ALUMNI PERGURUAN TINGGI DAN TANTANGAN KEKINIAN
ALUMNI PERGURUAN TINGGI DAN TANTANGAN KEKINIAN
Pada pukul 6.30 WIB, Pak Dr. Muhid, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya menelpon saya yang intinya jika saya berkenan agar bisa hadir di Universitas Islam Darul Ulum (UNISDA) Lamongan untuk mengisi Orasi Ilmiah dalam Wisuda Sarjana pada Universitas tersebut. Undangan mendadak ini disebabkan Prof. Dr. Said Aqil Siraj yang semestinya menjadi narasumber tiba-tiba menyatakan berhalangan hadir.
Sebagai akademisi yang selama ini terlibat di dalam perguruan tinggi dan dunia birokrasi tentu saya memahami betapa pentingnya Orasi Ilmiah dalam wisuda sarjana dan pascasarjana. Makanya, saya menyatakan “insyaallah” saya bisa hadir. Hari Sabtu, 5 Oktober 2019, saya memang tidak memiliki jadwal ke luar kota. Jadilah akhirnya saya menghadiri acara wisuda sarjana di UNISDA Lamongan.
Hadir pada acara ini adalah Rektor UNISDA, Ibu Ainul Masrurah, SH, MH., Ketua Yayasan, Ibu Siti Jamilah, Ketua Senat UNISDA, Dr. Afif Hasbullah, seluruh jajaran pimpinan UNISDA, Wakil Bupati, Ibu Kartika Hidayati, Ketua DPRD, Bapak Abdul Ghafur, para Kyai, pimpinan organisasi Islam, dan seluruh jajaran civitas akademika UNISDA Lamongan.
Saya memaparkan tiga hal yang saya anggap penting dan urgen untuk diketahui oleh civitas akademika dan juga masyarakat umum tentang keadaan Indonesia kekinian. Pertama, saya sampaikan ucapan selamat kepada para wisudawan, baik sarjana maupun pascasarjana yang diwisuda hari ini. Ada sebanyak 562 orang yang diwisuda. Selamat kepada orang tua, pimpinan PT dan juga seluruh dosen yang terlibat di dalam proses pendidikan di UNISDA. Saya merasa bangga sebab hari ini UNISDA menyumbang SDM unggul berupa tenaga terdidik yang tentu dibutuhkan oleh pemerintah dan masyarakat. Saya juga melihat bahwa UNISDA ini merupakan PT yang stabil dilihat dari jumlah mahasiswa dan institusi yang semakin baik yang ditandai dengan kualitas sarana prasarana pendidikannya, dan kualitas para dosennya.
Kedua, Tantangan bagi PT. Perubahan sosial yang cepat tentu membawa dampak yang sangat signifikan bagi PT, baik secara kelembagaan maupun SDM. Tantangan tersebut ialah: (1) Kekerasan sosial yang difasilitasi oleh factor politik. Kasus kekerasan di Wamena, yang melibatkan penduduk setempat (asli) dengan kaum pendatang (dari Jawa, Sumbar, Sulsel, dan lain-lain) dalam bentuk pembunuhan dan pengusiran serta pembakaran asset pemerintah maupun individu pendatang adalah contoh betapa masih terdapat keinginan secara politik untuk menjadikan Papua sebagai negara merdeka. Melalui Organisasi Papua Merdeka (OPM) mereka melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan HAM. Keinginan politik untuk memisahkan diri dari NKRI merupakan bentuk tindakan kaum separatis yang melakukan pembangkangan politik.
(2) Kekerasan sosial yang dilakukan oleh kaum ekstrimis dengan menggunakan agenda-agenda agama. Misalnya kata jihad yang diartikan sebagai “perang terbuka” atau “perang offensive”. Jadi jihad diartikan sebagai perang dan untuk memerangi orang atau sekelompok orang yang berbeda dengannya. Mereka ingin agar Indonesia ini tidak lagi menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, dan NKRI sebagai bentuk negara. Mereka ingin menjadikan khilafah sebagai bentuk negara ini.
Jika gerakan semacam ini dibiarkan, maka akan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa, bisa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dan merobohkan negara yang sudah mapan semacam ini.
(3) Semakin menguatnya penggunaan teknologi informasi. Teknologi informasi bisa bermakna positif dan juga negative. Yang positif ialah teknologi informasi digunakan sebagai sarana perdagangan, pendidikan, pelatihan dan juga pengembangan pengetahuan yang positif. Sedangkan yang negative ialah teknologi informasi yang digunakan sebagai medium untuk menyebarkan berita bohong, pembunuhan karakter, ujaran kebencian dan sebagainya. Inilah yang disebut sebagai cyber war atau proxy war, di mana perang tidak lagi menggunakan senjata mekanik atau bahan kimia, akan tetapi melalui media sosial.
Dewasa ini media sosial menjadi alat yang paling efektif untuk menggerakkan berbagai macam tindakan, seperti unjuk rasa mahasiswa di seputar Revisi UU KPK dan Revisi UU KUHP. Melalui tagar-tagar yang dibuatnya dengan konten yang ambisius, maka banyak di antara mahasiswa dan bahkan pelajar untuk mengikuti unjuk rasa ini. Makanya, media sosial bisa digunakan untuk kepentingan penggalangan dukungan dan melakukan tindakan sesuai dengan yang diinginkan oleh pelakunya.
Ketiga, Generasi muda sebagai bagian dari bangsa Indonesia harus optimis. (1) Negara kita telah masuk dalam 20 besar negara dengan pertumbuhan ekonomi yang baik. Kita masuk G20, dan berdasarkan survey yang dilakukan oleh McKensey kita akan masuk menjadi peringkat ke 7 tahun 2030. Dan pada tahun tersebut diperkirakan akan terdapat 100 juta lebih penduduk Indonesia yang masuk dalam kelompok Kelas Menengah Baru. Jadi masih sangat besar peluang Indonesia menjadi negara maju dalam bidang perekonomian.
(2) Kita juga memiliki kekuatan dalam kehidupan beragama yang moderat. Masyarakat kita termasuk golongan masyarakat beragama yang menjunjung tinggi terhadap kehidupan beragama yang santun, toleran, saling menghormati dan menghargai. Hal ini merupakan potensi yang luar biasa dan dapat dijadikan sebagai modal sosial untuk bisa hidup dalam negara dengan tingkat pluralitas dan multikulturalitas yang sangat tinggi. Oleh karena itu, yang terpenting ialah bagaimana merawat dan menjaga harmoni bangsa dengan semakin meminimalisir unsur-unsur yang akan memecah belah.
Tugas para alumni PT dan kita semua adalah menjadi agen bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang didasari oleh sikap dan tindakan yang mengedepankan kebersamaan untuk mencapai kerukunan dan harmoni. Dalam menghadapi hoaks maka sikap kita ialah jangan percaya begitu saja terhadap berita yang datang kepada kita. Check and recheck, saring sebelum sharing, agar setiap informasi dari media sosial dipastikan kebenarannya. Sudah saatnya kita semua menjadi agen literasi media sosial. Anak kandung negative teknologi informasi ini harus diredam dengan kesadaran sepenuhnya dari agen Islam wasathiyah, agar benih-benih radikalisme atau ekstrimisme tidak terus tumbuh. Demikian pula kecenderungan untuk melakukan kekerasan berbasis pada politik dan keagamaan juga harus dapat diredam sedemikian rupa. Dan ini sangat tergantung pada kesiapan kita semua.
Wallahu a’lam bi alshawab.