• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PILPRES 2019: PERTARUNGAN IDEOLOGI KEAGAMAAN

PILPRES 2019: PERTARUNGAN IDEOLOGI KEAGAMAAN

Saya sungguh merasakan bahwa di dalam Pilpres 2019 ini ada yang sangat menonjol dibandingkan dengan pilpres tahun 2014 yang lalu, yaitu semakin menguatnya ideology keagamaan sebagai basis untuk pengerahan massa. Ada banyak simbol-simbol keagamaan yang dijadikan sebagai “penguat” pilihan politik di pilpres 2019.

Memang semenjak pilkada DKI yang mempertontonkan pertarungan antara kelompok Islam dengan kelompok nasionalis-sekuler tampak terus mengerucut. Kelompok Islam digawangi oleh para penganut Islam fundamentalis, yang menginginkan perubahan dan diwakili oleh FPI dan sebagian para habaib yang tergolong di dalam jejaring lainnya, misalnya PKS dan kelompok Islam fundamentalis lain, yang diwakili oleh loyalis Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF-MUI) dengan corongnya,Bachtiar Nashir, dan lain-lain, serta eksponen Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan corongnya, Al Khottot, dan lain-lainnya.

Mereka kemudian menyatukan diri di dalam berbagai Aksi Damai, 212 yang hingga sekarang masih eksis, dan membentuk kelompok Alumni 212, yang kurang lebih anggotanya sama, sebagaimana yang pernah berkiprah di dalam pilkada DKI Jakarta. Mereka memang berhasil memenangkan pilkada di DKI dan menjadikan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno untuk menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Euphoria kemenangan ini yang kemudian menjadikannya untuk mengusung pasangan 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno untuk memenangi pilpres 2019.

Di antara dukungan politik yang cukup solid ialah Gerindra, PKS, dan PAN, sementara Demokrat “kurang” menunjukkan semangat yang menggebu. Gerindra tentu dipersonifikasikan oleh Prabowo dan Fadly Zon, PKS oleh Shohibul Iman dan Salim Al Jufri, dan PAN oleh Amin Rais dan Dahniel Anzar Simanjuntak. Sementara itu, Demokrat direpresentasikan oleh Agus Yudhoyono, sebab Pak SBY harus menunggui Bu Ani yang sedang sakit dirawat di R.S. Mount Elizabeth Singapura. Meskipun terlibat di dalam berbagai kampanye untuk memenangkan pasangan capres 02, tetapi yang lebih penting sebenarnya ialah memperjuangkan Partai Demokrat di pileg 2019. Kritikan-kritikan Pak SBY terhadap kampanye pasangan 02 dalam kampanye akbar di Gelora Bung Karno bisa ditafsirkan sebagai dukungan yang setengah hati.

Dukungan dari kyai-kyai dan habaib juga sangat dominan di kubu pasangan capres 02. Jika di lihat di dalam berbagai maneuver kelompok ini, maka sangat kelihatan bagaimana peran para habaib dan kyai dalam memenangkan pasangan 02. Di antara kyai tersebut misalnya dari NU adalah Ra Cholil dari Situbondo dan Kyai Hasib Wahab, dan lainnya, serta dari para habaib ialah yang selama ini mendukung terhadap Habib Rizieq sebagai “Imam Besar” bagi masyarakat Indonesia.

Saya yakin bahwa variasi tujuan pendukung pasangan capres 02 tentu sangat banyak. Jika dicermati tentu ada yang berkeinginan mendirikan gerakan khilafah Islam, sebagaimana ditampilkan oleh dukugan eksponen HTI, lalu yang mengusung konsep NKRI Bersyariah sebagaimana yang diusung oleh FPI dan eksponen 212 dan PKS serta lainnya, serta tidak dinafikan adalah dukungan dari kelompok nasionalisme, seperti Gerindra dan PAN, meskipun di dalam PAN sendiri juga terdapat vatian-varian yang mendukung NKRI bersyariah atau NKRI saja. Varian ini yang pasti akan membebani pasangan capres 02 seandainya mereka memenangkan pertarungan di dalam pilpres 2019.

Agak berbeda dengan pasangan capres 01 yang relative homogeen meskipun juga memungkinkan adanya varian lain. Seluruh pendukung pasangan capres 01 adalah penegak NKRI. PDI, PKB, dan lain-lainnya adalah secara umum mengedepankan Pancasila dan NKRI sebagai bagian tidak bisa dipisahkan dari perjuangannya. Hanya saja, PKB misalnya tetap berada di dalam konsepsi Nasionalis-religius. PDI-P rasanya bisa dikategorikan sebagai nasionalis-sekular, akan tetapi tidak menolak terhadap nasionalisme-religius, yang selama ini menjadi platform beberapa partai Islam, seperti Partai Bulan Bintang, namun demikian secara umum, pasangan capres 01 tidak terbebani dengan isu-isu yang membelah mereka di dalam arus kiri dan kanan secara ekstrim. Semuanya welcome dengan 4 (empat) pilar consensus kebangsaan.

Sebelum penentuan pasangan calon presiden dan wakil presiden, memang sangat kuat dugaan bahwa pilpres 2019 akan sarat dengan isu-isu keagamaan atau identitas keagamaan. Namun dengan terpilihnya KH. Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden, maka isu atau identitas keagamaan tersebut seakan sirna, sebab yang menjadi wakil presiden adalah kyai dan berkatar belakang NU dan selama ini dikenal sebagai ulama yang memiliki komitmen kuat terhadap dunia kaun santri.

Namun demikian, ternyata bahwa politik identitas itu kembali menguat menjelang pelaksaan pilpres 17 April 2019 dengan digelarnya berbagai event yang memberikan gambaran politik identitas dimaksud. Selain itu juga munculnya kampanye-kampanye di media sosial yang menggambarkan bahwa pilpres kali ini adalah “medan jihad” untuk memenangkan ideology keagamaan. Jadi, rasanya memang tensi politik identitas kita akan semakin menguat di era yang akan datang.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..