PUASA; MENGENAL ALAM MANUSIA (9)
PUASA; MENGENAL ALAM MANUSIA (9)
Pada hari Senin, 9 Ramadlan 1440 H atau bertepatan dengan tanggal 14 Mei 2019, saya memberikan ceramah agama pada Jamaah Shalat Tarawih di Musalla Al Ihsan perumahan Lotus Regency, Ketintang Selatan Surabaya. Sebagaimana biasa, tarawih berjamaah di Mushalla ini diikuti oleh jamaah lelaki dan perempuan dari perumahan Lotus dan juga beberapa orang lain yang sengaja melakukan shalat di tempat lain.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan ceramah dengan tema: “Mengenali alam manusia dari masa lalu hingga yang akan datang”. Saya menggunakan konsepsi para ahli tasawuf (Jawa) tentang pembagian alam menjadi 4 (empat) era atau waktu. Yaitu: Pertama, alam ruh atau alam persaksian atau alam kesaksian. Di dalam hal ini, semua makhluk manusia ditanya oleh Allah, yang berbunyi: “Alastu birabbikum, qalu bala syahidna.” (Surat al A’raf, 172). Allah menyatakan kepada seluruh manusia yang tercipta dan masih berada di dalam alam ruh dengan pertanyaan dasar “Bukankah aku ini Tuhanmu”, secara kompak manusia di alam ruh menyatakan mereka menyaksikannya. Makanya, ini merupakan proses kesaksian dan janji manusia kepada Tuhannya, bahwa hanya Allah saja yang disaksikan sebagai Tuhannya atau yang bisa disembahnya. Rabb dalam konteks ini ialah Tuhan sebagai sesembahan atau pemujaan dan sekaligus sebagai pencipta serta pemilik alam seluruhnya.
Semenjak itu, manusia sudah berjanji bahwa mereka akan menyembah Allah sebagai Tuhan, sesembahan seluruh manusia dan seluruh alam ini. Harus diingat bahwa yang melakukan sesembahan dan patuh terhadap Tuhan Allah bukan saja manusia akan tetapi seluruh alam ciptaannya. Ibaratnya di alam ini, seluruh kontrak kita kepada Tuhan itu telah ditandatangani. Surat Perjanjian Kontrak (SPK) ditandatangani pada saat sebagaimana Allah berfirman di dalam Al Qur’an, Surat Al A’raf, 173 di atas.
Kedua, Lalu, roh tersebut berpindah dari alam Ruh ke alam dunia melalui medium alam buthun atau alam di kala manusia dikandung oleh Ibundanya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang pertemuan antara sperma dan ovum kemudian menghasilkan nuthfah (segumpal darah, dalam waktu 40 hari) dan dalam 40 hari kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal daging) dan menjadi mudhghah (segumpal daging) yang di saat itu kemudian ditiupkan ruh oleh Malaikat atas perintah Allah ke dalam jasadnya, dan selanjutnya menjadi orok di dalam perut, yang kemudian akan lahir dari kandungan setelah usianya kurang lebih 9 (Sembilan) bulan. Masuklah seseorang ke dalam alam dunia atau alam “ngelakoni Janji” atau “melaksanakan janji”. Di sinilah manusia harus mengerjakan pekerjaan yang sudah menjadi SPK di masa alam ruh.
Ada pekerjaan yang harus dilakukan oleh manusia, termasuk jin ialah: 1) mengabdikan diri kepada Allah. Di dalam Al Qur’an, surat Adz Dzariyat, 56, Allah berfirman: “wa ma khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun”. Yang artinya: “dan tidak kami ciptakan sebangsa Jin dan manusia kecuali untuk beribadah”. 2) membangun relasi yang baik dengan Allah, manusia dan alam atau hablum minallah, hablum minan nas atau hablum minal alam. 3) menyeimbangkan kehidupan jasmani dan rohani , kehidupan duniawiyah dan ukhrawiyah. Sesuai dengan perjanjian itu manusia harus membangun keserasian untuk mengupayakan kehidupan di dunia dan untuk akherat. Manusia harus bermanfaat bagi keluarganya, komunitasnya, masyarakat serta nusa dan bangsanya. Dan manusia juga harus berguna bagi agamanya.
