Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PERLUNYA MENJAGA EKOSISTEM LINGKUNGAN (2)

PERLUNYA MENJAGA EKOSISTEM LINGKUNGAN (2)

Pada halaman depan Koran Kompas, 13/12/2018) terdapat berita yang membuat kita semua seharusnya berpikir bahwa sebagai akibat tindakan kita yang sembrono dalam membuang sampah di laut dan sampah tersebut adalah berbahan plastic, maka berakibat matinya Penyu Lekang yang di dalam perutnya terdapat sampah plastic. Berita ini tentu mengingatkan kita beberapa saat yang lalu juga ada seekor hiu yang mati karena di dalam perutnya juga terdapat benda-benda berbahan plastic.

Pertanyaannya, sedemikian permissifkah kita ini di dalam membuang sampah di laut sehingga bisa merusak terhadap ekosistem laut. Cobalah sekali waktu berjalan-jalan di pesisir untuk melihat bagaimana perilaku masyarakat pesisir terhadap sampah. Kebanyakan pembuangan sampahnya ialah di laut. Sehingga sampah bisa menggunung di pantai, yang jika air laut pasang kemudian terserat ke tengah laut dan mencemari laut. Sungguh pemandangan yang biasa saja untuk melihat kenyataan pemcemaran laut itu terjadi.

Namun sesungguhnya perilaku masyarakat seperti itu sudah merupakan tradisi secara turun temurun dan diteruskan dari generasi ke generasi. Jadi membuang sampah di pantai merupakan bagian dari perilaku keseharian yang terus berlangsung. Perilaku kolektif ini terus berlangsung seirama dengan perubahan sosial yang terjadi.

Di masa lalu, sampah yang dibuang ke laut tidak seperti sekarang. Di masa lalu sampah itu dengan mudah diurai oleh berbagai macam bakteri penghancur sampah. Akan tetapi sekarang di era barang-barang berbahan plastic, maka tidak bisa diurai oleh bakteri pengahncur sampah. Butuh waktu yang sangat panjang, bisa 4-5 tahun, benda-benda berbahan plastic tersebut baru bisa hancur. Waktu yang sangat panjang. Dan jika jumlahnya mencapai ribuan ton benda-benda plastic tersebut masuk ke laut, maka akan terjadi proses pencemaran jangka panjang yang merusak ekosistem laut.

Problemnya adalah apakah mereka mengetahui bahwa perilaku membuang sampah sembarangan tersebut sebagai suatu kesalahan tradisi sehingga dianggaplah sebagai tindakan yang wajar dan tidak berpotensi merusak lingkungan hidup. Inilah problem kita yang rasanya memang memerlukan sentuhan kebijakan yang sepadan untuk mengedukasi masyarakat pesisiran tentang prilaku membuang sampah. Bahkan yang juga penting ialah para pengusaha agar tidak membuang sampah atau limbahnya di perairan. Sebagaimana diketahui jika para pengusaha tersebut menempati lokasi pinggiran sungai, maka sungai juga yang menjadi tempat pembuangan sampahnya. Kasus di Jakarta, Semarang, Surabaya dan sebagainya kiranya menjadi alarm bahwa para pengusaha juga harus zero kesalahan dalam pembuangan limbah produknya.

Menjaga lingkungan kiranya menjadi mutlak diperlukan dewasa ini di tengah problem akut lingkungan yang terus berakibat negative bagi kehidupan manusia. Dan tidak ada yang bisa menolong terhadap penyelesaian masalah ini kecuali manusia sendiri. Manusia yang memulai dan manusia pula yang mengakhiri. Jika manusia ingin hidup di dalam alam dengan bersinergi dengannya, maka manusia harus mengubah perilakunya agar tidak lagi permissive terhadap perusakan alam baik yang disengaja atau yang tidak disengaja, baik yang legal maupun yang illegal.

Kepentingan menjaga lingkungan saya kira lebih dari apapun untuk dipikirkan mengingat bahwa masa depan anak cucu kita tergantung pada apa yang kita wariskan hari ini. negeri ini bukan warisan untuk anak cucu kita tetapi titipan mereka kepada kita untuk masa depan mereka. Jadi, keberhasilan kita untuk mengelola lingkungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan pada apa yang akan berikan kepada mereka di kemudian hari.

Di dalam konteks seperti inilah posisi kita sekarang dalam menghadapi tantangan kerusakan lingkungan yang semakin parah. Hutan di berbagai negara sudah semakin mengecil jumlahnya disebabkan oleh desakan manusia dengan kebutuhan tempat tinggal dan kebutuhan ekonomi. Jumlah penduduk yang semakin besar tentu juga akan berimbas pada pemenuhan kebutuhan tempat tinggal dan makanan.

Jadi, semua tenaga dan pikiran harus dikerahkan untuk mengembalikan pengelolaan lingkungan yang makin baik. Pemerintah harus menetapkan regulasinya, LSM harus melakukan pendampingan terhadap masyarakat tentang tata kelola lingkungan, kaum agamawan harus mensosialisasikan tata kelola lingkungan dan masyarakat harus berubah perilakunya agar semakin aware terhadap lingkungan yang baik dan bersahabat. Semua harus bersinergi untuk kepentingan ini.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..