• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

Puasa: Memperbanyak Shalawat di Bulan Penuh Rahmat (14)

PUASA; MEMPERBANYAK SHALAWAT DI BULAN PENUH RAHMAT

Oleh: Khobirul Amru

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, pada malam ke 14 ini, kita masih diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk melaksanakan ibadah, sholat isya’ dan insha Allah tarawih dan witir secara berjamaah. Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan kultum dengan tema, “Memperbanyak Shalawat di Bulan yang Penuh Rahmat.” Namun sebelumnya, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi, khususnya terkait nama “Nabi Muhammad” SAW.

Pertama, berkenaan dengan asal-mula diberinya nama Rasul terakhir ini dengan sebutan “Muhammad”, Syaikh Ibrahim al-Bajuri menjelaskan dalam kitabnya, Tuhfatul Murid Sharh Jauharatut Tauhid. Bahwa tatkala Ibu Aminah mengandung Rasulullah SAW, beliau bermimpi bertemu dengan seseorang yang berkata kepada beliau, “Jika engkau melahirkannya, maka namailah ia dengan panggilan Muhammad.” Tatkala ‘Abdul Muthallib diberi tahu tentang hal itu, maka—pada saat Rasulullah SAW lahir—dinamailah beliau dengan panggilan Muhammad, dengan harapan kelak dipuji oleh penduduk langit dan bumi. (Allah SWT pun mewujudkan harapannya itu) Namun pada hakikatnya, yang menamai Rasulullah SWT tersebut adalah Allah SWT sendiri, karena Dia telah menampakkan nama itu sebelum kelahiran beliau, di dalam kitab-kitab (samawi).

Kedua, bahwa di dalam al-Quran, tidak didapatkan —setidaknya menurut pengamatan kami pribadi— panggilan langsung kepada Rasulullah SAW dengan sebutan “Muhammad”. Memang ada nama Muhammad atau Ahmad di dalam al-Quran, tetapi ayat-ayat yang mengandung kedua nama itu, bukan dalam konteks “panggilan langsung/nida’”, melainkan dalam bentuk “berita”. Seperti firman Allah dalam surah Ali ‘Imran [3]: 144 dan al-Saff []: berikut ini:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٞ قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِهِ ٱلرُّسُلُۚ أَفَإِيْن مَّاتَ أَوۡ قُتِلَ ٱنقَلَبۡتُمۡ عَلَىٰٓ أَعۡقَٰبِكُمۡۚ وَمَن يَنقَلِبۡ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِ فَلَن يَضُرَّ ٱللَّهَ شَيۡ‍ٔٗاۗ وَسَيَجۡزِي ٱللَّهُ ٱلشَّٰكِرِينَ ١٤٤

Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur.

وَإِذۡ قَالَ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ إِنِّي رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيۡكُم مُّصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيَّ مِنَ ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَمُبَشِّرَۢا بِرَسُولٖ يَأۡتِي مِنۢ بَعۡدِي ٱسۡمُهُۥٓ أَحۡمَدُۖ فَلَمَّا جَآءَهُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِ قَالُواْ هَٰذَا سِحۡرٞ مُّبِينٞ ٦

Dan (ingatlah) ketika ‘Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Isra’il! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata.”

Lantas bagaimana al-Quran “menyapa” Rasulullah SAW? Berdasarkan hasil penelitian, setidaknya ada 4 sebutan yang digunakan oleh al-Quran ketika hendak menyeru beliau dengan redaksi langsung. Yakni al-Rasul, al-Nabi, al-Muzammil dan al-Muddatstsir. Sebagaimana ayat-ayat berikut ini:

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغۡ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَۖ

Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan Pemeliharamu.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ

Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita orang-orang mukmin supaya mereka mengulurkan atas diri mereka jilbab mereka.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُزَّمِّلُ ١

Wahai (Nabi Muhammad SAW) yang berselimut!

يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُدَّثِّرُ ١

Wahai (Nabi Muhammad SAW) yang berselimut!

Selanjutnya, mengenai keistimewaan/keajaiban shalawat, ada satu kisah menarik yang patut dipahami dan diteladani. Alkisah, ada seorang lelaki yang terlilit hutang hingga mencapai 500 dinar. Kemudian, tatkala orang-orang menagih hutangnya, ia terpaksa menemui seorang pedagang dengan maksud meminjam uang 500 dinar untuk melunasi hutang-hutangnya. Setelah perjanjian disepakati, ia pun segera melunasi hutang-hutangnya dengan uang pinjaman itu.

Hari-hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan, hingga tibalah tempo pelunasan uang pinjaman. Si pedagang pun segera menemui lelaki miskin tersebut dan menagih hutangnya. Ternyata, ia masih belum mampu melunasinya. Merasa dibohongi, si pedagang pun mengadukan perkaranya ke al-Qadhi (Hakim). Singkat cerita, al-Qadhi menjatuhi hukuman penjara bagi si miskin, hingga ia bisa melunasi hutangnya.

