Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

REVOLUSI PROGRAM PEMBELAJARAN

REVOLUSI PROGRAM PEMBELAJARAN

Pada acara yang diselenggarakan oleh IAIN Surakarta, 04/07/2019, saya sampaikan bahwa perlu ada perubahan yang sangat mendasar terkait dengan upaya pembelajaran di PTKIN. Hal ini disebabkan oleh perubahan yang terjadi terutama di era revolusi industry 4.0 yang sekarang sedang terjadi di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.

Sebagaimana sering saya nyatakan bahwa generasi milenial itu memiliki cara belajar yang sungguh sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Ada beberapa cara belajar anak milenial yaitu: Belajar dari pengalaman, eksplorer, petualang, instan dan praktis, Kecenderungan tarhadap IT, kolaboratif, dan multitasking.

Generasi milenial itu senang belajar mengenai pengalaman dan bukan pengetahuan. Bagi mereka, pengetahuan bisa dibaca dari media TI, misalnya Google dan lain-lain, akan tetapi pengalaman hanya bisa didapatkan dari orang yang mengalami apa yang diceritakan. Gesture, gerak bibir, ungkapan, body language dan sebagainya tidak didapatkan dari penceritaan melalui media informasi. Dan itu hanya dimiliki oleh dosen atau guru.

Generasi muda sekarang itu menyukai temuan-temuan baru. Mereka menyukai petualangan dalam banyak hal termasuk petualangan ilmu pengetahuan. Channel discovery menjadi menarik sebab ada banyak petualangan ilmiah dan sebagainya yang menyajikan temuan-temuan baru dalam kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia.

Disebabkan oleh kenyataan bahwa generasi muda atau generasi milenial itu menyukai temuan baru berbasis pada petualangannya di media TI, maka Dosen harus mengimbanginya dengan kemampuan yang sama dengan generasi milenial itu, meskipun dalam kapastitas kurang lebih. Rasanya menjadi naïf jika seorang dosen sama sekali tidak memiliki sejumlah pengetahuan mengenai teknologi informasi, misalnya penguasaan email, chatting, membuka aplikasi-aplikasi atau searching informasi melalui media. Era sekarang menuntut dosen untuk terus menerus menemukan sesuatu baik teori, konsep atau hal-hal praksis bagi mahasiswanya

Generasi milenial juga menyukai kolaborasi atau kerja sama. Mereka sadar betul bahwa tidak ada yang bisa dilakukan dengan kemampuan diri sendiri. Keterbatasan yang dimilikinya menuntunnya untuk terus membangun kolaborasi dengan lainnya. Memang mereka memiliki banyak kemampuan, akan tetapi hal tersebut tidak cukup untuk menjadikannya sebagai upaya untuk mengembangkan kapasitas diri. Kapasitas diri akan lebih maksimal jika bergabung dalam kerja sama dengan lainnya.

Untuk menatap terhadap kecenderungan kolaborasi, maka program pendidikan harus disetting dengan cara pendidikan base on collaboration. Dosen dapat memberikan penugasan di dalam ruang kuliah atau di luar ruang kuliah tentang tema yang kemudian dicari jawabannya berdasar atas kemampuan kolaborasi.

Di era ketiadaan pakar atau the death of expertise, maka dosen harus tetap tampil dalam kapasitas yang lebih. Kita tidak bisa menyamai mesin pencari informasi, sebab mereka bisa menampilkan hasil searchingnya dalam hitungan detik. Manusia tidak bisa menyaingi hal ini, makanya menurut saya dosen harus menampilkan sesuatu yang berbeda. Dan yang berbeda tersebut ialah pengalaman, inisiatif, motivasi dan keteladanan dalam kajian-kajian keilmuan atau lainnya.

Program pembelajaran yang saya sebut sebagai discovery learning ialah program revolusioner dalam kerangka untuk “mengembalikan” peran para dosen atau guru dalam menghadapi era disruptif termasuk di dalam dunia pendidikan.

Discovery learning sangat mengedepankan nilai-nilai kebersamaan, nilai-nilai inovatif, nilai-nilai kejujuran dan nilai-nilai kerja keras. Mahasiswa diandaikan sebagai orang yang sedang di dalam proses pencarian menjadi “seseorang”. Dia sedang dalam perjalanan untuk menuju tangga “kesuksesan”. Ibarat seorang “salik” dalam dunia tasawuf, maka dia sedang berada di tangga untuk menemukan Tuhannya. Ada banyak nasehat, ada banyak cerita dan informasi dan ada banyak alternative yang dapat dipilih, tetapi ujung akhirnya ialah menemukan idamannya dan tujuan akhirnya.

Oleh karena itu, guru atau dosen harus menjadi penuntunnya agar dia tidak salah arah. Dosen adalah teman diskusi dan pengarah dalam naik tangga pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Sebagaimana mursyid dalam dunia tarekat untuk membimbing “salik”dalam menggapai maqam-maqam atau stages di dunia tarekat. Jadi era kematian pakar, bukan berarti dosen tidak punya keahlian lain yang lebih strategis, sebab dengan kapasitas kecerdasan sosial, emosional dan spiritualnya, maka dia akan bisa menjadi pembimbing bagi para mahasiswanya untuk menggapai tujuan hidupnya.

Melalui discovery learning ini, maka dosen dan mahasiswa akan dapat bersama-sama menemukan temuan dan inovasi baru dan kemudian dapat didayagunakan dalam kerangka untuk menjadi alternative potensi pengembangan dirinya di masa depan. Mata kuliah tatap muka, saya kira haruslah diubah dengan pola baru yang lebih bersearah dengan cara belajar generasi milenial. Demikian juga kegiatan pembelajarn tatap muka individual atau kelompok yang berbasis pada problem solving. Dengan cara ini, maka keterlibatan pembelajran antara dosen dan mahasiswa lebih bercorak keterlibatan sosial dan emosional dan bukan hanya semata-mata rasional.

Jadi, rasanya memang diperlukan cara dan strategi baru di dalam program pembelajaran yang lebih beraksentuasi pada pencapaian tujuan bersama dengan pola baru yang lebih bersearah dengan cara belajar baru di kalangan generasi milenial.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..