COASTAL PARADISE: SOCIO, CULTURAL AND ECOLOGICAL PERSPECTIVE
COASTAL PARADISE: SOCIO, CULTURAL AND ECOLOGICAL PERSPECTIVE
Saya diminta oleh Ibu Dr. Eni Purwati, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Ampel Surabaya untuk menemani Prof. Kunifumi Tagawa, PhD, Director/Associate Professor pada Graduate School of Integrated Science for Life Marine Biological Laboratory, Hiroshima University Japan. Dan yang juga menjadi narasumber lainnya adalah Rumaidi, PhD, Dosen pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki, Malang dan juga alumni Hiroshima University.
Sebagai narasumber saya menyampaikan beberapa hal, terkait dengan bagaimana relasi antara manusia, kehidupan kelautan dan berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi, politik dan budayanya. Pertama, saya sampaikan tentang Ecosystem science. Bidang ini merupakan bidang integrasi ilmu, yang menjelaskan mengenai saling relasi antara satu discipline dengan discipline lainnya. Di antara yang dapat diintegrasikan adalah mengenai ecology, marine and coastal science, biogeochemistry, eco-physiology, meteorology, botany, climatology, zoology, hydrology, microbial ecology, conservation biology, biogeography, dan sebagainya. bahkan tidak hanya interdisipliner tetapi multidisipliner. Ada banyak discipline yang harus dikaji untuk sampai kepada ecosystem science.
Alam dan masyarakat memiliki relasi timbal balik. Alam adalah sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai users. Untuk memahami relasi antara nature and society, maka diperlukan pengetahuan, praksis, institusi dan teknologi. Pengetahuan tentang alam sebagai sumber daya diperlukan agar pemanfaatannya sesuai dengan kehendak bersama, juga diperlukan institusi yang bisa mengelola sumberdaya alam secara baik, dan juga teknologi yang sesuai dengan kapasitas dan kegunaannya untuk kesejahteraan masyarakat. Alam dan kesejahteraan sosial juga saling bernegosiasi, misalnya climate and ocean yang bersahabat, habitat yang terjaga, human activities yang bermanfaat untuk kehidupan ekonomi dan masyarakat. Di antara factor-faktor ini tentu saling berkorelasi secara sistemik, sehingga tidak saling menegasikan. Di antara yang menjadi penyeimbangnya adalah pemerintah dengan regulasi serta segala program dan aktivitasnya.
Kedua, system social dan ecology tersebut saling terkait. Keduanya memiliki korelasi timbal balik. Suatu ketika konsep system sosial mempengaruhi terhadap ecologi dan sebaliknya. Social system, terdiri dari demografi, teknologi, ekonomi dan budaya masyarakat yang dapat berpengaruh terhadap marine ecosystem, baik yang bercorak spatial dan temporal, termasuk perubahan ekosistem pantai dan perairan dunia. Lalu, ecosystem juga berkorelasi dengan perubahan persepsi, pengaturan dan management marine system. Perubahan ekosistem dan social system tersebut berlangsung dengan sangat sistemik. Ikan berkorelasi dengan produk makanan, artinya bahwa ketersediaan makanan bagi manusia sangat tergantung dengan ketersediaan ikan, dan penangkapan ikan juga berpengaruh terhadap pelestarian ikan langka, dan juga konservasi burung. Burung-burung pemakan ikan sangat tergantung pada ketersediaan ikan. Sementara itu, pemerintah juga memiliki peran besar, antara lain terhadap kehidupan kaum nelayan, penerapan teknologi, dan kebijakan yang lebih luas, misalnya PBB. Sementara itu teknologi sangat berpengaruh terhadap penangkapan ikan, dan juga pelestarian dolphin dan sebagainya. Kelangkaan dolphin, misalnya akan bisa menjadi bahan informasi untuk institusi konvervasi dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pemerintah dan public. Jadi, secara sistemik betapa terdapat saling keterkaitan antar subsistem di dalam ekosistem dan social system dimaksud. Di dalam penyusunan kebijakan mestilah mempertimbangkan keterkaitan sistemik ini, agar program atau kebijakan yang dirumuskan menjadi relevan dengan tujuan untuk perbaikan kehidupan manusia berbasis pada kebaikan ekosistemnya.
