderal untuk selanjutnya diproses dalam Komwas. 5) Anggota Komwas bisa diambil dari lintas PTKN, dari Inspektorat Jenderal dan Direktorat Jenderal yang relevan. 6) hasil perhitungan komwas tentang tiga terbaik kemudian diumumkan ke public sebelum salah satunya ditetapkan oleh Menteri untuk menjadi rector/ketua PTKN.

Pilihan melakukan revisi PMA 68/2015 merupakan pilihan yang sangat rasional dengan mempertimbangkan terhadap dampak kepemimpinan pada suatu PTKN dengan meniadakan oposisi negative atau orang yang terus tidak mendukung selama kepemimpinan rector/ketua, dan yang diperlukan adalah mitra yang mendukung tetapi juga bisa memberikan masukan kritis-konstruktif yang akan membawa dampak positif bagi pengembangan pendidikan tinggi keagamaan.

Pilihan rasional memiliki proposisi yang menyatakan bahwa dalam memilih suatu perilaku maka yang dipertimbangkan pertama adalah apakah keuntungan yang diperoleh dari pilihan tersebut. dan di dalam konteks pilrek/pilket, maka yang menjadi keuntungannya adalah pengembangan PTKN yang memerlukan dukungan kuat dari civitas akademikanya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..