Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

WAKAF UANG DAN ERA BARU PERWAKAFAN DI INDONESIA

WAKAF UANG DAN ERA BARU PERWAKAFAN DI INDONESIA

Di masa lalu, wakaf itu hanya dikenal dengan dua hal saja, yaitu wakaf tanah dan wakaf barang atau aset. Dua ini saja yang menjadi bagian dari penyelenggaraan wakaf di Indonesia. Kalau tidak wakaf tanah, tentu wakaf barang, misalnya bangunan, atau barang bergerak lain yang sesuai dengan tujuan wakaf.

Namun demikian, dewasa ini wakaf telah memiliki jenis dan bentuk yang sangat variatif. Selain wakaf tanah dan barang atau asset juga dikenal adanya wakaf uang. Yaitu wakaf dalam bentuk uang yang nanti jika sudah terkumpul dalam jumlah yang memadai akan bisa didayagunakan untuk kepentingan umum umat Islam. Bisa saja untuk pendidikan, dakwah dan kegiatan sosial lainnya.

Kita sungguh merasakan bahwa denyut nadi gerakan wakaf sudah mulai terdapat di tengah masyarakat. Ada banyak gerakan wakaf yang sudah diusung oleh masyarakat dalam kerjasamanya dengan Badan Wakaf Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satu di antara yang berkembang lumayan pesat adalah wakaf uang.

Wakaf uang ialah wakaf yang dilakukan seseorang atau kelompok orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Wakaf uang memang dapat dijadikan alternative bagi orang yang ingin wakaf tetapi tidak dapat melakukannya dengan menggunakan asset atau property lainnya. Makanya, wakaf uang menjadi trend baru di kalangan masyarakat muslim di Indonesia.

Secara potensial, wakaf uang di Indonesia sungguh luar biasa. Secara keseluruhan potensi wakaf uang di Indonesia sebesar 180 trilyun rupiah. Namun dalam perjalanan selama tahun 2011-2018 baru terakumulasi sebesar 255 Milyar. Hal ini merupakan indikasi masih rendahnya potensi wakaf uang yang bisa diaktualkan. Oleh karena itu tentu diperlukan upaya lebih keras untuk meminimalkan kesenjangan antara potensi wakaf uang secara konseptual dan realisasi wakaf uang secara empiris.

Di Indonesia sudah banyak Lembaga Keuangan Syariah (LKS-PWU) yang memiliki izin untuk menerima wakaf uang dimaksud. Mereka adalah lembaga-lembaga keuangan yang sudah absah untuk menjadi lembaga penghimpunan dan penerimaan wakaf uang, dan kemudian nazir akan mengelola hasil wakaf uang tersebut untuk kepentingan umat Islam, misalnya mendirikan Rumah Sakit, Lembaga Pendidikan, Lembaga Keuangan local dan sebagainya.

Memang harus diakui bahwa literasi wakaf di Indonesia masih rendah. Masyarakat masih beranggapan bahwa wakaf itu dengan tanah atau asset/bangunan, sehingga jumlah wakif sangat terbatas. Jika tidak memiliki tanah atau asset yang bisa diwakafkan, maka yang bersangkutan merasa tidak terbebani dengan keinginan wakaf ini.

Ada beberapa tantangan yang kiranya patut untuk dicermati, yaitu: pertama, Saya kira gerakan literasi wakaf menjadi urgen di tengah keinginan untuk membesarkan kuantitas dan kualitas wakaf. Melalui wakaf alternative atau wakaf uang, maka siapapun bisa menjadi wakif dengan kemampuan dana untuk diwakafkan. Melalui wakaf uang, maka siapapun bisa menjadi wakif dengan cara mengeluarkan “sedikit” uang untuk diwakafkan bagi pembangunan masyarakat –khususnya masyarakat Islam –dengan berbagai program yang telah dikembangkan bersama. Untuk program literasi wakaf BWI sudah menggerakkan media sosial, duta wakaf, sosialisasi ke berbagai lembaga pemerintah maupun swasta dan sebagainya.

Kedua, saya kira diperlukan upaya untuk menjemput wakaf terutama pada para stakeholder, misalnya lembaga birokrasi, lembaga pendidikan, lembaga sosial keagamaan, atau lembaga sosial kemasyarakatan. Kita sudah memiliki program “Wakaf Go to Campus”, dan saya kira juga diperlukan “Wakaf Go to Bureaucracy”, “Wakaf Go to Organization”, “Wakaf Go to Business”, “Wakaf Go to State Apparatus” dan sebagainya.

Selain program wakaf uang, yang saya kira sudah cukup dipahami oleh public, maka yang juga sedang diupayakan secara serius adalah Wakaf Link Syukuk. Melalui variasi model-model wakaf, maka sesungguhnya merupakan upaya untuk mendiversifikasi pola wakaf dan sekaligus juga untuk menarik public agar melakukan wakaf. Wakaf memang harus menjadi gerakan, sehingga akan lebih banyak pengaruhnya kepada public tentang apa dan bagaimana wakaf tersebut dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi kehidupan masyarakat.

Di Mesir, dana wakaf bisa digunakan untuk talangan alternative bagi pendanaan program pemerintah yang tidak cukup anggarannya, atau bahkan bisa dijadikan untuk menutup deficit anggaran pemerintah. Dana wakaf Universitas Al Azhar pernah dipinjam oleh pemerintah untuk kepentingan pembangunan. Di Arab Saudi, dana wakaf juga bisa digunakan untuk membangun hotel, Rumah Sakit, atau fasilitas public lainnya, yang menguntungkan sehingga dana yang dihasilkannya akan bisa didayagunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Ketiga, dana wakaf adalah keuangan public. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk terus menerus membangun trust, agar kepercayaan public kepada para nazir akan terjaga. Wakaf uang dapat menjadi fitnah yang luar biasa jika pengelolaannya tidak memenuhi standart yang tepat. Oleh karena itu diperlukan setiap lembaga keuangan yang bergerak di bidang wakaf uang untuk memiliki “penyelia” atau “auditor” dana wakaf. Tugasnya antara lain adalah memastikan bahwa dana wakaf yang terkumpul dipastikan didayagunakan sesuai dengan program dan kegiatan yang dikategorikan sebagai pemanfaatan dana wakaf.

Saya kira semua pengelola dana wakaf harus menjaga dana public atau dana amanah ini secara benar agar ke depan kepercayaan terhadap para pengelola zakat akan semakin membaik dan berpotensi untuk semakin banyak menarik jumlah wakif –khususnya wakaf uang—yang ke depan akan sangat prospektif.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..