ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN PENDIDIKAN DI MASA DEPAN (1)
ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN PENDIDIKAN DI MASA DEPAN (1)
Saya bersyukur bisa hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh Rektor IAIN Samarinda, Dr. Ilyasin, dalam rangka seminar tentang “Revitalisasi Pendidikan Tinggi dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0: Meningkatkan Kompetensi Lulusan dan Membangun Peradaban”, 15/01/2019. Hadir di dalam acara ini ialah Rektor, Wakil Rektor (Dr. Zurkoni) dan para wakil rector lainnya, para Dekan dan wakil Dekan, Kepala lembaga, para dosen dan para mahasiswa. Selain itu juga hadir Kakanwil Kalimantan Timur, Sofyan Noor, Kabiro IAIN Samarinda, Dr. A. Kusasi, dan hadir juga Kepala PTA Kaltim, yang semestinya pamitan karena mutasi tugas jabatan. Sebagai narasumber lainnya, ialah Prof. Babun Suharto, Ketua Forum Pimpinan PTKIN dan Rektor IAIN Jember. Saya secara khusus menyampaikan makalah dengan judul “Persiapan PTKN dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0”. Revolusi industry 4.0 akan menjadi tantangan bagi perguruan tinggi di Indonesia, khususnya bagi PTKN.
Pertama, Era sekarang disebut sebagai era disruptif. Saya kira kita semua –terutama kaum akademisi—sudah tahu tentang hal ini. artinya bahwa terdapat perubahan yang sedemikian cepat dan terkadang kita tidak bisa mengikutinya. Sebuah perkembangan yang tidak menentu. Meskipun perubahan itu sesungguhnya diciptakan oleh manusia, akan tetapi tidak semuanya memahami dan bisa mengantisipasi terhadap perubahan dimaksud.
Perubahan itu tentu saja dipicu oleh pengembangan teknologi informasi yang sedemikian cepat, sehingga mengubah semua performance kehidupan manusia, mulai dari dunia perdagangan, budaya, politik, pendidikan bahkan juga agama. Perkembangna teknologi yang maha cepat tersebut mengakibatkan nuansa kehidupan manusia di masa depan menjadi “kurang menentu”, sebab banyak perubahan yang terjadi tiba-tiba dan perlu penyesuaian yang juga sangat cepat.
Perubahan di bidang perdagangan saya kira sudah sangat banyak yang membahasnya, yaitu dengan tumbuhkembangnya e-commerce yang kemudian bisa meluluhkan terhadap system perdagangan konvensional secara cepat. Ada banyak pusat perdagangan yang harus menutup gerainya, karena tumbuhnya e-commerce. Bahkan juga system transportasi yang juga ke depan akan berubah, misalnya dengan munculnya mobil tanpa pengemudi. Pada tahun 1980-an, terdapat tayangan film, dengan bintang utamanya, Mc-Gyver, yang dibantu oleh mobilnya yang bisa digerakkan sesuai dengan kemauannya. Dulu rasanya hal itu masih mustahil dilakukan. Bagaimana ada mobil tanpa pengemudi? Tetapi impian itu sekarang sudah menjadi kenyataan, dengan diijinkannya perusahaan Volvo atau Daimler untuk memproduksi mobil tanpa pengemudi.
Kedua, Dampak revolusi industry 4.0 tentu sangat sistemik. Dengan banyaknya perusahaan e-commerce maka menyebabkan banyaknya tenaga kerja manusia yang dipangkas, dan dengan terciptanya mobil tanpa pengemudi juga akan menyebabkan banyaknya tenaga kerja yang harus dirumahkan. Dan semua ini terjadi tentu terkait dengan efektivitas dan efisiensi yang juga dilakukan oleh perusahan-perusahaan.
Tidak hanya tenaga kerja yang harus berubah, akan tetapi juga pendidikan. Institusi pendidikan sebagai tempat untuk mencetak tenaga kerja juga terimbas dengan perubahan sosial yang sedemikian cepat. Dunia pendidikan sebagai tempat untuk mencetak manusia yang memiliki kemampuan professional dan memiliki keahlian sesuai dengan bidangnya, akan “bertarung” ke depan dengan perkembangan teknologi yang semakin unpredictable. Institusi pendidikan yang di dalam banyak hal berjalan linear, akan menghadapi situasi perubahan yang cepat dan menuntut institusi pendidikan untuk terus mengikutinya.
Sebagai contoh, perubahan kurikulum itu dilakukan paling cepat 5 (lima) tahun. Di dalam kurun waktu tersebut, maka akan dilakukan penyesuaian dan perubahan internal terkait dengan proses pembelajaran, penyediaan sarana prasarana, pengadaan buku, penguatan SDM dan sebagainya. Bisa dibayangkan bahwa perubahan dunia teknologi informasi itu sudah kemana-mana dalam waktu itu. Artinya, akan selalu terjadi dunia pendidikan tertinggal dengan perubahan sosial yang sangat cepat.
Setiap perubahan kurikulum akan diikuti dengan sosialisasi, penguatan SDM, penguatan kelembagaan, penguatan infrastuktur dan sebagainya, sehingga membutuhkan waktu yang relative panjang. Sementara itu, perubahan teknologi informasi berjalan secara lateral dan bukan linear atau horizontal. Bisa dibayangkan misalnya perkembangan ekonomi digital sudah sedemikian cepat dan merambah semua aspek perdagangan, akan tetapi penyiapan SDM dan institusi untuk kepentingan ini hingga akhir-akhir ini masih “kedodoran”. Sebuah gambaran betapa institusi pendidikan tertinggal cukup jauh dengan perkembangan di sekelilingnya.
Siapa yang sesungguhnya tertampar dengan kenyataan ini. Saya melihat bahwa para pengambil kebijakan pendidikan khususnya tentu harus bertanggungjawab atas ketertinggalan dunia pendidikan dengan dunia digital sekarang. Saya kira kesadaran untuk melakukan perubahan dengan menyesuaikan diri dengan era digital sudah ada dibenak setiap pengambil kebijakan. Hal ini tentu dipicu oleh derasnya pembicaraan mengenai era revolusi industry 4.0 yang sudah berada di tengah kehidupan kita semua.
Kita sadar sepenuhnya bahwa melakukan perubahan dalam dunia pendidikan tidaklah semudah membalik tangan. Ada sejumlah variabel yang harus diperhitungkan secara matang. Misalnya perubahan kurikulum yang berlaku nasional. Hal ini merupakan pekerjaan yang dapat menyita perhatian, pemikiran yang mendalam dan kerja keras. Saya teringat ketika akan dilakukan perubahan kurikulum pada tahun 2013, maka luar biasa tantangan dan kendalanya. Jika kurikulumnya bisa diselesaikan, maka yang tidak kalah penting adalah tindakan lanjutannya. Mulai dari penyiapan bahan ajar, guru, kesiapan institusi pendidikan dan sebagainya.
Jadi rasanya, dunia pendidikan akan selalu tertinggal dengan perubahan sosial yang dipicu oleh era digital atau era teknologi informasi. Dan sejauh yang bisa dilakukan ialah mengantisipasi dampak negatifnya dan kemudian mengarahkannya kepada yang lebih positif. Pendidikan seharusnya bisa mengarahkan perubahan sosial itu, akan tetapi di era revolusi industry 4.0 ini semua harus ”takluk” dan mengikuti kemana arah yang ditujunya.
Wallahu’ alm bi al shawab.