“Duhai Hakim, berilah kesempatan kepadaku untuk menemui istri dan anak-anakku agar mereka tau keadaanku, tidak mengkhawatirkanku. Besok, saya akan kesini lagi!”, pinta si miskin kepada sang hakim.

“Apa jaminan yang engkau berikan, bahwa besok kamu akan kembali kesini?!”, tanya hakim.

“Jaminanku adalah Rasulullah SAW. Jika besok aku tak kembali ke sini, maka saksikanlah di dunia dan di akhirat bahwa aku bukan lagi termasuk umatnya Rasulullah SAW!,” jawab si miskin dengan tegas dan penuh pengharapan.

Berhubung sang hakim tergolong muslim yang saleh, ia pun menerima jaminan tersebut dan mempersilahkan si miskin menemui keluarganya. Sesampai di rumah, lelaki miskin itu menceritakan kepada istrinya perihal kejadian yang dialaminya. “Disebabkan Rasulullah SAW lah engkau diperbolehkan kembali ke rumah. Untuk itu, mari kita membaca sholawat sersama-sama. Semoga Allah SWT memberikan jalan keluar dengan barokah beliau (sholawat),” ucap si istri kepada suaminya.

Mereka pun duduk dan membaca sholawat kepada Rasulullah SAW bersama-sama, hingga mereka tertidur. Masya Allaaah…., di dalam tidurnya, lelaki miskin itu bertemu dengan Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda kepadanya, “Besok pagi, pergilah ke al-wali (pemimpin/raja) itu, sampaikanlah salam dariku kepadanya, dan katakan kepadanya, ‘Rasulullah SAW meminta/menuntutmu untuk melunasi hutangku.’ Jika ia bertanya tentang tanda-tanda kebenaran ucapanmu, maka katakanlah kepadanya bahwa ada dua tanda/bukti. Pertama bahwa pemimpin/raja itu mempunyai kebiasaan bersholawat kepadaku 1000 kali setiap malam yang tidak pernah ia tinggalkan. Kedua, bahwa pada malam ini ia salah dalam hitungannya (tidak mencapai 1000 kali). “

Ketika terbangun dari tidurnya, lelaki miskin itu pun segera menemui pemimpin tersebut. Si miskin berkata, “Rasulullah SAW menyampaikan salam kepadamu dan menyuruhmu untuk melunasi hutangku.”

“Berapa hutangmu?”, tanya sang raja.

“500 dinar.”

“Apa bukti kebenaran ucapanmu ini?”

“Ada dua bukti. Pertama, bahwa engkau mempunyai kebiasaan membaca sholawat kepada Rasulullah SAW 1000 kali tiap malam.”

“Engkau benar,” sang raja pun menangis.

“Kedua…,” lelaki miskin itu melanjutkan penjelasannya, “Bahwa tadi malam engkau salah dalam hitunganmu (belum sampai 1000 kali), dan Rasulullah SAW memberikan kabar gembira kepadamu bahwa hitungan itu telah mencapai sempurna.”

“Engkau benar….”, jawab sang raja sambal menangis tersedu-sedu. Maka sang raja segera memberinya uang 500 dinar dari Baitul Mal, dan menambahkannya 2500 dinar dari uang pribadinya sambal berkata, “Ini sebagai bentuk penghormatanku kepadamu, dan atas salam dari Rasulullah SAW yang engkau sampai kepadaku.”

Lelaki miskin itu pun dengan gembira segera menemui sang hakim. Ketika masuk ke pengadilan, ternyata sang hakim sedang menunggunya dan di tangannya terdapat bungkusan yang berisi uang. Ia berkata kepada lelaki miskin itu, “Saya akan melunasi hutangmu, ini 500 dinar untukmu. Karena tadi malam aku bertemu dengan Rasulullah SAW lantaran kamu. Beliau bersabda kepadaku, ‘Bayarlah hutangnya lelaki itu, niscaya di hari kiamat kelak kami akan melunasimu.’”

Tiba-tiba, si pedagang masuk, dan berkata kepada sang hakim, “Duhai Tuanku, sesungguhnya aku telah memaafkannya, dan ini ada 500 dinar sebagai hadiah dariku untuknya, karena sungguh aku telah bertemu dengan Rasulullah SAW disebabkan olehnya.  Beliau bersabda kepadaku, “Jika engkau memaafkannya, niscaya kelak kami akan memaafkanmu di Hari Kiamat.”

Nah, cerita di atas kiranya cukup menjadi pelajaran buat kita semua bahwa betapa dahsyat kemuliaan dan keajaiban sholawat kepada Rasulullah SAW. Semoga di bulan Ramadhan yang penuh rahmat ini, kita bisa memperbanyak membaca sholawat kepada beliau SAW. Aaamiin.

Categories: Opini
Comment form currently closed..