Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENJAGA TRADISI MENUAI KEARIFAN (3)

MENJAGA TRADISI MENUAI KEARIFAN (3)

Ada yang menggelitik di tengah perkembangan akhir-akhir ini ialah semakin kuatnya gerakan eksternal konservatisme-fundamental yang ditandai dengan semakin kuatnya keinginan untuk kembali ke salafisme dan menganggap bahwa pemahaman agama yang benar dan murni hanyalah dari kelompoknya sendiri. Seirama dengan semakin kuatnya penggunaan teknologi informasi, maka mereka juga menuai keuntungan, apalagi di era yang lalu banyak izin untuk mendirikan TV dan Radio atau media komunikasi lainnya yang berafiliasi dengan gerakan konservatisme-fundamental. Meskipun namanya berbeda-beda tetapi sesungguhnya mereka memiliki jaringan yang sangat kuat untuk menyebarkan gagasan tentang konservatisme-fundamental dimaksud.

Saya hanya ingin menyatakan bahwa ideology salafi yang ujungnya bertemu untuk mengganti Pancasila dan NKRI merupakan dagangan lama dengan kemasan baru, tetapi semuanya berasal dari keinginan mendirikan negara Islam. Sekarang ini, mereka tidak berada dan berjuang di luar, tetapi memasuki kawasan dalam, melalui berbagai system politik, pemerintahan, pendidikan dan bisnis yang diharapkan akan dapat menjadi instrument penting di dalam mencapai tujuan.

Gerakan mereka sesungguhnya sudah sangat massive dan yang lebih hebat lagi keanggoatannya yang tertutup dari inti keanggotaan, tetapi terbuka dari sisi performance dan mereka terdiri dari anak-anak muda, dalam kisaran usia 20-45 tahun dan terdiri dari kaum terdidik. Mereka merupakan kaum muda potensial dengan kedalaman dieologi yang tidak diragukan. Mereka merupakan agen-agen bagi penyemaian ideologi salafi, yang ujungnya ialah melakukan gerakan mendirikan Negara Islam dengan nama dan bentuk yang masih disimpan. Mereka tidak lagi menyuarakan gerakan khilafah, tetapi dengan nama lain atau bahkan tidak menyebutnya.

Sebagaimana tulisan saya sebelumnya, gerakan berbasis eksternal seperti ini dipastikan akan memicu pro-kontra dan juga perlawanan dan bahkan konflik. Bangsa ini sebenarnya tidak menyukai pertarungan atau konflik, akan tetapi sering kali harus melakukannya karena desakan ideology eksternal yang memaksanya untuk melakukan perlawanan dan mempertahankan diri. Melalui kerja sama yang seimbang antara masyarakat dan pemerintah, tekanan dan keinginan untuk melakukan makar atau sejenisnya tersebut dapat dilenyapkan.

Namun demikian, keinginan atau ideologi itu tidak akan pernah mati. Dia akan terus hidup dan dikembangkan dengan cara-cara tersembunyi atau terbuka. Makanya, saya termasuk masih yakin bahwa ideology Komunisme itu masih eksis di Indonesia, demikian pula ideology untuk mendirikan Negara Islam dan sebagainya. Jadi jangan pernah berpikir “the end of ideology” sebab setiap ideology akan melahirkan anak-anak baru, baik yang sama seperti semula atau berbeda tetapi secara mendasar tetap sama. Kemasan boleh berbeda, akan tetapi substansi tetap sama. Atau dengan kata lain “the old wine in the new bottle”.

Berbasis pada pemikiran ini, maka saya tetap pada prinsip bahwa siapa yang menciptakan lagu akan abadi dari sisi teksnya, akan tetapi penyanyinya bisa dengan suara dan langgam yang berbeda. Ideology itu teksnya, tetapi tafsir atas teks atau symbol atau lambang atas teks bisa berbeda-beda. Jadi prinsip dasarnya ialah mendirikan khilafah atau negara Islam, tetapi nama dan simbolnya bisa berbeda-beda.

Di sinilah arti pentingnya kita memahami bahwa upaya untuk mengubah 4 (empat) consensus kebangsaan atau Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan itu akan terus eksis dan berkembang. Jadi tidak ada kata untuk menyatakan bahwa gerakan tersebut sudah punah. HTI misalnya memang sudah dibekukan oleh pemerintah Indonesia, akan tetapi jangan pernah berpikir bahwa organisasi ini akan punah. Agen-agen intelektualnya dan aktivisnya masih bisa melakukan apa saja dengan cara sembunyi atau keluar bersamaan dengan kegiatan yang memiliki nuansa yang memungkinkan. Banyaknya bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid dalam acara Reuni 212 yang lalu adalah sekedar contoh bahwa mereka masih eksis di tengah masyarakat Indonesia.

Para intelektual, kyai, ulama dan tokoh agama Islam wasathiyah, harus tetap menjaga agar Pancasila dan NKRI tetap teguh di bumi Nusantara. Sekali ada keinginan akan mengubah hal ini, maka pastilah terjadi pertarungan bahkan konflik yang dapat memicu disintegrasi bangsa. Masyarakat Indonesia saya kira akan tetap menjaga kesatuan dan persatuan bangsa di tengah gempuran ideology eksternal yang memasuki kawasan Indonesia sekarang dan masa mendatang.

Jadi kita harus merawat tradisi yang telah mendarah daging itu dengan sekuat-kuatnya agar bangsa ini menjadi tetap lestari dalam kedamaian dan keselamatan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..