Puasa: Amal Manusia Istimewa (15)
Puasa: Amal Manusia Istimewa (15)
Muh. Yusral Fahmi
Alhamdulillah pada malam ramadlan ke-15 di Musholla Al-Ihsan, Perumahan Lotus Regency Ketingtang Baru Selatan, mendapat tamu kehormatan penceramah yakni Dr (Cand). KH. Cholil Umam, M.Pd.I. Beliau adalah dosen pada Fakultas dan Ilmu Komunikasi UIN Sunan Ampel, juga penceramah yang sekaligus pengasuh majelis ta’lim dibeberapa perumahan di wilayah Sidoarjo-Surabaya.
Mengawali ceramah, beliau menyampaikan tentang empat amal perbuatan yang amat sulit dilakukan oleh ummat manusia dalam situasi dan kondisi pada umumnya. Empat amal tersebut seperti yang disampaikan Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah, dalam kitab Nashaihul ‘Ibad karya Syaikh Muhammad Nawawi al-jawi al-Banteni, yaitu: Pertama, al’afwu ‘indal ghadhab; Kedua, al juudi fil ‘usroh; Ketiga, al-iffah fil khulwah; dan Keempat, qaulul haq liman yahofuhu au yajuruhu.
Amal perbuatan pertama yang dianggap berat untuk dilakukan adalah al’afwu ‘indal ghadhab -memberi maaf ketika dalam keadaan emosi- dalam keadaan emosi pada umumnya memaafkan bukanlah sesuatu hal yang mudah dilakukan, lebih-lebih ketika seseorang itu dalam posisi memiliki kewenangan dan kesempatan untuk marah. Tetapi dalam posisi dan kewenangan yang dimilikinya seseorang itu mengambil jalan sikap memaafkan atas kesalahan dan perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya merupakan sikap terpuji dan patut mendapatkan apresiasi.
Dalam konteks di atas, Abu Bakar Asshidiq memberikan nasihat, bahwa “apabila lisan ucapan seseorang itu rusak disebabkan oleh marah dan emosi, banyak orang yang hatinya menangis”. Petikan nasihat tersebut jika kita bawa dalam konteks praktis, misalnya dalam sebuah institusi kenegaraan atau swasta, jika pimpinan berucap tidak baik atau lebih jauh marah-marah maka bawahan bisa menangis. Tidak lain pula, jika dalam sebuah keluarga seorang isteri yang berkata tidak baik maka seorang suamin pun akan menangis sebab ucapan itu.
Pada taraf ini, suatu hari Rasulullah SAW dimintai nasihat oleh seorang sahabat, maka Rasulullah berpesan: kendalikan diri, jangan emosi, jangan marah. Niscaya surga untukmu. Hal ini senada dengan salah satu indikator ciri orang bertaqwa: yaitu memaafkan, yang didasari hati jembar maka akan mudah memaafkan kesalahan orang lain, lebih-lebih memaafkan ketika sedang marah.
Kedua, al juudi fil ‘usroh –menumbuhkan sikap loman dan dermawan dalam keadaan sempit-. Amal perbuatan ini jika terjadi dalam kondisi kita sedang longgar dan rezeki jembar itu mudah, yang susah adalah ketika dalam kondisi kesulitan ada orang lain yang datang dan meminta bantuan kepada kita. Di sinilah kualitas keimanan kita diuji, hati kita diuji, dan pada akhirnya akan nampak kualitas akhlak kita.
Sebagai contoh, dalam kehidupan keseharian kita mungkin sering mendengar “wong banyak masalah dan banyak kesulitan kok malah menolong orang”. Harusnya yang kita lakukan justru menolong orang tersebut, sebab kedatangan orang tersebut kepada kita bukan atas kemauan sendiri akan tetapi digerakkan oleh Allah SWT. Kita jadikan kesulitan orang lain dan pertolongan orang lain itu sebagai washilah akan datangnya pertolongan Allah SWT, sebab sejatinya yang menolong bukanlah kita melainkan Allah SWT. Ini merupakan pengembangan sikap menafkan sebagian dari rezeki yang diberikan Allah baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit.
Ketiga, al-iffah fil khulwah –menjaga diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah dalam keadaan sendirian-. Sebagai contoh, Nabi Yusuf AS, ada peluang untuk melanggar larangan Allah, tetapi beliau menjadikan Allah sebagai pengawas. Atau contoh dalam kehidupan kita, seandainya kita di jalan dan menemukan dompet yang dalam kejadian itu tidak ada seorang pun. Maka dalam keadaan seperti inilah hati dan iman kita diuji, dikembalikan atau tidak.
Keempat, qaulul haq liman yahofuhu au yajuruhu –mengucapkan dan menyampaikan kebenaran kepada orang yang ditakuti serta diharapkan. Ini biasanya berlaku di birokrasi, yang mana pimpinan kita melakukan kesalahan dan diingatkan bawahannya, bisa jadi bawahan yang mengingatkan dibenci bahkan bisa jadi dimutasi. Siapakah orang membutuhkan perlindungan dan sangat kita harapkan?, ini bisa terjadi dalam relasi orang tua dan anak. Dimana ketika ada orang tua yang melakukan kesalahan, kita yang dalam posisi sebagai anak akan mengingatkan orang tua terasa berat sekali. Bahkan jika terjadi sebaliknya, ketika anak melakukan kesalahan kemudian orang tua akan mengingatkan kesalahan anak terasa berat bahkan ada rasa tidak tega untuk menyampaikan.
Dari empat macam amal perbuatan itu, apabila kita bisa melakukannya maka pahala besar layak kita dapatkan. Akhirnya, siapapun yang dapat melaukan empat amal tersebut dapat dikategorikan sebagai manusia yang istimewa.
Mudah-mudahan kita semua diberikan Allah kemudahan melaksanakan empat macam perbuatan tersebut.
Wallahu a’lam bi al shawab