• October 2024
    M T W T F S S
    « Sep    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KELILING MELBOURNE DENGAN TREM TUA

 Pada hari kedua saya di Melbourne, saya manfaatkan betul untuk mengunjungi kota ini. Jam 09.00 am., saya dengan Masdar sudah keluar hotel. Untunglah udaranya sangat bagus. Dua hari di sini memang cuaca sangat baik. Ada mendung tipis di sana-sini tetapi tidak hujan. Padahal sehari sebelumnya, di Melbourne terjadi hujan lebat. Rupanya, Tuhan mengasihi saya, sehingga pertama kali saya ke sini, maka cuaca sangat bersahabat dan mendukung saya untuk bisa lebih dekat dengan kota ini.

Pagi, saya sarapan di McD di dekat The Victoria Market.  Kemudian,  Alfin, mahasiswa program doktor Unesa,  yang sedang mengikuti short course di The University of Melbourne ikut bergabung.  Maklumlah, sebagai wisatawan atau pengunjung kota ini, tentu harus membawa oleh-oleh. Yah sekedar sebagai buah tangan dari bepergian jauh. Tampaknya pasar Victoria ini menjadi jujugan bagi orang Indonesia yang datang ke Melbourne. Di situlah mereka memborong barang oleh-oleh mulai dari kaos, gantungan kunci, jaket, atau barang-barang lainnya. Secara sengaja, Ifah, mantan asisten saya yang sekarang sedang mengambil program doktor di The Victoria University datang mencari saya. Akhirnya berempat: saya,  Masdar, Ifah dan Alfin ramai-ramai keliling di tempat-tempat yang dianggap penting dan bersejarah.

State Library of Victoria adalah tempat yang luar biasa. Selain tamannya yang luas, dengan tanaman yang tertata rapi, maka perpustakaan ini menghadirkan nuansa yang luar biasa. Penataan buku, tempat baca, koleksi, kelengkapan teknologi informasi, lampu-lampu yang ditata dengan sangat baik sangat mendukung suasana belajar di tempat ini. Hampir semua lantainya memiliki kekhasan dalam penataan buku dan tempat bacaan. Di lantai tiga, misalnya disusun tempat bacaan yang saling menyamping dan di tengahnya terdapat semacam bangunan mini yang sangat indah. Suasana ini menghadirkan nuansa baca yang sangat tenang. Orang bisa lupa waktu, jika sedang berada di dalamnya. Motto perpustakaan ini adalah: Information, Ideas, Inspiration for everyone. Dalam kerangka untuk mendanai perpustakaan ini, maka mereka memiliki program Join the Foundation, Support the State Library of Victoria. Cara yang ditempuh adalah dengan Become a Foundation member, Donate money or cultural gifth, Make a bequest dan Sponsor an event, program or space.

Kota ini memang dirancang untuk kota wisata, pendidikan dan perdagangan. Saya jadi ingat kota Surabaya yang juga pernah dirancang dengan konsep Indarmadi: Industri, perdagangan, maritim dan pendidikan. Mungkin jauh lebih indah dari sisi konsepnya dibanding dengan Melbourne. Hanya sayangnya, bahwa implikasi teknisnya tidak pernah terwujud. Memang kita tidak bisa membandingkan keduanya. Jumlah penduduk kota, tingkat pendidikan dan karakter orangnya memang sangat berbeda. Contoh yang sangat sederhana adalah tentang pelayanan publik. Semua serba elektronik. Jika kita naik kendaraan umum, maka kita bisa membeli karcis untuk pergi sepanjang hari. Tinggal memasukkan ticket ke mesin elektronik dan kita bisa bepergian seharian. Tentu saja tidak akan mungkin terjadi kecurangan, sebab mesin tidak bisa curang. Tidak ada korupsi. Hukum juga ditegakkan dengan sangat tegas. Bagi pelanggar parkir, misalnya kelebihan jam, maka bisa dikenai tilang. Bahkan tagihan bisa langsng ke rumah.

Jangan tanya tentang kebersihan kotanya. Rasanya mereka sudah mengamalkan ”annadhfatu minal iman”, dalil yang sangat kita banggakan itu. Kita memang menang di konsep tetapi kalah di dalam implementasi. Tapi untunglah masih punya konsep. Kebersihan kota ini memang bisa diacungi jempol. Hampir di semua sudut kota kelihatan bersih. Tidak ada tumpukan sampah yang menggunung seperti di pojok-pojok kota kita. Hal itu tentu karena kesadaran warganya yang sangat tinggi, mereka tidak membuang sampah di sembarang tempat. Bahkan pasarnya juga sangat bersih. Pasar buah dan sayur di The Victoria market layaknya sebuah super market. Tidak didapati keranjang-keranjang berserakan. Saya jadi berpikir, berapa tahun lagi kesadaran warga kita seperti ini.

Jika saya pikir lebih mendalam, bahwa mereka sudah melaksanakan konsep hablum minal alam. Manusia dan burung-burung juga sangat bersahabat. Burung gereja, burung dara dan ada burung-burung yang saya tidak tahu namanya begitu berdekatan dengan manusia. Burung-burung itu memakan sisa-sisa makanan yang tercecer tanpa gangguan. Jadi burungpun ikut menjaga lingkungan supaya tetap bersih. Saya membayangkan andaikan di Surabaya, burung dara itu tentu sudah ditangkapi dan dijadikan santapan. Kota ini tidak hanya ramah kepada manusia tetapi juga kepada hewan-hewan lain yang berada di dalamnya. Saya lalu jadi teringat ketika di Singapura sekian tahun yang lalu. Burung-burung jalak hitam, putih dan gagak bahkan bisa bersahabat dengan manusia. Burung itu terasa nyaman berada di sekitar manusia. Mereka tidak diganggu dan dimusuhi. Makanya, mereka nyaman berada di semitar manusia. Burung tidak dijadikan sebagai koleksi pribadi, tetapi menjadi koleksi bersama.

Saya sungguh menikmati kota ini. Menjelang sore, saya berkeliling dengan tram tua, city circle tram,  yang tetap dilestarikan dan tanpa bayar, free charge. Lalu saya nikmati tempat santai di Federation Square atau kira-kira alun-alun dalam bahasa Jawanya. Di situ, sering dilakukan pertunjukan tingkat internasional tentang musik atau festival seni lainnya. Jangan dibayangkan seperti alun-alun kita, yang sangat luas. Tempat itu hanya dibuat sangat sederhana. Tetapi menjadi tempat untuk melepas lelah dan sekaligus menikmati pertunjukan seni ala kadarnya. Ketika saya di situ, maka ada pertunjukan gabungan antara pantomim, atraksi gerak dan olah kata. Banyak juga pengunjungnya. Mereka tertawa kalau ada gerakan-gerakan dan ungkapan lucu yang terjadi.

Sayangnya kunjungan saya sangat singkat. Hanya tiga hari. Dan saya menulis ini hanya beberapa jam sebelum saya pulang balik ke Surabaya. Jam 10 am, hari Ahad, 13 Desember 2009, saya harus kembali ke Surabaya dengan pesawat andalan kita, Garuda Indonesia.

Ada banyak mimpi yang bisa dijadikan sebagai pelajaran. Dan seperti sering saya nyatakan bahwa mimpi menjadi penting dalam rangka membangun sebuah masa depan yang jauh lebih baik dibanding sekarang.

Wallahu a’lam bi al shawab.  

Categories: Opini