PUASA: TIGA INDIKATOR IMAN (22)
PUASA: TIGA INDIKATOR IMAN (22)
Oleh: Muh. Yusrol Fahmi
Ramadhan 1440H sudah memasuki malam ke-23, pada kesempatan ini di Musholla Al-Ihsan, Perumahan lotus Regency, Ketintang Baru selatan IA, mendapat tamu kehormatan, yakni Dr. Candidate. KH. Cholil Umam, M.Pd.I. Beliau selain pengajar Pada Fakultas Dakah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, juga pengasuh di beberapa majlis ta’lim di wilayah Sidoarjo dan Surabaya.
Pada kesempatan itu, beliau mengawali tausiyahnya dengan menukil kitab klasik Nahsoihul Ibad karya Syekh Nawawi Al-Bantany, tentang tiga indikator keimanan. Dikisahkan dalam kitab itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada sahabat “Maa ‘Alamatu Iimaanikum (apa indikator kalian benar-benar dalam keadaan iman)?”, menanggapi pertanyaan tersebut, sahabat memberikan jawaban dengan tiga indikator. Pertama, Nashbiru ‘Alal Balaa (sabar dengan semua ujian Allah). Sebagai manusia beriman, siapapun itu: baik dari golongan orang kaya maupun miskin, pejabat atau orang biasa, ulama atau ustadz sekalipun. Semuanya pasti akan diuji. Dalam konteks ini, patut kiranya jika melihat pada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah: 214, yang berbunyi:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.
Ayat di atas memberikan gambaran kepada kita semua, bahwa setiap orang muslim pasti mendapatkan bermacam-macam cobaan baik berupa cobaan harta, penyakit, dan bencana. Dengan demikian, setiap hamba seyogyanya mengambil hikmah dari setiap kejadian tersebut, sebab kualitas seorang hamba jika mampu melewati ujian tersebut akan semakin meningkat.
Kedua, Nasykuru ‘Alar Rakhooi (bersyukur atas semua karunia Allah). Syukur ini merupakan amal dari bagian kasih sayang Allah kepada hambanya, sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7).
Maka setiap hamba allah yang beriman hendaknya selalu bersyukur atas apa yang didapatkannya, sebab jika kita tidak mensyukuri nikmat yang didapatkan maka Allah akan memberikan azab yang pedih bagi kita. Sebagai contoh -pengamalan syukur dalam kehidupan kita sehari-hari- , jika kita mempunyai hewan peliharaan -ayam dan sejenisnya- jika ada yang mati lima ekor atau lebih kita tetap bersyukur dengan megucap alhamdulillah yang mati hanya lima ekor dan yang tersisa masih lebih dari cukup.
Dalam kondisi tertentu, lebih baik kita tidak perlu minta dan berdo’a kepada Allah meminta ini-itu tetapi kita bisa bersyukur. Sebab jika kita meminta dan berdo’a kepada Allah namun sikap dan hati kita masih saja mengeluh, maka tiada artinya do’a yang kita panjatkan kepada Allah. Akan tetapi lebih sempurna sikap syukur kita diimbangi dengan do’a yang proporsional.
Ketiga, Wanardhoo Bil Qodari (Ridha atas Takdir-Nya). Ikhlas dan kerelaan atas peristiwa dan kejadian yang menimpa kita, hal ini menjadi bukti atas keimanan kita di hadapan-Nya. Sebab apa yang terjadi pada diri kita merupakan ketentuan dan kehendakNya yang sudah ditetapkan dan atas izinNya.
Semoga kita semua mampu dan dimudahkan dalam mencapai kesempurnaan iman, sebab betapun takdir Allah adalah takdir Allah. Kita tidak mungkin menolak takdirNya. Mudah-mudahan kita diberi kesabaran dan kekuatan dalam menerima takdir Allah serta diberi kecerdasan mengambil hikmah atas setiap takdirnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.