Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ISLAMIC HIGHER EDUCATION PROFESSOR SUMMIT 2018 (1)

ISLAMIC HIGHER EDUCATION PROFESSOR SUMMIT 2018 (1)

Islamic Higher Education Professor (IHEP) Summit 2018 yang ke 2 dilaksanakan di Bandung. Acara ini diselenggarakan melalui kerja sama dengan UIN Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung dan dilaksanakan di Hotel Holiday Inn Bandung.

Hadir kira-kira 100 orang professor dari seluruh PTKIN di Indonesia. Para professor yang hadir adalah yang berkontribusi dengan karya tulis sebagaimana persyaratan IHEP Summit 2018. Tidak semua professor hadir di tempat ini. Seharusnya sebanyak 518 professor yang terlibat di dalam acara ini, akan tetapi memang tidak semua professor berkesempatan menulis atau karena tugas lain yang tidak kalah pentingnya.

Saya berkesempatan untuk diundang dan saya menghadirkan tulisan yang berjudul “Merumuskan Kebijakan Pendidikan Islam berbasis Kebangsaan pada Era Revolusi Industri 4.0”. Tema ini saya kira sangat penting di era sekarang sebab kita memang sudah berada di dalam era ini yang ditandai dengan semakin menguatnya penggunaan teknologi informasi dan juga artificial intelligent (AI). Jangan sampai kita sama sekali tidak terpikirkan dengan kebaharuan mendasar dari kehidupan yang berubah dengan cepat ini.

Saya tentu mengapresiasi terhadap acara IHEP Summit di akhir tahun ini, sebagai perwujudan bagi Ditjen Pendidikan Islam Kemenag untuk mendengarkan apa sesungguhnya yang menjadi “rerasanan” atau “gerundelan” para professor di dalam kehidupan akademik yang juga sedang mengalami perubahan yang cepat. Ada tiga hal yang ingin saya ungkapkan di dalam tulisan ini, yaitu:

Pertama, forum IHEP Summit adalah forum yang sangat bergengsi sebab yang hadir adalah para professor yang selama ini menjadi ikon pendidikan tinggi. Saya kira forum ini menjadi forum tertinggi dalam dunia akademik, sebab kehadiran para professor dalam berbagai bidang keilmuan yang terdapat di PTKIN akan dapat menjadi penanda bagi kegairahan akademik di institusi pendidikan tinggi.

Gairah untuk pertemuan juga sangat tinggi terbukti dengan semangat untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran dari para professor. Bahkan acara yang seharusnya selesai jam 22.00 WIB terpaksa harus molor sampai jam 22.30 WIB karena semangat para professor untuk mengaktualisasikan gagasannya. Rasanya forum seperti ini bisa menjadi factor sublimasi bagi gagasan para professor yang selama ini mungkin “tersendat”.

Kedua, saya juga mengapresiasi apa yang direncanakan dan apa yang sudah dilakukan oleh Ditjen Pendidikan Islam. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Kamaruddin Amin, bahwa geliat penguatan kualitas pendidikan Islam sudahlah dilakukan. Dalam kerangka penguatan kelembagaan, maka transformasi kelembagaan pendidikan tinggi Islam tentu hal yang sangat mendasar. Transformasi ini juga diikuti dengan penguatan infrastruktur kelembagaannya. Dengan skema IsDB dan juga SBSN, maka infrastruktur kelembagaan menjadi semakin berkualitas. Hal ini juga diikuti dengan penguatan SDM melalui program 5.000 doktor, Program Magister Langsung Doktor (PMLD), program penelitian kolaboratif, program penelitian mandiri, penguatan jurnal internasional, berbagai forum penguatan institusi, SDM dan juga lainnya.

Yang dirasakan lambat pengembangannya ialah mengenai jumlah guru besar. Selama 7 (tujuh) tahun terakhir, kiranya ada penambahan sebanyak 12 orang professor. Hal ini tentu harus menjadi perhatian kita semua. PTKIN harus mencetak banyak professor untuk kepentingan akreditasi. Apalagi kita sedang bergerak untuk menggapai Akreditasi Internasional Perguruan Tinggi (AIPT) padahal selama ini hanya ada sebanyak 3 (tiga) PTKIN yang terakreditasi A, yaitu UIN Jakarta, UIN Jogyakarta, UIN Malang. Padahal apa yang kurang dari UIN Surabaya, UIN Makasar, UIN Bandung, UIN Riau dan sebagainya. Makanya yang dibutuhkan ialah pendampaingan agar yang sudah B gemuk akan bisa bergerak menjadi A di tahun 2019.

Kelambatan pencapaian gelar professor tentu terkendala dengan jurnal internasional, misalnya Scopus. Makanya, kita juga melakukan pendampingan untuk percepatan guru besar dengan penguatan tulisan di jurnal internasional. Jumlah terbitan di Kemenag harus ditingkatkan dan yang sudah berpotensi meningkat indeksnya harus didorong secara lebih kuat. Kita sudah memiliki 130 jurnal lebih dan ini berpotensi untuk ditingkatkan peringkatnya di SINTA Kemenristek Dikti untuk menuju menjadi jurnal internasional.

Ketiga, pendidikan Islam memiliki cakupan yang sangat luas, mulai dari Raudlatul Athfal sampai Pendidikan Tinggi Islam. Kita memiliki pesantren, madrasah, dan pendidikan tinggi. Kita memiliki pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal. Kita memiliki Ma’had Ali dengan segala varian keilmuan yang dikembangkannya, kita memiliki program Muadalah, dan juga penyiapan santri berprestasi. Kita memiliki guru-guru agama di sekolah-sekolah umum dan kita sedang menggarap daerah pinggiran atau program Guru Kawasan Perbatasan, kita punya program robotic di madrasah dengan prestasi internasional, ada program Beasiswa Santri Berprestasi dan sebagainya. Jika kita buka website Ditjen Pendidikan Islam, maka kita akan mengetahui betapa banyak program inovasi yang sudah dilakukan. Semua ini dibuat dalam kerangka untuk memperkuat pendidikan Islam di masa depan.

Dan para professor diharapkan akan dapat mengisinya dengan semangat yang tinggi sebab di pundak para guru besar asa dan harapan tersebut diletakkan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..