• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PUASA: UPAYA MENJADI MUTTAQIN (1)

PUASA: UPAYA MENJADI MUTTAQIN (1)

Ada yang saya syukuri di awal Ramadlan tahun ini, 1440 H atau 2019 M, ialah telah digunakannya Mushalla Al Ihsan, di Perumahan Lotus Regency, Ketintang Selatan, Surabaya. Mushalla yang diinginkan tersebut telah berdiri di tempat fasilitas umum perumahan dan berdiri dengan kokoh dan cantik, meskipun tidak terlalu luas untuk ukuran tempat ibadah.

Tahun ini kita bisa bertarawih berjamaah di Mushalla al Ihsan bersama warga perumahan. Ada rasa bangga dan sekaligus syukur atas berdirinya Mushalla al Ihsan, sebab menurut cerita sudah cukup lama keinginan membangun mushalla tersebut diimpikan, dan baru pada tahun 2019 mushalla tersebut bisa dibangun dan didirikan. Saya mengapresiasi atas kerja keras warga RT 005, RW 008, Kelurahan Ketintang, Kecamatan Gayungan yang telah berpartisipasi di dalam mendirikan Mushalla Al Ihsan tersebut.

Saya mendapatkan kesempatan pertama untuk menjadi penceramah “kuliah tujuh menit” atau yang disingkat “kultum”. Memang tidak banyak hal yang saya sampaikan tentu mengingat waktu yang sangat terbatas. Dalam waktu 7 (tujuh) menit harus menyampaikan pengetahuan mengenai ajaran Islam, khususnya tentang puasa. Ceramah ini dilakukan dengan harapan bahwa apa yang disampaikan dalam ceramah tersebut bisa menjadi pemahaman dari para jamaah shalat tarawih.

Sebagai awal bulan Ramadlan, maka tentunya saya sampaikan hal-hal mendasar tentang puasa. Yaitu hikmah puasa dalam kerangka mendidik manusia agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah swt melalui instrument puasa. Sebagaimana diketahui bahwa dalil al Qur’an yang paling laris pada bulan Ramadlan ialah: “Ya ayyuhal ladzina amanu kutiba alaikumush shiyam kama kutiba alal ladzina min qablikum la’allakum tattaqun (Surat Al Baqarah, ayat 183).” Yang artinya: “wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” Ayat ini memberikan arahan dan sebagai pedoman agar manusia menjadikan puasa sebagai instrument untuk menggapai ketaqwaan.

Ketaqwaan itu diindikatori dengan keyakinan yang sepenuhnya, ibadah yang sepenuhnya, dan amalan-amalan keagamaan yang sepenuhnya. Bahkan juga tidak hanya dalam pengabdian kepada Allah melalui amalan-amalan keagamaan, akan tetapi juga pengabdian kepada sesama manusia dan bahkan kepada alam seluruhnya. Pengabdian itu dalam bentuk membangun relasi dengan Tuhan dengan sepenuh keyakinan dan pengamalan keagamaan, membangun relasi dengan sesama manusia dalam bentuk tindakan yang elok dan menyenangkan dan bukan tindakan yang menyebalkan dan menyusahkan, dan juga membangun relasi dengan alam dalam bentuk memanfaatkan alam secara seimbang, menjaga ekosistem lingkungan dengan sebaik-baiknya. Jika kita berbuat baik kepada alam, maka Allah swt dapat memerintahkan alam untuk berbuat baik kepada manusia. Jangan mengekploitasi alam sekehendak kita, sehingga alam pun tidak bersahabat dengan kita.

Ketaqwaan adalah pencapaian atau achievement dan bukan perolehan atau something given. Jadi manusia harus berusaha dengan sekuat tenaga, fisik dan spiritual agar bisa sampai kepada derajat taqwa. Sebagai pencapaian, maka keberhasilannya sangat tergantung dari upaya yang kita lakukan. Dan Allah swt pasti menjamin siapapun yang bisa mencapai derajat taqwa maka dialah orang yang beruntung. Keberuntungan dengan demikian, sangat tergantung pada upaya lahiriyah dan batiniah kita. Dan Bulan Ramadlan adalah bulan yang dijadikan oleh Allah sebagai bulan instrumen ketaqwaan dimaksud.

Kita bersyukur kepada Allah dengan menjadi manusia Indonesia. Kita menjadi orang Islam di Indonesia. Kenyataan ini yang harus kita syukuri. Coba bayangkan kalau kita menjadi orang Amerika Utara—misalnya Canada, atau orang Skandinavia—maka siang harinya sangat panjang, sementara itu malamnya sangat pendek. Saya pernah di Canada, selama satu bulan, maka shalat magrib dilaksanakan pada jam 21.00 malam dan shalat shubuh dilakukan pada jam 03.00 dini hari. Dan ini tentu berakibat pada pelaksanaan puasa yang jauh lebih lama dari 12 jam. Di Indonesia, puasa 12 jam, sebab waktu imsyak pada saat yang tepat dan ifthar dalam waktu yang tepat. Oleh karena itu, mari kita bersyukur kepada Allah swt, atas kenikmatan kita menjadi orang Indonesia.

Sesungguhnya, menjadi orang Islam itu tidak sulit, sebab system akidahnya tidak rumit. Ilmu tauhid mengajarkan bahwa Allah itu tidak berbilang, Allah itu satu-satunya yang menciptakan system tata surya secara utuh, Allah itu tidak dipersekutukan dengan lainnya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan Allah adalah dzat yang mula pertama tanpa permulaan dan yang terakhir tanpa akhiran. Di dalam system tata surya ini, maka Allah yang berkuasa dan yang menjadi pemiliknya. Dialah satu-satunya Dzat yang bisa disembah dan dipatuhi perintahnya dan tiada sekutu baginya. Dialah Dzat yang maha Rahman dan Rahim, yang maha menyayangi dan mengasihi kita semua.

Dalam system ibadah juga sangat simple. Tidak membutuhkan aturan-aturan yang rumit di dalamnya. Ajaran ibadah tersebut terkonstruksi di dalam rukun Islam, yaitu menusia bersaksi atas keberadaan Allah dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah, lalu menyelenggarakan shalat , zakat dan puasa dan berhaji ke Baitullah jika memiliki kemampuan ekonomi dan kesehatan. Islam tidak mengajarkan tentang system peribadahan yang berhirarkhi melalui manusia, akan tetapi langsung kepadanya. Allah akan menjawab atas keinginan kita. Allah akan mengabulkan do’a kita.

Kita bersyukur bisa bertemu kembali dengan Bulan Ramadlan, sebagaimana doa kita “Ya Allah berkahilah kami di Bulan Rajab dan Sya’ban dan berikan peluang bagi kami untuk menjumpai Bulan Ramadlan”. Doa kita itu sudah dikabulkan Allah dan sudah saatnya kita bergembira atas capaian kita menjumpai bulan Ramadlan.

Saya yakin bahwa dengan mengamalkan amalan-amalan kebaikan di bulan ini, maka Allah pasti akan meridloi kita semua. Tiada yang lebih dirindukan oleh umat Islam di dalam kehidupan ini, kecuali keridlaan Allah. Dan jika ini yang didapatkan oleh manusia, maka inilah makna terdalam dari puasa kita.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..