Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DAMAI PEMILUKU DAMAI NEGERIKU

DAMAI PEMILUKU DAMAI NEGERIKU

Sebagai warga negara yang baik, maka saya jam 730 sudah datang di TPS tempat saya menetap. Saya terdaftar sebagai pemilih ke 7 dari warga yang datang di TPS tersebut. Saya lihat semua unsur di dalam pemilu terpenuhi, misalnya kehadiran para saksi dari berbagai parpol, ada sebanyak 5 orang saksi yang hadir. Tidak sekedar hadir tetapi juga memeriksa terhadap kelengkapan surat suara di TPS tersebut.

Sungguh pemilu 2019 merupakan tolok ukur kedewasaan warga di dalam pesta demokrasi yang merupakan upacara politik lima tahunan. Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia memang selalu menyelenggarakan pemilu lima tahunan, dan hal ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan demokrasi di Indonesia. Indonesia menyelenggarakan Pemilu langsung, semenjak era reformasi. Jika di masa Orde Baru dilakukan system perwakilan untuk memilih presiden dan wakil presiden, maka dewasa ini dilakukan pilihan langsung untuk memilihnya. Tidak hanya presiden dan wakil presiden, akan tetapi juga gubernur, wakil gubernur dan bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil wali kota.

Tahun 2019 dilakukan inovasi baru terkait dengan pilihan umum, yaitu pilihan serentak untuk presiden, wakil presiden, DPR, DPD dan DPRD. Saya kira cukup matang persiapan pilihan serentak ini dan hal ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia sebagai negara yang menyelenggarakan pemilihan presiden dan wakil presiden dan segenap apparatus negara lainnya. Sungguh menurut saya merupakan upaya inovatif yang harus diapresiasi oleh kita semua.

Memanfaatkan liburan ini, saya bersama keluarga menyempatkan untuk mengantarkan Emak, Hj. Turmiatun, untuk pulang ke rumah Tuban. Emak selama dua pekan berada di Surabaya, dan hari ini meminta pulang ke rumahnya di Tuban. Maklumlah orang tua sulit untuk berpisah dengan rumah tinggalnya yang sudah didiami berpuluh-puluh tahun. Saya bergegas ke Tuban bersama keluarga dan sampai di rumah jam 11.30 WIB.

Di Tamak Kanak-Kanak Al Hikmah di depan rumah saya dijadikan sebagai Tempat Pemungutan Suara (TPS). Makanya, begitu sampai di rumah, maka saya langsung datang di TPS tersebut. Dan saya bisa menemui kawan-kawan kecil saya yang berada di TPS itu. Kami bercanda tentang masa lalu saat bersama-sama bermain, di rumah, di ladang, di sawah atau di tempat lainnya. Kami bersyukur bisa bertemu dengan kawan-kawan lama saya itu. Yang lebih membanggakan karena kawan-kawan karib saya itu semua masih hidup dan masih bisa bekerja keras. Ada yang berdagang, bertani dan juga beternak sapi kecil-kecilan. Kita sama-sama mengingat saat-saat bermain, dan makan buah “doro”, rasanya manis campur masam yang tumbuh liar di ladang. Waktu itu belum dikenal buah anggur, kelengkeng, durian, dan sebagainya. Yang ada hanyalah buah mangga, pepaya, pisang kampong, yang memang tumbuh di pedesaan.

Kita juga membicarakan tentang pilpres. Nampaknya pengetahuan mereka tentang pilpres juga relative baik. Mereka mengikuti perkembangan kampanye calon presiden dan wakil presiden. Mereka berkomentar tentang capaian-capaian dan janji-janji paslon, dan mengingatnya dengan mendetail. Misalnya tentang kampanye terakhir pasangan calon presiden 01 dan 02. Mereka bukan orang-orang yang tidak paham apa yang telah dilakukan oleh para pemimpinnya. Mungkin tidak mendalam pengetahuan mereka, akan tetapi dari sisi pemahaman tentang apa dan siapa yang harus dipilihnya sebagai presiden tentu cukup baik. Meskipun mereka bukan orang yang tergolong well educated, akan tetapi ternyata sudah menggunakan pilihan rasional di kala harus memilih siapa presidennya.

Saya sungguh gembira mendengarkan celoteh mereka tentang pilpres dan pileg tahun 2019. Orang desa yang di dalam benak kaum akademisi tentu tidak memiliki pilihan rasional di dalam pilpres ternyata tidak seperti itu. Mereka orang yang sadar tentang pilihannya. Mereka memilih 01 atau 02 dengan logika yang rasional. Misalnya, ketika ada yang memilih 01 maka dasar pikirannya jelas ialah rekam jejak capres dengan reputasi yang tidak diragukan.

Kala itu kita berbicara tentang rentang waktu perjalanan yang makin cepat, misalnya jarak tempuh dari Surabaya ke Semarang yang membutuhkan waktu hanya 4 (empat) jam saja berbeda dengan jarak tempuh Surabaya Semarang di masa lalu yang mencapai 7 (tujuh) Jam atau bahkan 8 (delapan) jam, maka dengan lugas mereka memberikan jawaban karena jalan tol yang dibangun di era Pak Jokowi. Dan yang ingin memilih pasangan capres 02, juga memiliki pandangan ingin melihat janji-janji yang disampaikan di era kampanye itu dilaksanakan. Maka jika mereka memilih 01 di dalam pilpres 2019, maka yang dilakukan itu berdasarkan pilihan rasional berbasis pada dimensi pengalaman yang berkesan dan yang memilih pasangan calon 02 juga memiliki keinginan perubahan.

Pilihan rasional kiranya bukan hanya menjadi milik kaum terpelajar atau kaum well educated, akan tetapi juga masyarakat pedesaan yang secara kualitas pendidikan belumlah dikagorikan sebagai well educated. Oleh karena itu, meskipun di desa tidak terdapat suara hiruk pikuk pilpres atau pileg, akan tetapi sesungguhnya masyarakat pedesaan telah memiliki referensi di dalam melakukan pilihan politik.

Dan semua ini tentu karena pengaruh media yang sedikit atau banyak memiliki kekuatan di dalam mengarahkan para audience di dalam melakukan tindakan. Jadi teori the bullet theory di dalam ilmu komunikasi masih relevan juga.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..