ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN PENDIDIKAN DI MASA DEPAN (2)
ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN PENDIDIKAN DI MASA DEPAN (2)
Di dalam Seminar di IAIN Samarinda, 15/01/2019, juga saya sampaikan beberapa hal yang sangat mendasar, sebagai bahan renungan. Pertama, ada beberapa pertanyaan yang menggelitik di tengah perubahan yang terjadi sekarang ini, yaitu apakah guru atau dosen masih diperlukan? Apakah guru atau dosen masih memiliki kewenangan dominan dalam dunia pendidikan? Apakah teknologi informasi bisa menggantikan peran guru atau dosen secara massif?. Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja bisa menjadi renungan kita semua di tengah gelegak perubahan sosial yang sedemikian cepat.
Jika kita mencermati terhadap aplikasi “Ruang Guru” yang menjadi salah satu di antara aplikasi yang menyediakan layanan pembelajaran, maka bisa kita bayangkan bahwa ke depan, aplikasi ini akan bisa menggantikan peran guru secara massif. Jika di masa lalu, seorang guru itu merupakan individu yang banyak tahu tentang dunia pembelajaran, maka sekarang fungsinya sudah digantikan oleh lainnya. Seorang anak didik yang kesulitan mengerjakan pekerjaan di dalam pembelajaran, maka bisa bertanya ke mesin Google atau langsung ikut di dalam program aplikasi “Ruang Guru”. Semua jawaban tersedia dan kita tinggal mengambilnya saja.
Kedua, Jika di masa lalu, guru itu powerfull dalam proses pembelajaran karena dia adalah satu-satunya sumber belajar di institusi pendidikan, maka sekarang sudah tidak lagi. Jika di masa lalu guru adalah sumber penjelasan atas soal-soal ujian atau ulangan, maka sekarang sudah tidak lagi. Jadi di era ke depan akan terjadi banyak perubahan terkait dengan keberadaan guru di lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan harus mengupdate secara terus menerus terhadap kemampuan guru agar tidak terlalu jauh ketinggalan dengan perkembangan dunia digital dimaksud. Padahal kita bisa melihat bahwa masih ada guru yang kapasitasnya berada di level pas-pasan saja. Cerita tentang guru yang kalah pengetahuan dengan muridnya bisa terulang lagi. Banyak muridnya yang sudah mengakses informasi lewat system android atau smart phone, sementara gurunya belum. Muridnya sudah bermain teknologi informasi maju, sementara gurunya masih tertinggal.
Di dalam pengalaman saya mengajar di institusi pendidikan tinggi, maka hampir seluruh mahasiswa sudah bisa mengakses internet dari telepon genggamnya. Hal ini menandai era baru bahwa anak didik kita sungguh sudah tersambung dengan dunia teknologi informasi. Saya kira di lembaga pendidikan menengah juga sama kenyataannya. Kita sekarang sedang berhadapan dengan anak-anak milineal yang memiliki kemampuan pemahaman dan penguasaan teknologi informasi yang sangat baik.
Di masa lalu, ruang kelas itu disusun dengan tempat duduk, papan tulis, dan peralatan-peralatan pembelajaran yang konvensional. Tetapi ke depan, saya kira kita akan mengalami perubahan yang luar biasa. Ruang kelas merupakan ruang media informasi yang dengan kapasitas dan kekuatannya bisa dijadikan sebagai infrastuktur untuk mengakses seluruh informasi terkait dengan pembelajaran. Guru atau dosen bukan lagi sebagai sumber ilmu tetapi hanya akan menjadi fasilitator saja. Oleh karena itu, saya kira semua harus bersepaham bahwa perubahan sosial di era disruptif ini mengharuskan kita semua untuk mengubah sikap dan tindakan kita di dalam proses pembelajaran.
