KEMBALI KE DESA UNTUK RITUAL TAHUNAN
KEMBALI KE DESA UNTUK RITUAL TAHUNAN
Moment yang paling indah di dalam berhari raya ialah di kala bisa kembali mengunjungi desa di mana kita lahir. Sebab di sana kita bisa bertemu dengan orang tua, kerabat dan sahabat yang selama ini mungkin jarang kita temui. Momen ini yang rasanya menjadi referensi mengapa orang selalu merindukan mudik atau pulang kampung ba’da menjalani ibadah puasa selama sebulan.
Saya juga melakukannya bahkan melebihi tahun-tahun sebelumnya. Jika selama ini pergi ke desa kelahiran saya itu hanya berbilang beberapa hari, maka tahun ini saya bisa meluangkan waktu lebih lama. Bersama keluarga saya kembali ke desa setelah berhalal bi halal di kantor, tanggal 10 Juni 2019 atau tepatnya enam hari setelah lebaran. Saya memang ingin menemani Ibu atau Emak saya yang sudah mulai udzur karena factor usia. Berlama-lama di kampung ini tidak pernah saya lakukan dalam tujuh tahun terakhir, sebab tugas-tugas birokrasi yang mengharuskan saya kembali secepatnya untuk bekerja.
Kelonggaran waktu ini benar-benar saya manfaatkan untuk menjalin kembali persahabatan dengan keluarga, baik keluarga di Mojokerto maupun Tuban. Bertemu dengan sanak saudara dan juga kawan-kawan saya rasanya seperti mengulang masa lalu. Shalat jamaah di mushalla Raudlatul Jannah di depan rumah dan juga memberikan ceramah agama terhadap jamaah mushalla tersebut.
Di dalam ceramah itu, saya menekankan pada betapa pentingnya melafalkan kalimat tauhid di dalam kehidupan. Saya sampaikan salah satu Hadits Nabi Muhammad saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, yang menyatakan: “man kana fi akhiri kalamihi la ilaha illa Allah dakhalal jannah”. Yang artinya kurang lebih: “siapa saja yang diakhir perkataannya Tidak ada Tuhan selain Allah, maka akan masuk surga”. Hadits ini merupakan hadits penting bagi kita semua. Hadits yang menjelaskan kepada kita betapa pentingnya membaca tahlil atau membaca kalimat tauhid. Itulah sebabnya di kalangan umat Islam, dinyatakan dengan ungkapan “afdhalu dzikri La ilaha illa Allah”. Jadi, sebaik-baik dzikir ialah kalimat “ La ilaha illa Allah”.
Adakah mudah untuk membaca kalimat tahlil ini di akhir hidup kita? Tentu saja tidak mesti mudah. Ada banyak cerita tentang bagaimana seseorang mengajari untuk membaca kalimat tauhid di kala ajal sudah mendekat dan ternyata tidak mudah mengucapkannya. Kalimat yang sangat mudah ini menjadi sangat sulit diucapkan. Di saat ajal mendekat, maka seseorang mungkin sudah dilanda kepanikan. Ada rasa takut yang luar biasa, dan ada perasaan yang kalut luar biasa. Di kala ajal menjemput, maka yang ada hanya rasa takut sebab malaikat pencabut nayawa atau Izrail mungkin saja datang dengan wujud aslinya, dan bayangan penderitaan juga sudah di depan mata. Maka mengucapkan kalimat tauhid bukan perkara mudah tetapi menjadi perkara yang sangat sulit. Sungguh sangat sulit untuk diucapkan, apalagi bagi orang yang jarang atau bahkan tidak pernah mengucapkannya.
Inilah yang disebut sebagai sakaratul maut, yang lazim di dalam bahasa Indonesia disebut “sedang sekarat” atau sedang menderita. Jadi kematian dianggap sebagai penderitaan. Padahal bagi orang yang salih, maka kematian hanyalah perpindahan dari satu alam ke alam lain, dari alam dunia ke alam kubur atau alam barzakh. Oleh karena itu para ulama kita mengajarkan agar kita terus membaca dzikir dengan kalimat tauhid. La ilaha illa Allah, dalam hitungan yang sudah ditentukan atau sesuka hati. Prinsipnya bacalah dzikir ini sebanyak-banyaknya. Dan yang paling penting ialah agar didalami maknanya, tidak sekedar terjemahan dalam bahasa Indonesianya “tidak ada Tuhan selain Allah”. Bisa direnungkan maknanya secara mendalam tentang bagaimana Allah itu wujud, dengan berbagai sifat yang melaziminya.
Di dalam doa yang sering kita lazimkan ialah membaca doa keselamatan di dalam kehidupan baik di dunia maupun selama proses perpindahan dari alam dunia ke alam barzakh dan juga alam akhirat. Doa kita itu menyatakan: “berikan kerahmatan ketika kematian, dan ampuni sesudah kematian, dan mudahkanlah selama proses kematian. Doa ini sedemikian penting sebagai bagian dari keinginan kita di dalam menjalani kehidupan ini.
Saya kira tidak ada orang yang tidak menginginkan keselamatan tersebut. Keselamatan adalah segala-galanya. Orang yang selamat di dalam kehidupan dunia dan juga selamat di dalam kehidupan akherat tentu merupakan dambaan bagi manusia muslim. Disebut sebagai orang muslim karena menjadi orang yang selamat.
Umat Islam dimohon agar terus menerus menyebarkan keselamatan. Coba kalau kita analisis, maka orang yang shalat juga diwajibkan untuk mengucapkan selamat kepada orang di sekitarnya, di sebelah kanan, kiri dan belakangnya. Hal ini menggambarkan bahwa keselamatan merupakan inti dari ajaran agama Islam, agama yang selamat dan menyelamatkan umatnya.
Berbahagialah kita semua bisa menjadi umat Islam, menjadi umat Muhammad saw, yang dijamin untuk memperoleh keselamatan bagi dirinya karena terus menerus menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman kehidupannya. Jadi, kita berkewajiban untuk menyelamatkan diri kita dan juga orang lain, sebagaimana doa kita dimaksud.
Wallahu a’lam bi al shawab.