Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGGAGAS PRAKTIKUM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

MENGGAGAS PRAKTIKUM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

Dalam 2 (dua) hari, saya terlibat di dalam acara Focused Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Ampel Surabaya, 4-5/12/2018. Acara ini merupakan kelanjutan dari acara di Tretes tentang workshop kurikulum FDK UIN Sunan Ampel Surabaya.

Acara ini menghadirkan, KH. Jaziri, yang ahli di dalam menegemen masjid dan juga Tarmidzi Tohor, Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kemenag. Seluruh pejabat di Fakultas Dakwah dan Komunikasi hadir di acara ini. Dr. Abd. Halim, Dekan, Dr. Muhammad Arif, Wadek I, Dr. Luluk Firkriyah, Wadek II, Dr. Agus Santoso, wadek III, dan segenap ketua dan sekretaris jurusan. Juga hadir Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, MAg dan Prof. Dr. Aswadi, MAg.

Acara yang perlu diapresiasi terutama di dalam kaitannya dengan upaya untuk mengembangkan model dan pola praktikum yang lebih baik di masa depan. Harus disadari bahwa tantangan kita semakin besar dan kita semua tentu harus proaktif untuk menjawabnya sebagai bagian dari tanggung jawab kita kepada stakeholder yang selama ini menjadi mitra di dalam program pendidikan.

Drs. Tarmidzi Tohor, MAg menyatakan bahwa kita sekarang sangat kekurangan tenaga Penyuluh Agama Islam (PAI). Kita hanya memiliki 50.000 tenaga PAI dengan komposisi 5000 PNS dan 45.000 honorer. Padahal kita ini memiliki jumlah umat Islam sebesar 211 juta orang. Hal ini belum lagi bicara sebaran PAI yang tidak merata di seluruh Indonesia. PAI sebenarnya memiliki tugas garda depan, sebab yang bersangkutan tidak hanya menjadi penyuluh agama, tetapi juga penyiar agama, pendidik agama dan bahkan Pembina kehidupan masyarakat secara umum.

Makanya, diperlukan sertifikat bagi mereka ini agar kualitas mereka menjadi semakin baik. Untuk itu maka kerja sama antara Fakultas Dakwah dan Komunikasi dengan Ditjen Bimas Islam menjadi sangat urgen. Beliau menyatakan: “agar ke depan dirumuskan MoU antara Ditjen Bimas Islam dengan Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk membicarakan dengan serius tentang program sertifikasi PAI tersebut”.

Saya juga menyampaikan beberapa gagasan terkait dengan pengembangan praktikum prodi-prodi di FDK. Saya sampaikan tiga hal, yaitu: Pertama, bahwa kita sedang menghadapi tantangan yang luar biasa ialah tantangan mengajar dan mengembangkan SDM di era Revolusi Industri 4.0 atau era disruptif suatu era ketidakmenentuan. Kita harus memiliki 4 (empat) C dan 1 (satu) S yaitu: Competency, Communications, Collaborations, Creatifity dan Spiritualism. Hanya orang yang memiliki hal ini yang mampu berkompetisi di era yang akan datang. Jika kita ingin menjadi tuan rumah di negeri sendiri, maka kita harus menguasai kemampuan atau kapasitas ini. Tantangan internal kita ialah rendahnya penguasaan teknologi informasi (TI), sementara itu kita hidup di era IT yang sangat tinggi atau high level serta kurangnya kapasitas keilmuan dan praksis untuk menjadi orang dengan kemampuan hard skills dan soft skills yang baik sesuai dengan bidang keilmuan.

Kedua, FDK harus menjadi institusi yang memanggul tugas memberikan sertifikasi baik internal maupun eksternal. Secara internal kita harus memberikan sertifikat kepada para alumni kita dalam banyak hal sebagai tuntutan memenuhi soft skills. Di antara sertifikat tersebut ialah sertifikat Community Development untuk jurusan PMI, sertifikat penyuluh agama Islam untuk jurusan BKI, sertifikat Manajemen untuk jujuran manajemen dakwah, sertifikat muballig untuk jurusan KPI, sertifikat jurnalistik untuk jurusan Komunikasi. Selain sertifikat yang sudah ada selama ini, misalnya sertifikat bahasa asing (Arab dan Inggris), sertifikat komputer dasar dan lain-lain yang masuk dalam Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI). Semua ini dibutuhkan untuk mencapai 4 (empat) C dan 1 (satu) S dimaksud.

Jika competency dipenuhi melalui Hard Skills atau kelulusan seluruh mata kuliah atau Standart Kompetensi Lulusan (SKL), lalu untuk memenuhi Communications dan Collaborations lewat soft skills atau sertifikat-sertifikat soft skills, sedangkan untuk creativity bisa dipenuhi dari berbagai macam upaya memberikan peluang untuk berpikir independent atau berpikir kritis positif. Dan untuk pemenuhan standart spiritualitas maka ilmu agama menjadi andalannya.

Ketiga, standarisasi sertifikasi menjadi penting. Menurut saya, ada tiga aspek yang perlu dipenuhi ialah kemampuan ilmu agama yang cukup. Standart ini sangat mendasar, sebab untuk menjadi penyuluh, penyiar, pendamping dan sebagainya di dalam masyarakat Islam maka penguasaan teks-teks keislaman harus standart. Jadi perlu didiskusikan seberapa banyak sks yang diperlukan. Kemudian penguasaan keilmuan, metodologi dan teknik bidang yang dikaji. Ada yang akan bergerak dari knowledge menjadi science dan ada yang dari know how menjadi skills. Untuk kepentingan ini juga harus dipertimbangkan berapa sks yang diperlukan. Selanjutnya, penguatan soft skills untuk memenuhi kemampuan komunikasi dan kolaborasi.

Jadi, perubahan kurikulum menjadi mendasar sebab dari sini muara untuk membangun kapasitas mahasiswa itu akan dilakukan, dan kemudian juga merancang praktikum baik praktikum mata kuliah terintegrasi maupun mata kuliah praktikum terpisah yang juga harus dirancang. Kita harus sadar betul bahwa ilmu dakwah dan komunikasi itu merupakan ilmu yang applied science maka membangun praktikum yang andal tentu sangat penting.

Saya kira diperlukan gerakan untuk memetakan secara mendalam apa masalah kita terkait dengan program perkuliahan di FDK ini dan kemudian memecahkan masalahnya satu persatu untuk mencerahkan seluruh civitas akademika FDK. Dan ini merupakan tugas kolaboratif kita semua.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..