CHARACTER EDUCATION FOR MILLENIAL
CHARACTER EDUCATION FOR MILLENIAL
Pada tanggal 23 Oktober 2019, saya diminta untuk memberikan presentasi tentang Pendidikan Akhlak bagi Madrasah Aliyah di Yogyakarta. Acara ini dikemas untuk melakukan revisi terhadap pedoman pembelajaran berbasis karakter yang selama ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari lembaga pendidikan di bawah koordinasi Kementerian Agama (Kemenag).
Hadir pada acara ini, Kepala Pusat Pendidikan Agama dan Keagamaan pada Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan (Balitbangdiklat) Kemenag RI, Prof. Dr. Amsal Bachtiar, MA, dan jajarannya serta Kepala Madrasah Aliyah se Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan diselenggarakan di Hotel Jayakarta, Yogyakarta. Prof. Amsal Bachtiar, mengemukaan mengenai tantangan para guru dalam pembelajaran di Era Milenial dalam kaitannya dengan pendidikan karakter. Dalam presentasi ini dipandu oleh Avisantoso, salah seorang pejabat pada Pusat Penda Balitbangdiklat. Saya secara khusus menyampaikan tiga hal mendasar sebagai instrument untuk memperkaya wawasan mengenai pendidikan karakter bagi anak didik di Madrasah. Pertama, sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Amsal bahwa kita sedang menghadapi era baru pembelajaran, khususnya bagi anak-anak milenial. Ada sejumlah tantangan yang harus diperhatikan oleh para guru, khususnya guru pendidikan agama dan budi pekerti. Jika kita salah mengelola program pembelajaran terhadap generasi milenial, maka akan berakibat terhadap masa depannya. Perlu ketetapan manajemen pembelajaran yang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan generasi milenial. Kehadiran TI telah mengubah program pembelajaran konvensional menjadi supra modern. Kehadiran TI telah memperbanyak sumber belajar selain guru, ulama, dsb. Kehadiran TI telah mengubah peta pelanggan pendidikan menjadi go international. Kehadiran TI telah mengubah proyek pendidikan dari base on human capacity to technological capacity.
Munculnya aplikasi pendidikan tentu memberi keuntungan bagi program pendidikan. Guru dan partner didiknya akan mudah menemukan solusi pembelajaran. Melalui aplikasi teknologi informasi, mitra didik akan dengan mudah mengakses informasi tentang pembelajaran. Real time siswa dapat mendapatkan soal dan sekaligus jawaban dalam mata pelajaran.
Para milenial adalah generasi teknologi informasi. Para milenial adalah orang yang belajar dari pengalaman dan petualang. Para milenial adalah pembelajar cepat dan mudah. Para milenial adalah generasi yang memilki talenta yang banyak. Mereka kurang menyukai kemapanan, suka mencoba-coba dan pembelajar yang suka berganti-ganti.
Di sinilah makna penting pendidikan karakter bagi anak milenial. Pendidikan karakter hakikatnya adalah pembelajaran dengan menyentuh empat kecerdasan sekaligus. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk menghasilkan mitra didik yang cerdas dan benar. Cerdas inteligensi rationalitasnya. Cerdas inteligensi emosionalitasnya. Cerdas inteligensi sosialnya. Cerdas inteligensi spiritualnya.
Oleh karena itu, desain pendidikan karakter harus dirumuskan sedemikian rupa. Character education is essentially an education based on honesty, sincerity, responsibility and trustworthiness; that is to be honest and sincere in every activity, to be responsible and trustworthy when being given a mandate. This kind of education is able to be carried out only on the grounds that it is supported by every level of national component. There should be environment, executor and policy that support that kind of education.
Character education has three basic principles. First, religious principle, the principle of monotheism which is based on the belief that there is no God but Allah and that the Prophet Muhammad is His messenger. These two concepts constitute the manifestation of syahadah: “La ilaha illah, Muhammdur Rasulullah.” This concept would then be implemented in the concept of worship and morals which constitute the basic principle of Islamic teachings.
Secondly, the national principle. This principle alludes the enforcement of the four national pillars which include Pancasila (the Five Principle), the1945 Constitution, the Unity in Diversity, the United Nation of the Republik of Indonesia. These pillars are significant because the nation must still exist in the midst of the global relationship. This nation should remain on Pancasila, because it has been tested as a binder for this nation. What has been established by the founding father of this country would not be abandoned whatsoever. There should be no other ideology in this country but Pancasila.
Thirdly, the implementative principle. On this principle, all the concepts of education for the sake of God (lillah) and for God (billah) reflected in the concept of honesty, sincerity, responsibility, trustworthiness, openness and accountability will be translated into indicators that can be assessed and tested. Through the measurable learning process, evaluation and materials, it will be seen how much education is successful.
Teknologi Informasi tidak akan bisa menggantikan peran guru dengan empat kecerdasan yang dimiliknya. Guru tetap dibutuhkan untuk mendidik mitra didik agar memiliki karakter yang baik. Guru merupakan contoh bagi mitra didiknya dalam perilaku atau akhlaknya. Guru tidak hanya mengajar pengetahuan akan tetapi mentransfer pengalaman. Jika para guru bisa menggunakan program pendidikan karakter dengan sentuhan terhadap empat kecerdasan sekaligus, maka dipastikan bahwa pendidikan Indonesia akan menuai kesuksesan.
Wallahu a’lam bi al shawab.