Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENJAGA TRADISI MENUAI KEARIFAN (2)

MENJAGA TRADISI MENUAI KEARIFAN (2)

Akhir-akhir ini ada upaya untuk mengubah konsepsi “khilafah” dengan konsep baru “NKRI Bersyariah”. Meskipun secara konsepsional sangat berbeda, tetapi upaya ini dilakukan untuk mengakomodasi gagasan yang berseliweran di seputar bagaimana bentuk negara Indonesia di masa depan.

Gagasan NKRI Bersyariah adalah pikiran yang dilabelkan sebagai pemikiran Habib Rizieq dan kawan-kawan dan secara getol disuarakan oleh kawan saya, Dr. Egy Sudjana. NKRI Bersyariah dianggap oleh kelompok ini sebagai solusi atas keinginan untuk mendirikan khilafah sebagaimana diancangkan oleh HTI dan kawan-kawannya, dan yang mempertahankan NKRI sebagai bentuk negara. Jadi, dengan NKRI Bersyariah dianggaplah bahwa problem Khilafah versus Kebangsaan akan bisa diselesaikan. Jika NKRI adalah bentuk negara kesatuan yang berbasis pada system republic atau jumhuriyyah, maka system ini akan dipertahankan sebagaimana yang terjadi di Mesir. Artinya system pemerintahan republic hakikatnya adalah system yang islami. Sedangkan konsep bersyariah adalah system hukum atau negara yang menggunakan Islam sebagai dasarnya. Jika menggunakan kerangka ini, maka NKRI Bersyariat sesungguhnya adalah negara Islam juga. Hanya namanya saja yang diubah yaitu dari khilafah Islamiyah menjadi NKRI Bersyariah. Konsep ini akan banyak mempengaruhi terhadap sejumlah tokoh agama, sebab mungkin masih menggunakan konsep NKRI. Dianggapnya bahwa NKRI itu memang sudah final dan bersyariah adalah tuntunan bagi orang yang beragama Islam. Menerapkan syariah adalah bagian dari kewajiban umat Islam. Atau menerapkan syariah secara kaffah merupakan kewajiban bagi umat Islam.

Melalui dalih seperti ini, maka akan terdapat banyak tokoh agama yang akan mendukungnya. Meskipun dukungan tersebut hanya untuk dirinya saja. Tetapi satu hal mendasar bahwa tokoh agama apalagi yang kharismatis tentu akan memiliki banyak pengikut, sehingga di kala pikiran tokoh agamanya menyetujui gagasan NKRI Bersyariah, maka akan menjadi kekuatan yang cukup dahsyat. Inilah yang harus dipahami oleh para pengagum dan pendukung Islam wasathiyah, yang tidak akan mundur dari gelanggang untuk mempertahankan 4 (empat) pilar consensus kebangsaan.

Hakikat NKRI Bersyariah adalah penghalusan terhadap bentuk Negara Islam, yang diperjuangkan oleh sejumlah eksponen semenjak dahulu dan memperoleh momentumnya sekarang ini. Dan mengenai coraknya seperti apa, tentu sangat tergantung kepada apa kehendak dari para pemrakarsa tentang hal ini. Hanya saja yang berada di belakangnya ialah mereka-mereka yang bisa diidentifikasi sebagai pendukung model-model kehidupan Islam kaffah, yang secara politis mendukung digantinya Pancasila dengan ideology lain.

Saya menjadi teringat di kala pembahasan tentang Piagam Jakarta dengan salah satu silanya, menyatakan “Ketuhanan dengan Kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya” maka terdapat resistensi dari Indonesia Timur, sebab 7 (tujuh) kata itu dianggap sebagai sesuatu yang diskriminatif, sebab yang diwajibkan hanya umat Islam saja, sementara itu terdapat umat lain, misalnya Krsiten, Katolik, Hindu, Buddha dan sebagainya yang juga eksis di dalam merencanakan berdirinya negara Indonesia.

Usulan keberatan ini yang memicu perdebatan yang lama dan akhirnya dengan keikhlasan dari para tokoh yang beragama Islam, maka 7 (tujuh) kata “dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya” akhirnya diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan pencoretan terhadap 7 (tujuh) kata ini, maka awal perpecahan tersebut dapat dihindarkan, sehingga orang Bali, NTB, NTT, Ambon, Minahasa, dan sebagainya dapat menerimanya dan persatuan dan kesatuan Indonesia dapat dipertahankan.

Lalu, apakah kita akan mengeksperimenkan hal ini lagi dengan mengusung NKRI Bersyariah. Saya kira kita harus hati-hati di dalam urusan mendasar berbangsa dan bernegara. Indonesia yang terdiri dari masyarakat yang bertebaran di seuruh persada Nusantara, hendaknya tidak dijadikan sebagai arena percobaan atau uji eksperimentasi.

Sungguh sangat mahal harganya jika hal ini dilakukan, sebab pastilah Bali, NTT, Maluku, Papua, Papua Barat, dan seterusnya akan memisahkan diri. Sebagaimana dahulu, Bali dan daerah lain juga akan memisahkan dari masyarakat Indonesia dengan kawasan anggotanya.

Agar tidak menimbulkan polarisasi bagi bangsa ini karena upaya-upaya inkonstitusional seperti mendirikan khilafah atau konsep lain, maka dipastikan akan menyebabkan disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, apapun namanya, NKRI adalah NKRI dan tidak diperlukan tambahan-tambahan yang bisa mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..