Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENDIDIKAN ISRA (ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN)

PENDIDIKAN ISRA (ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN)

Terkadang saya salah persepsi, terutama terhadap siapa yang yang menjadi mitra saya dalam suatu forum. Hal ini terjadi di saat saya menjadi narasumber di salah satu acara yang digelar oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum, tepatnya di Hotel Alana, 28/11/2019. Acara ini dihadiri oleh siswa SMP dan tentu didampingi oleh guru-guru agamanya. Bukan informasi dari panitia yang salah, akan tetapi saya yang salah menyangka tentang siapa peserta forum ini. Maka saya lalu harus secepatnya mengubah strategi pembelajaran andragogy yang biasa digunakan untuk orang dewasa menjadi pembelajaran berbasis pedagogy.

Saya diundang oleh Direktur Pendidikan Agama Islam pada Ditjen Pendidikan Islam, Pak Dr. Rahmat Mulyana, untuk membincang tentang bagaimana mengembangkan pendidikan Islam Rahmatan lil Alamin (pendidikan Isra) di era milenial. Saya merasa senang karena diberi amanah untuk berbicara tentang kaum muda milenial. Suatu tema yang selama ini menjadi concern saya dalam banyak forum. Ketepatan saya berbicara kepada generasi milenial, atau tepatnya generasi Z karena mereka lahir antara tahun 2000an. Mereka adalah generasi milenial muda, setelah generasi milenial yang lahir tahun 80an.

Ada tiga hal yang saya sampaikan secara garis besar tentang pendidikan Islam rahmatan lil ‘alamin. Pertama, saya sampaikan bahwa sudah saatnya kita ini belajar untuk menulis, sebab dunia sekarang sudah menjadi era literasi. Siapa yang paling menguasai literasi, maka dialah yang akan menguasai perbincangan di dalam wacana public. Maka saya tunjukkan bahwa saya termasuk kaum blogger yang aktif. Saya tayangkan blog saya kepada anak-anak dan juga para guru. Saya sampaikan meskipun tulisan itu di dalam bahasa Indonesia, tidak berarti yang membaca hanya orang Indonesia. Saya tunjukkan, bagaimana US menjadi pembaca kedua, Malaysia menjadi pembaca ketiga, bahkan Italia, Jepang, Hongkong, Arab Saudi, UEA, Perancis, Belanda, Rusia dan sebagainya. Secara keseluruhan ada sebanyak 34 negara yang warganya membaca tulisan saya. Mereka membaca dari 1930 artikel (30/11/2019) yang saya publish di blog. Para guru dan anak-anak ayo kita belajar menulis. Apa saja. Bisa puisi, pantun, cergam, cerbung, meme, speed writing, info grafis dan apa saja, sebab dipastikan ada di antara tulisan itu yang akan dibaca orang.

Kedua, Kita ini diwarisi oleh para leluhur kita negeri yang indah, besar dan hebat. Tidak ada di dunia ini yang memiliki pulau, suku bangsa dan bahasa yang sedemikian besar. Anak-anak berapa jumlah pulau kita. lalu ada yang menjawab” “17.000”. Mendekati benar, yang pasti sebanyak 17.504 pulau, dengan 1340 suku bangsa dan bahasa sebanyak 742. Mana ada negara dengan pluralitas dan multikulturalitas seperti ini. Itulah sebabnya anak-anak harus bersyukur kepada Allah atas kenikmatan sebagai bangsa besar. Jangan sampai kehebatan Indonesia ini dirusak oleh orang lain yang tidak memiliki komitmen terhadap kelestarian bangsa Indonesia.

Saya tanya kepada anak-anak itu, “apakah anak-anak masih akan mempertahankan Pancasila”? Mereka menjawab dengan serempak: “masih”, “apakah anak-anak akan mempertahankan NKRI”? Mereka menjawab: “ya”. Saya menilai bahwa mereka tulus menyatakannya. Saya lalu menjelaskan, bahwa para founding fathers negeri ini telah meletakkan empat consensus kebangsaan, yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan. Tentang kebinekaan atau pluralitas dan multikulturalitas ini adalah sunnatullah. Jika Allah berkehendak, bisa saja hanya ada satu makhluk yang sama. Hanya ada satu binatang yang sama, hanya ada satu warna bunga yang sama. Akan tetapi Allah memberikan keanekaragaman sebagai bentuk kekuasaannya. Dan melalui keragaman itu kita bisa saling mengenal satu dengan yang lain. Coba kita hari ini berasal dari seluruh wilayah Indonesia. Ada dari Jawa Timur, Kalimantan, Sumatera dan sebagainya. Dan kita bisa mengenal satu dengan lainnya. Padahal kita memiliki bahasa yang berbeda, tradisi yang berbeda, dan asal-usul yang berbeda, tetapi kita menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Janganlah kita seperti Afghanistan, yang hanya memiliki tujuh suku bangsa, tetapi perang tidak henti-hentinya. Perang, perang dan perang melulu.

Ketiga, islam itu agama yang memberikan rahmat bagi seluruh alam. Yaitu memberi rahmat bagi manusia, alam, dan ekosistem lingkungan. Jadi tidak hanya memberikan kerahmatan bagi umat Islam saja tetapi juga manusia lainnya yang hidup di alam ini, dan juga seluruh makhluk yang diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, Islam juga harus diajarkan sesuai dengan prinsip memelihara dan menjaga alam seluruhnya supaya selamat dan sejahtera. Tidak boleh manusia mengeksploitasi alam hanya untuk kepentingan manusia, sebab juga ada makhluk lain yang membutuhkan kehidupan di dalam ini. Hutan misalnya tidak boleh ditebang semena-mena sebab ada kehidupan hewan yang sangat tergantung kepada keberadaan alam. Demikian juga manusia tidak boleh mencemari lautan, sebab di laut juga terdapat kehidupan yang harus diselamatkan.

Dengan demikian, Islam memiliki prinsip hablum minallah, hablum minan nas dan hablum minal alam. Manusia harus menjaga hubungan baik dengan Allah sebagai penciptanya, manusia harus melakukan hubungan baik dengan sesamanya –tanpa membedakan apa agamanya—dan juga hubungan baik dengan alam yang ditinggalinya dengan makhluk lainnya. Jika kita bisa melakukannya dengan seimbang, maka inilah artinya kita telah menjalankan ajaran agama yang mengandung prinsip rahmatan lil alamin.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..