Ketiga, human activities dan pelayanan ecosystem. Relasi antara human activities dengan ecosystem services merupakan relasi yang saling terkait. Di dalam human activities dan ecosystem services terdapat dua aspek yang penting, yaitu social system dan ecosystem. Pada aspek social system, maka di dalamnya terdapat relasi-relasi yang saling berhubungan, misalnya tingkat pengetahuan, penerapan teknologi, organisasi sosial, kependudukan dan nilai-nilai yang menjadi pattern for behavior. Jadi, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang teknologi dalam suatu wilayah kependudukan tentu dapat mempengaruhi keterlibatan dalam organisasi sosial yang berbasis nilai. Di andaikan bahwa semakin banyak organisasi sosial yang bergerak di dalam konvervasi peraitan laut yang berbasis teknologi terapan, maka akan semakin banyak pengetahuan masyarakat tentang upaya konservasi perairan laut.
Dari sisi system ekologi, maka dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat complex terkait dengan tumbuhan, udara, air, minyak, binatang mikroorganisme dan manusia yang membentuk struktur. System ekologi ini memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi, sehingga jika terdapat satu subsistem yang “rusak” maka akan berpengaruh terhadap subsistem lainnya. Misalnya, kerusakan kualitas air, maka akan berpengaruh pada keseluruhan sub system lainnya. Dalam kerangka mewujudkan keinginan untuk mengembangkan life marine yang seimbang dan berkelanjutan, maka dibutuhkan interaksi positif dari subsistem pembangunan, artinya semua aspek dalam pembangunan haruslah memperoleh sentuhan yang tepat dan memadai, meskipun tidak harus selalu sama dalam jenis kegiatan dan programnya. Selayaknya diupayakan pembangunan komunitas, pelestarian dan pengembangan sumber daya alam, pengembangan budaya, peningkatan ekonomi, pengembangan ilmu pengetahuan, penyusunan kebijakan dan penguatan spiritualitas. Aspek spiritualitas mestilah dijadikan sebagai basis di dalam pembangunan subsistem pembangunan lainnya. Dimensi spiritualitas mesti menjadi pola bagi tindakan bagi semua pengembangan ekosistem maupun system sosial di dalam suatu negara.
Tentu ada beberapa capaian yang sudah dihasilkan dalam bidang pembangunan ekonomi, politik, ecologi dan budaya. Dalam pembangunan tersebut yang terasa masih memerlukan sentuhan lebih memadai adalah dari aspek ekologi, sebab hanya aspek place and space saja yang cukup memadai, akan tetapi untuk material and energy, water and air, flora and fauna, habitat and food, construction and settlement serta emission and waste, masih perlu sentuhan lebih fundamental. Sementara itu untuk pembangunan ekonomi, dengan indicator production and resourcing, exchange and transfer, accounting and regulation, consumption and user, labor and welfare, technology and infrastructure, wealth and distributions sudah lumayan memadai., hanya indicator terakhir yang masih belum optimal.
Sementara itu dalam bidang budaya, dengan indicator engagement and identity, recreation and creativity, memory and projection, believe and meaning, gender and generations, enquiry and learning, health and wellbeing rasanya sudah cukup memadai, sekurang-kurangnya tidak ada yang berwarna merah atau kritis, jelek, highly unsatisfactory atau satisfactory minus. Dari dimensi politik juga lumayan memadai, dari berbagai indicator misalnya organization and governance, law and justice, communications and movement, security and accord, dialogue and reconciliation, ethnics and accountability, kiranya dapat dinyatakan bahwa dua aspek terakhir saja yang memang belum optimal.
Dari kasus upaya melakukan perubahan yang terstruktur, saya akan mengambil contoh Kabupaten Tuban. Ada beberapa hal yang saya kira bisa dilihat perubahan dalam kebijakan pemerintah, misalnya dari aspek budaya terus dikembangkan upacara ritual sosial seperti Upacara Petik Laut, yang merupakan upacara bersyukur dan sekaligus juga memaknai kehadiran laut sebagai berkah Tuhan YME, Demikian juga festival laut untuk menandai kegembiraan dan suka cita akan kehadiran laut yang menjadi sumber ekonomi masyarakat pesisir, kemudian konvervasi pantai dengan hutan mangrove, menjaga ecologi laut, pembangunan economy dengan pemberdayaan kaum nelayan, mengembangkan potensi komunitas dengan organisasi sosial, dan menghidupkan folklore yang berkaitan dengan lautan, dan sebagainya.
Upaya ini memang belum optimal, akan tetapi kesadaran pemerintah dan perlunya support masyarakat menjadi kunci keberhasilan untuk masa depan laut dan ekosistemnya. Jadi, ada banyak potensi dan peluang yang bisa dilakukan dalam kerangka membangun kehidupan ekosistem yang lebih bermakna di masa depan.
Wallahu a’lam bi al shawab.