Ketiga, alam kubur atau alam barzakh atau alam “ngaweruhi janji.” Ruh manusia berpindah dari alam dunia ke alam kubur. Kematian sesungguhnya adalah peristiwa perpindahan dari alam dunia ke alam kubur. Jadi sesungguhnya yang mati hanyalah fisiknya atau jasadnya saja, sedangkan ruhnya tetap hidup hanya saja di alam lain. Sebagai alam lanjutan, maka di alam kubur manusia sudah tidak bisa lagi melakukan persembahan kepada Allah. Manusia yang sudah mati hanya berkeinginan agar mendapatkan kiriman doa dari anak-anaknya atau keluarganya, jika manusia sudah mati atau ke alam kubur. Di sini sudah ditunjukkan apakah dia termasuk orang baik atau orang jahat. Orang beribadah atau tidak beribadah. Pancaran kenikmatan sudah ditunjukkan oleh Allah dan pancaran kepedihan juga sudah diinformasikan.
Anak yang shalih tentu merupakan asset yang luar biasa bagi orang tua yang sudah meninggal. Di kala amal-amalnya sudah terputus, maka peran anak sebagai penerus orang tua untuk mendoakannya. Di dalam hadits diungkapkan, yaitu; “waladin shalihin yad’ulahu”. Jadi yang diinginkan orang yang sudah meninggal ialah doa anak shalih.
Keempat, alam akherat atau “alam nompo hasil kelakuan” atau alam balasan kelakuan. Alam akherat adalah alam ruh tahap akhir dari rangkaian perjalanan ruh manusia. Di alam ini, maka Allah menyediakan untuk hambanya yang taat dan hambanya yang tidak patuh. Allah menjanjikan bagi hambanya yang patuh maka akan dibalas dengan surga atau al jannah dan yang tidak taat dengan balasan neraka atau al nar. Jadi untuk bisa memasuki surga atau neraka tentu sangat tergantung kepada amal ibadah dan tindakan kita selama hidup di dunia. Alam akherat disebut sebagai alam abadi, alam akhirat itu berisi kehidupan di surga dan neraka. Alam ini merupakan alam pembalasan terhadap perilaku manusia ketika hidup di dunia.
Di dalam al Qur’an dinyatakan bahwa kehidupan di akherat itu lebih baik dibanding kehidupan sebelumnya, alam ruh, alam dunia dan alam kubur. Al Qur’an menyatakan di “dalam Surat Adh Dhuha, ayat 4, “Walal akhiratu khoriul laka minal ula. yang artinya: “Niscaya kehidupan akherat lebih baik dari kehidupan sebelumnya”. Tentu saja bagi mereka yang melaksanakan perjanjian dengan sebaik-baiknya. Alam akherat merupakan alam panjang dan tak berujung, dan hanya Allah saja yang mengetahui tentang hal ini. Islam hanya menggambarkan perumpaan-perumpamaan tentang kehidupan akherat, baik kehidupan yang nyaman di surge dan kehidupan yang sengsara di neraka.
Oleh karena itu manusia harus berusaha untuk berlaku baik agar mendapatkan surganya Allah dan menghindari larangannya agar terbebas dari nerakanya Allah. Namun karena rahman dan Rahim Allah bisa saja terjadi ada orang yang mampir ke neraka dulu untuk memperoleh hukumannya dan setelah itu bisa masuk ke surge Allah.
Kita tentu berdoa semoga kita langsung bisa masuk surge dengan amalan ibadah kita. tentu termasuk kitab telah menjalankan puasa Ramadlan.
Wallahu a’lam bi al shawab.