Ketiga, harus terdapat beberapa upaya untuk mengubah mindset kita semua dalam menghadapi era revolusi industry 4.0. Pendidikan tentu mengalami pengaruh yang cukup besar. Sebagai penghasil SDM masa depan, maka institusi pendidikan harus mengubah dirinya seirama dengan tuntutan perubahan di era disruptif. Maka, ada beberapa contoh yang saya kira bisa disimak sebagai inspirasi dalam dunia pendidikan di PTKN, yaitu:
- Kita harus persiapkan perubahan kurikulum secara mendasar. Kita harus mengantisipasi era revolusi industry 4.0 dengan kesiapan perangkat lunak pendidikan kita yaitu mengubah kurikulum agar searah dengan tujuan pendidikan di era sekarang. Tahun 2025 adalah tahun memasuki era revolusi industry 4.0 sesungguhnya. Dan jika hal ini dipadukan dengan RPJMN 2019-2024, yaitu peningkatan kualitas pendidikan, maka yang harus dipersiapkan ialah pengembangan kurikulum dan penguatan kualitas pendidikan. Melalui pemikiran progresif, saya berkeyakinan bahwa PTKN kita akan mampu untuk mengembangkan diri menjadi perguruan tinggi yang siap berkompetisi di era sekarang. Jangan sampai kewenangan IAIN yang berupa pengembangan ilmu keislaman serta sosial dan humaniora menjadi kendala kita untuk tidak terlibat dengan era disruptif ini.
- Kita harus memperkuat jejaring baik dengan lokalitas maupun internasional. Selama ini kita tidak secara optimal dalam membangun kerja sama tersebut. Kita optimalkan kerja sama dengan Pemerintah Daerah dan instansi terkait yang dapat mendukung upaya menjemput era pendidikan berkualitas. Lalu juga kerja sama internasional untuk menjadikan PTKIN kita “ Go Internastional”. Kerja sama di atas kertas harus diakhiri menjadi kerja sama proaktif untuk memperkuat posisi PTKIN di tengah gerakan internasionalisasi.
- Mempersiapkan mahasiswa dengan kemampuan berteknologi informasi yang baik. Sekarang mayoritas mahasiswa sudah menggunakan smart phone, dan kenyataan ini membuat kita optimis di dalam menghadapi era mendatang. Tetapi dengan catatan dosennya juga harus mengikuti perkembangan ini. Jangan sampai dosen tertinggal sangat jauh dengan para mahasiswa dalam mengakses informasi.
- Mengarahkan dosen dan mahasiswa untuk melakukan inovasi-inovasi semenjak awal. Mahasiswa harus diajari untuk “menemukan” sesuatu. Program pembelajaran harus base on “Discovery Learning”. Mahasiswa diajarkan untuk menemukan sesuatu yang baru. Mahasiswa diajarkan tentang bagaimana mengembangkan kemampuan hard skills dan sekaligus juga soft skills-nya. Dan PTKIN kita tentu harus menyiapkan diri sebaik-baiknya untuk menyongsong era ini. Saya menganjurkan agar kita memasuki era electronic-Islamic higher education. Ke depan, kita tidak lagi membutuhkan ruang besar dan banyak untuk ruang kuliah atau ruang perpustakaan yang besar dan luas, akan tetapi justru ruang yang full ICT sehingga daring system pembelajaran akan bisa dilakukan. Universitas Airlangga mempersiapkan 20 persen program pembelajaran daring system, semantara itu Binus University sudah jauh lebih maju dalam program pembelajaran base on daring system.
Oleh karena itu, pimpinan PTKIN harus mempersiapkan diri untuk menghadapi era dimaksud dengan menyusun program kerja tahunan yang berbasis quick win secara sistemik. Jadi harus dirumuskan program apa tahun pertama, kedua dan seterusnya. Saya kita dengan mempersiapkan diri secara lebih baik, tentu tidak ada keraguan di kala kita telah memasuki revolusi industry dimaksud.
Wallahu a’lam bi al shawab.