• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERATNYA MENJADI TKI

 Berita di Jawa Pos, Jumat 18 Desember 2009 tentang kematian TKI selama tahun 2009 sungguh membuat kita menjadi sedih. Sebab selama setahun ternyata ada sebanyak 1.018 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang meninggal. Angka ini merupakan angka tertinggi selama satu dekade. Dan yang terbanyak adalah meninggal di Malaysia sebanyak 63% atau 683 orang. Selain  itu juga banyak yang memperoleh kekerasan fisik. Menurut laporan sejumlah 2.878 orang. Masalah lainnya adalah pembayaran gaji dari majikan yang tidak jelas atau tidak sesuai dengan perjanjian.  Bahkan menurut Da’i Bachtiar, Dubes Indonesia di Malaysia, terdapat banyak TKI yang tidak dibayar sesuai dengan kontraknya.

Saya bahkan yakin bahwa jumlah ini hanyalah yang terdata. Misalnya dalam kekerasan yang dialami oleh para pekerja Indonesia di luar negeri, tentu ada banyak yang tidak dilaporkan. Sehingga jumlahnya jauh lebih kecil. Ada banyak kejadian yang sesungguhnya menjadi bagian dari kekerasan fisik atau simbolik yang tidak terkatakan.

Ada beberapa penyebab mengapa para TKI kita itu rentan terhadap kecelakaan fisik yang menyebabkan tewas. Pertama, kebanyakan mereka bekerja di sektor bangunan atau konstruksi, sehingga sangat memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja. Rendahnya kesadaran akan keselamatan kerja akan menjadi penyebab utama mengapa terjadi kecelakaan kerja. Sesungguhnya keselamatan kerja sudah menjadi konvensi semua negara. Sebab saya memiliki keyakinan bahwa setiap negara pasti sudah memiliki undang-undang keselamatan kerja. Sebab sebagai persyaratan untuk melakukan pekerjaan bangunan atau konstruksi fisik, maka persyaratannya haruslah menjaga keselamatan kerja tersebut. Hanya sayangnya bahwa budaya keselamatan kerja belum menjadi bagian dari semua orang yang terlibat di dalam proyek-proyek konstruksi di negara-negara berkembang.

Kedua, lemahnya pengawasan pemerintah. Seharusnya pemerintah memberikan pengawasan yang ketat terhadap keberlakuan keselamatan kerja. Pengawasan terhadap keselamatan kerja tersebut harus diberlakukan terhadap warga asing yang bekerja di suatu tempat atau juga terhadap warga sendiri. Saya mengamati sendiri, bahwa di Australia, seorang sopir pun memperoleh jaminan keselamatan kerja tersebut melalui pemasangan pembatas antara penumpang dan sopir yang disebut sebagai bodyguard. Tujuannya adalah untuk memberikan pengamanan kepada sopir dari serangan penumpang yang secara sengaja akan melakukan kekerasan.

Ketiga, rendahnya law enforcement. Seperti banyak terjadi di negara-negara berkembang, bahwa persoalan hukum yang paling mengedepan adalah bagaimana hukum tersebut harus ditegakkan. Tidak ada jaminan bahwa hukum akan ditegakkan sesuai dengan ketentuan yang tercatat di dalam fasal-fasalnya. Ada banyak pelanggaran tentang ketetapan hukuman terhadap para pekerja yang lalai atau majikan yang lalai dalam memenuhi kewajibannya. Dalam kasus penundaan penggajian atau ketidakmauan membayar pekerja sesuai dengan kontraknya, maka sejauh ini peran negara juga masih sangat minim, terutama negara yang menjadi tujuan TKI.

Dari yang diungkapkan oleh Bachtiar, bahwa masalah utama yang menjadi persoalan di negara-negara tujuan TKI adalah masalah gaji. Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 172 kasus gaji dan yang berhasil dituntaskan baru sebesar Rp.3,5 miliar. Sisanya masih dalam proses pengadilan. Jadi, sudah saatnya persoalan law enforcement ini menjadi prioritas dari relasi antara negara pengirim dan penerima TKI.

Para buruh migran memang mengalami nasib yang kurang baik. Hal ini tentu saja juga disebabkan oleh rendahnya pendidikan para TKI. Kebanyakan mereka adalah lulusan Sekolah Dasar atau yang sederajat, sehingga dalam banyak hal mereka tidak tahu apa sebenarnya hak dan kewajibannya. Bahkan juga sangat mungkin mereka tidak tahu harus kemana jika mengalami masalah dalam relasi perburuhan tersebut.

Oleh karena itu, perwakilan Indonesia di negara-negara yang kebanyakan menjadi tujuan buruh migran haruslah memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap nasib buruh migran ini. Jangan sampai mereka yang disebut sebagai pahlawan devisa tersebut justru mengalami nasib tragis di negeri orang.

Jumlah kematian yang tinggi para TKI harus menjadi pelajaran bagi semua, bahwa ada warga negara kita yang ternyata harus memperoleh perlindungan secara maksimal dari para aparat negara. Dan untuk itu, maka harus ada kesepahaman di antara para aparat, baik di negara tujuan dan penerima buruh migran untuk bersama-sama bekerja secara maksimal menyelamatkan semuanya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini