BLIMBINGSARI CREATIVE CRAFT: KREATIVITAS SEBAGAI MODAL EKONOMI
BLIMBINGSARI CREATIVE CRAFT: KREATIVITAS SEBAGAI MODAL EKONOMI
Di dalam acara saya untuk memberikan training mengenai kepemimpinan spiritual, saya diajak untuk melihat kerajinan yang diinisiasi oleh alumi STAIN Jember dan sekarang menjadi pengusaha kerajinan yang cukup berhasil. Usaha ini sudah digeluti semenjak tahun 2002 dan telah menuai “keberhasilan” yang memadai di tengah gerakan ekonomi kreatif yang ternyata justru mampu bertahan di era disrupsi ekonomi sekarang ini.
Saya diminta oleh Prof. Babun Suharto untuk menjadi salah seorang narasumber di dalam acara pembekalan kepemimpinan bagi para pejabat di IAIN Jember, dan acara ini ditempatkan di Hotel El Royal Banyuwangi, 03/05/2019. Saya menyampaikan presentasi tentang “Emotional dan spiritual intelligent sebagai Modal Pembangunan Manusia Indonesia”. Saya sekaligus juga memperkenalkan buku saya tentang kepemimpinan yang berjudul “Friendly Leadership, Kepemimpinan Sebagai Ruh Manajemen”, yang terbit tahun 2018 yang lalu.
Ketika saya ke Banyuwangi ini, maka oleh Pak Syakur, Kabiro IAIN Jember diajaknya ke Pusat Kerajinan di dekat Bandara, yang ternyata adalah milik alumni IAIN Jember. Dia bernama Taufiq Ismail, SAg, dan isterinya Nur Fitriyah, SAg, SPd., yang mengelola kerajinan: Accessories, Handicraft, Glassbeads Jewelry, yang seluruhnya handmade dan product asli Indonesia. Di gerai Blimbingsari Creative Craft (BCC) tersebut dipajang berbagai produk local dari berbagai jenis, dan telah memasuki pasar Eropa dan Timur Tengah. Meskipun berada di wilayah yang sepi, namun tempat gerainya cukup strategis, sebab berada di depan Sekolah Penerbangan Negeri Banyuwangi, di Jalan Agung Wilis, Kecamatan Blimbingsari Banyuwangi dengan alamat www.blimbingsaricreativecraft.com.
Menurut Taufiq Ismail bahwa produk yang dibikin tersebut harus melalui pemasaran di Bali dan baru dikirim ke Eropa dan juga Timur Tengah. Sampai saat ini masih tergantung dengan pengusaha di Bali untuk pemasaran produknya. Namun demikian, setelah kedatangan Bu Iriana Jokowi dan juga Menteri Pariwisata, Pak Puspayoga, maka dijanjikan akan dibantu pemasaran ke Eropa dan juga ke negara-negara lain. “Semoga bisa direalisasi, Prof.” begitu katanya.
Sementara ini, mereka memperkerjakan tenaga-tenaga kerja dari daerah, misalnya Banyuwangi, Situbondo, Jember, dan sebagainya. Mereka mengerjakannya di rumah (home industry) sesuai dengan pesanannya. Desain dan bahan-bahan dipasok dan dipenuhi oleh BCC dan hasil kerjaan rumahan tersebut dikembalikan ke BCC. Hanya sayangnya tenaga kerja ini terkadang tidak bisa full bekerja untuk BCC, sebab di saat tertentu misalnya sedang panen pertanian, atau produk perkebunan mereka beralih pekerjaan ke sector tersebut. Di antara upaya yang dilakukan oleh Taufiq Ismail ialah dengan melakukan program bimbingan dan pelatihan tenaga kerja di beberapa daerah. “Melalui bimbingan dan pelatihan ini, saya berharap mereka akan tetap bekerja kapan saja order barang datang dan tidak terpengaruh untuk bekerja di sector lain, demikian penjelasan Taufiq.
Ternyata bahwa ekonomi kreatif jauh lebih tahan dari pengaruh perkembangan ekonomi global. Jika ekonomi berbasis industry mengalami pasang surut, namun industry kreatif ternyata tidak terpengaruh. Bahkan perkembangan akhir-akhir ini justru meningkat. Industry berbasis handmade, sama sekali tidak terpengaruh oleh disrupsi ekonomi. Produk handmade tidak dibuat dalam jumlah yang massif sehingga antara permintaan pasar (demand) dan besaran produk (supply) akan tetap terjaga.
Indonesia memang negeri yang sangat kaya dengan bahan-bahan kerajinan handmade. Hampir seluruh kabupaten di Jawa Timur memiliki potensi usaha kreatif ini. Ada bahan baku yang diusahakan di Tuban, Probolinggo, Situbondo hingga Ngawi dan Pacitan. Sebagai produk kreatif, maka inovasi harus terus dilakukan. Hal ini dilakukan dalam rangka menjamin keberlangsungan usaha kreatif. Memang harus diakui bahwa dunia kewirausahaan adalah dunia dinamis yang menuntut pelaku usahanya untuk tidak berhenti berkreasi. Dan sejauh ini, BCC dapat memenuhi order dari luar negeri yang terus berkembang.
Saya sungguh mengapreasi pasangan suami istri ini, sebab hardskillnya adalah ahli pendidikan Islam. Seharusnya mereka berdua mengabdi sebagai guru agama dengan konsentrasi full waktu. Akan tetapi mereka berdua justru mengembangkan usaha kreatif yang menuntut untuk bergelut dengan pasar domestic maupun manca negara.
Semua ini tentu terjadi karena kreativitas yang cerdas dalam menghadapi kehidupan. Rupanya, hardskill saja tidak cukup lalu dibutuhkan soft skills yang bisa mengantarkannya ke dunia usaha kreatif. Orang semacam ini yang menurut saya bisa menjadi teladan bagi generasi milenial, bahwa tantangan ke depan ialah harus memiliki kompetensi, profesionalitas, kemampuan komunikasi dan kolaborasi dan ditambah kemampuan kreatif.
Pasangan suami-isteri, Pak Taufiq Ismail dan Bu Nur Fitriyah, adalah contoh kecil dari orang-orang kreatif yang bisa dijadikan sebagai “teladan” bagi generasi milenial sekarang dan akan datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.