• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PUASA; MENELADANI ORANG-ORANG SHALIH (8)

PUASA; MENELADANI ORANG-ORANG SHALIH (8)

Pada hari ke delapan tarawih, Ustadz Khobirul Amru yang memberikan ceramah agama ba’da shalat Isyak menjelang shalat tarawih. Tema yang diberikan ialah “Meneladani Orang Shalih”. Bahasan yang menarik, sebab memberikan contoh riil dalam sejarah perjalanan umat Islam, khususnya di era Khulafaur Rasyidin dan Tabiit-tabiin.

Ustadz Khobir memulai ceramahnya dengan memberikan ilustrasi tentang dua hal, yaitu: Pertama, kejadian pada zaman khulafaur rasyidin, khususnya Sayyidina Umar ibn Khattab, sebagai khalifah kedua sesudah wafatnya Sayyidina Abu Bakar ash Shiddiq. Sebagai khalifah Beliau banyak membuat inovasi, misalnya tentang hukuman penjara sebagai pengganti hukuman potong tangan, bagi pencuri yang terpaksa mencuri karena untuk makan, lalu pengumpulan mushhaf al Qur’an yang tercecer di kulit onta, kulit kambing, pelepah kurma, dan sebagainya, mengingat bahwa banyak sahabat Nabi yang hafal Al Qur’an kemudian meninggal di medan peperangan.

Beliau termasuk pemimpin yang bahasa sekarang disebut menyukai blusukan. Beliau suka turba untuk mendengarkan apa dan bagaimana suara rakyatnya. Pada suatu malam, tanpa pengawal –sebagian ahli menyatakan disertai seorang pengawalnya—beliau tanpa sengaja mendengarkan pembicaraan antara Ibu dan anak tentang susu perahan yang akan dijual. Khalifah Umar ibn Khattab mendekat dan mendengarkan dialog Ibu dan anaknya itu. Ibunya menyatakan: “sebaiknya susu ini dicampur dengan air saja agar menjadi lebih banyak sebab Khalifah tentu tidak tahu apa yang kita lakukan.” Anaknya justru menyangkalnya. Anak ini menyatakan: “jangan Ibu sebab kalau ketahuan Khalifah kita akan dimarahi dan duhukum. Lagi pula, mungkin khalifah tidak tahu tetapi Allah pasti tahu apa yang kita lakukan”.

Terkesima Sayyidina Umar mendengar ucapan anak perempuan itu. Maka pada suatu hari Khlaifah Umar mengajak anaknya –lelaki (Ashim ibn Umar)— untuk datang di rumah perempuan itu dan meminta supaya anaknya bisa dinikahkan dengan putranya. Dan sebagaimana kita ketahui bahwa dari perkawinan ini kemudian melahirkan seorang khalifah yang hebat ialah Umar Ibn Abdul Aziz, yang dikenal sebagai khalifah yang sangat baik, bijaksana, berintegritas dan berkeadilan.

Kedua, suatu peristiwa zaman tabiit-tabiin, yaitu terkait dengan Imam Syafi’i. Pada suatu ketika ada seorang anak muda (Idris bin Abbas) yang suka petualang untuk mencari ilmu dan lewatlah dia di pinggir sungai dan ditemui buah delima mengambang di sungai tersebut. Maka buah delima itu dimakannya. Setelah sampai di dalam perutnya, tiba-tiba beliau sadar. “Buah delima siapa yang saya makan.” Beliau menyesal yang luar biasa, dan akhirnya beliau berupaya untuk menemukan siapa pemilik buah tersebut. Disusurinya sungai itu ke hulu dan bertemulah dengan perkebunan buah delima yang ada batangnya yang menjorok ke sungai. Bergegaslah pemuda itu menemui pemiliknya. Beliau meminta agar pemilik kebun tersebut mengikhlaskan buah yang sudah dimakannya. Tetapi ternyata pemilik kebun itu meminta agar Beliau bekerja selama beberapa tahun. Terus dan terus ditahan tidak boleh keluar dari perkebunan, akhirnya dijadikan sebagai karyawan di situ untuk menebus kekhilafannya. Sampai akhirnya, pemilik kebun tersebut menawarkan anaknya perempuan untuk menjadi isterinya untuk menebus kesalahannya. Perempuan itu bernama Fathimah. Diceritakan bahwa anaknya perempuan itu buta, tuli, dan lumpuh. Akan tetapi agar beliau diikhlaskan memakan buah delima, maka tawaran tersebut diterimanya dengan ikhlas. “Ya saya terima keinginan Bapak agar saya menikahi putri Bapak agar saya memperoleh keikhlasan memakan buah dari kebun Bapak”. Setelah dinikahkan, maka disuruhlah pemuda itu untuk menemui isterinya. Dia ketuk pintu dan mengucapkan salam. Ternyata dari dalam kamar ada suara menjawab salamnya. Beliau kembali ke mertaunya. “Pak apa tidak salah. Perempuan yang di dalam kamar itu bukan bisu, dia bisa berbicara menjawab salam saya”. Oleh mertuanya dinyatakan: Ya sudahlah kamu ke situ, itu ada isteri kamu”. Si pemuda mendatangi lagi kamar itu dan masuk ke dalam. Betapa kagetnya sebab yang ditemui itu seorang perempuan yang cantik, tidak buta, tidak tuli dan juga bisa berjalan”. Maka beliau datang lagi ke mertuanya: “Pak itu bukan istri saya, sebab isteri saya itu buta tuli dan lumpuh”. Maka akhirnya dijelaskan, “puteri saya itu buta karena matanya tidak pernah melihat hal-hal yang jelek-jelek, tidak mendengar kata yang kotor dan menyakitkan, dan dia tidak pernah berjalan di dalam kemaksiatan. Ambillah, dia isterimu”.

Dari perkawinan ini kemudian melahirkan Abu Abdullah Muhammad ibn Idris al Syafi’i atau dikenal sebagai Imam Syafi’i, yang sangat luar biasa sebagai mujahid Islam dan pemikir yang ahli fiqih, tafsir, sastra, bahasa dan hadits serta sangat wira’i dan ahli tasawuf. Dari dua gambaran ini, dapat diambil satu manfaat, bahwa anak yang dilahirkan oleh dua orang tua yang sangat baik, tidak diberi makan kecuali yang halal, dan diajarkan dengan agama yang sangat baik, maka akan menjadi manusia yang bermanfaat.

Jadi, cerita ini dapat menginspirasi kita semua agar kita bisa meneladani orang-orang baik yang kebaikannya terkenang sepanjang masa. Dan kita juga mestinya bisa.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..