MENJAGA TRADISI MENUAI KEARIFAN (4)
MENJAGA TRADISI MENUAI KEARIFAN (4)
Saya tentu merasakan bahwa upaya untuk menjaga tradisi berbangsa, bernegara dan berbudaya sebagai bangsa Indonesia itu terus menerus dilakukan. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia sebenarnya merupakan masyarakat yang mencintai keharmonisan, kerukunan dan perdamaian. Berdasarkan atas kajian yang mendalam akan dapat diketahui bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia ialah masyarakat yang secara religious memahami agamanya dengan cara yang moderat atau wasathiyah.
Dalam beberapa hari terakhir saya berada di pedesaan, dan saya mengetahui bagaimana denyut nadi kehidupan masyarakat yang aman dan damai, jauh dari hiruk pikuk hoax dan berita palsu, berita bohong dan masalah-masalah yang membelit relasi hubungan antar agama dan sebagainya. Meskipun mereka sebenarnya memahami bahwa ada kelompok lain atau etnis dan suku lain di negeri ini, namun mereka menganggap bahwa semuanya adalah bagian dari warga masyarakat yang layak dan berhak hidup di negara ini. Jika ditanya, apa yang menjadi concern mereka di dalam kehidupan, maka akan dijawab “yang penting hasil pertaniannya baik dan laku pada saatnya”. Atau jawaban lain yang terakit dengan ekonomi subsistensi.
Perubahan yang terjadi tentu pada generasi muda. Di mana mereka telah mengalami desakan perubahan terutama di era teknologi informasi. Banyak anak-anak muda yang sudah mengakses internet dan lainnya. Selain juga pergaulan di ruang-ruang kerja dan pergaulan. Namun sejauh yang bisa diketahui bahwa mereka ternyata juga tidak tergerak untuk terlibat di dalam aktivitas yang secara umum bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
Masyarakat di pedesaan jauh dari hiruk pikuk politik identitas, politik berbaju agama, politik pilpres dan sebagainya. Saya harus sampai pada kesimpulan bahwa yang ramai itu hanya pada masyarakat yang melek tehnologi informasi dan menjadikannya sebagai problem akut bangsa ini. Keramaian memang sedang berlangsung, tensi politik memang sedang meningkat, hanya saja bahwa hal ini hanya terasa pada segmen-segmen tertentu di masyarakat kita.
Di dalam bidang keagamaan, saya melihat betapa semangat beragama juga sedang meningkat. Mushalla dan masjid banyak dipenuhi oleh jamaah. Shalat magrib, isya’ dan shubuh ada banyak jamaah yang datang di tempat ibadah. Lalu suara adzan dan iqamah juga saling bersautan. Kemudian gema shalawatan untuk menandai peristiwa kelahiran Nabi Muhammad saw juga terus bergema di setiap desa. Ternyata pengaruh Habib Syekh di desa-desa juga sangat tinggi. Untuk memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad saw ternyata shalawatan ala Habib Syekh dikumandangkan.
Acara tahlilan dan yasinan yang merupakan ciri khas Islam ala Ahli Sunnah wa al Jamaah atau NU juga terus berlangsung. Di setiap desa dalam setiap bulan juga para ibu-ibu jam’iyah tahlil terus mengumandangkan tradisi ini. Hal ini menandai akan tetap lestarinya tradisi tersebut di dalam kancah kehidupan meskipun masyarakat semakin modern.
Jadi, meskipun masyarakat semakin modern ternyata aura religiositas dalam bentuk penguatan tradisi keagamaan tidaklah luntur. Berbeda dengan masyarakat modern di tempat lainnya, yang semakin modern suatu masyarakat semakin habis aura keagamaannya. Masyarakat Barat misalnya, dewasa ini sedang mengalami nuansa semakin berkurangnya minat beragama dengan indikasi semakin banyaknya tempat ibadah yang dijual atau dialihfungsikan untuk kepentingan lainnya. Namun di Indonesia, semangat beragama tersebut tetap terjaga dan ekspressi beragama juga semakin kuat. Inilah yang membedakan masyarakat Indonesia dengan masyarakat dunia lainnya terkait dengan relasi modernitas dengan religiositas.
NU dan Muhammadiyah sebagai pilar keberagamaan di Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk menjaga consensus kebangsaan. Melalui komitmen 2 (dua) organisasi ini dan diikuti oleh organisasi-organisasi lainnya akan menjadi basis bagi penguatan kebangsaan.
Oleh karena itu, saya tetap berkeyakinan jika umat Islam melalui pilar oganisasi yang mengusung Islam wasathiyah dan pemerintah juga memberikan support yang memadai untuk kepentingan ini, maka saya tetap berkeyakinan bahwa Indonesia akan tetap berada dalam nuansa kedamaian.
Hanya saja memang harus tetap diwaspadai sebab sebagaimana telah dan sering saya ungkapkan bahwa ideology eksternal macam apapun tidak akan pernah mati. Makanya, kewaspadaan dan penguatan jejaring untuk menjaga kebersamaan harus tetap dikembangkan.
Jadi, masih ada peluang yang tetap besar untuk menjaga Indonesia dari mara bahaya. Dan kata kuncinya ialah “menjaga tradisi agar bisa menuai kearifan” sebagai bangsa.
Wallahu a’lam bi al shawab.