• October 2024
    M T W T F S S
    « Sep    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TERLAMBAT MENULIS TENTANG HIJRAH

 Bukannya saya melupakan tahun baru hijrah sebagai topik untuk tulisan di blog. Akan tetapi karena waktu jua yang menentukan kapan tulisan tersebut harus dibikin. Saya, tanggal 1 Muharram 1431 bahkan juga mengikuti life show di SBOTV bersama dengan tokoh Syiah. Bahkan juga dalam waktu yang sama, Radio El-Shinta, juga ingin mewawancarai saya. Tentu saja karena saya sudah sepakat dengan SBOTV untuk mengikuti acara life show maka radio El-Shinta terpaksa harus mengalah. Tahun baru Hijriyah memang tidak sama dengan tahun baru Masihiyah, sebab cara orang menyambutnya juga memang berbeda.

Tahun baru Hijriyah adalah penanggalan Islam yang dimulai semenjak Khalifah Umar Ibn Khattab menetapkannya sebagai penanggalan Islam. Peristiwa ini terjadi ketika dalam suatu kesempatan Umar Ib Khattab menerima surat tanpa penanggalan. Maka kemudian beliau memanggil para sahabat untuk membicarakan bagaimana kalau Islam memiliki penanggalan yang khusus. Maka diadakanlah rapat khusus membahas penanggalan Islam, yang dihadiri oleh Ali ibn Abi Thalib, Usman ibn Affan dan sahabat lainnya. Di dalam pertemuan khusus tersebut ternyata terjadi perdebatan untuk menentukan kapan sebaiknya penanggalan Islam dimulai. Ada yang berpendapat hendaknya dimulai semenjak hari lahir Nabi Muhammad saw, ada yang berpendapat semenjak turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad dan ada yang menyatakan sebaiknya dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammmad saw. Dari berbagai pilihan tersebut, maka ditetapkanlah satu Muharram bersamaan waktunya dengan hijrahnya Nabi Muhammad saw. Maka, penanggalan Islam lalu dimulai dengan peristiwa hijrah. Penetapan ini didasari oleh dimensi heroik yang terdapat di dalam peristiwa hijrah. Maka untuk memperingati peristiwa hijrah, maka dijadikan sebagai penanggalan pertama Islam.

Secara fisikal, memang hijrah Nabi Muhammad saw memang suatu peristiwa yang luar biasa. Pada waktu itu, Nabi Muhammad saw melakukan perjalanan panjang dari Makkah ke Madinah yang jauhnya kira-kira 400 km. Tentu saja bukan perjalanan yang menyenangkan. Sebagai perjalanan rahasia dalam nuansa ”peperangan tersembunyi”, maka perjalanan ini hanya dapat dilakukan pada saat yang memungkinkan. Medan antara Makkah dan Madinah juga sangat berat. Padang pasir tandus dengan perbukitan-perbukitan yang tandus tentu sangat memberatkan perjalanan yang kebanyakan dilakukan malam hari. Inilah sebabnya perjalanan Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah dalam peristiwa hijrah ini sangat heroik dan monumental.

Perjalanan hijrah merupakan peristiwa sejarah dan teologis. Disebut sebagai peristiwa sejarah sebab peristiwa ini memang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw bersama para sahabatnya untuk meninggalkan Makkah yang dianggapnya sudah tidak lagi kondusif bagi pengembangan ajaran Islam. Makanya dilakukanlah perjalanan panjang untuk mencari tanah baru dalam rangka pengembangan Islam tersebut. Disebut sebagai perjalanan teologis sebab perjalanan ini memiliki makna penyelamatan keyakinan umat Islam yang selalu memperoleh gangguan dari umat lain. Sebagai perjalanan yang memiliki dua dimensi sekaligus, maka pantaslah jika peristiwa hijrah dianggap sebagai suatu peristiwa yang penting di dalam Islam.

Di dalam perjalanannya, penanggalan Islam sudah berlangsung 1431 tahun. Artinya, bahwa hijrah sudah terjadi selama itu. Hanya saja ada suatu pertanyaan yang bisa diungkapkan, benarkah bahwa peringatan tahun baru hijrah lebih bernuansa simbolis dibanding substantif. Perayaan dengan pawai, dengan tari, dengan nyanyian dan bahkan  juga dengan upacara-upacara yang menandung nilai magis, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah memaknai peringatan tahun baru hijrah dengan memahami konteks dunia sekarang.

Di beberapa daerah dilakukan upacara kirab pusaka, jamas pusaka, dan perayaan khusus lainnya, dan itu semua dilakukan dalam rangka untuk memelihara tradisi peringatan tahun baru Hijrah yang dianggap sakral. Bagi orang Jawa, bulan Syuro atau Muharram adalah bulan suci. Diyakininya bahwa bulan Syuro adalah bulan di mana banyak hal yang bercorak historis dan normatif terjadi. Penyelamatan Nabi Musa, Nabi Yunus dan keyakinan ekatologis lainnya terjadi bulan ini. Tetapi peristiwa tragis juga terjadi ketika Sayyidina Hussein terbantai di padang Karbela. Cucunda Baginda Rasulullah ini harus menjadi korban kebiadaban kekuasaan Bani Umayyah di awal proses pembentukannya.

Ada kebahagian ada kesedihan, ada tertawa dan ada tangisan adalah menandai dunia manusia yang memang menyediakan keduanya. Tetapi di atas itu semua, maka yang penting adalah bagaimana memaknai hijrah secara tepat dengan melihat konteks sosial yang terjadi dewasa ini.

Wallahu a’lam bi al shawab. 

Categories: Opini