• October 2024
    M T W T F S S
    « Sep    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MELBOURNE TERNYATA INDAH

 Jam masih menunjukkan pukul 3.30 pm, ketika saya terbangun. Karena mata sudah tidak bisa lagi dikatupkan, maka saya menulis. Jadi tulisan ini saya buat pada hari Sabtu, 12 Desember 2009. Sementara itu Masdar masih menikmati tidurnya, bahkan mungkin bermimpi masih ada di Indonesia. Saya senang karena dia memiliki selera tidur yang hampir sama dengan saya. Lampu dimatikan, dan tidak mendengkur ketika tidur. Saya pernah dua kali memiliki pengalaman tidur dengan kawan yang daya dengkurnya luar biasa hebat, sehingga semalam suntuk saya tidak bisa memejamkan mata. Tentu saja pagi harinya menjadi sangat kantuk dan capai sekali. Tapi seperti biasa, jika saya pergi keluar kota selalu saya siapkan vitamin, VitalongC. Doping ini yang membuat badan kembali segar.  

Pantaslah jika orang merasa bangga bisa datang ke Melbourne. Kota ini memang didesain sebagai kawasan hunian yang nyaman, tempat untuk usaha yang berkembang dan juga tempat pelancongan yang menarik. Sebuah paduan yang memang direncanakan secara memadai. Jalannya yang lebar dan mulus di tengah kota, cultural heritage yang terjaga, toko-toko yang menjajakan aneka kebutuhan masyarakat dan juga para wisatawan serta para mahasiswa yang berdatangan dari seluruh dunia. Di kota ini juga banyak lembaga pendidikan tinggi yang terkenal, The University of Melbourne dengan grade tertinggi di Australia, Victoria University, dan sebagainya.

Melbourne memang kota yang indah. Banyak gedung-gedung tua yang tetap dipertahankan keasliannya. Warisan budaya itu dipertahankan untuk menjadi saksi sejarah bahwa mereka tetap mempertahankan tradisi lama meskipun mereka bergerak maju. Salah satu gedung di  The University of Melbourne, Quadrangle Building,  bahkan didirikan pada tahun 1854 dan tetap berdiri gagah hingga sekarang. Di tengah kota juga terdapat gedung The State Library of Victoria yang didirikan pada tahun 1851 dan juga tetap lestari hingga sekarang. Stasiun pusat Flinders juga sangat antik. Ada cagar budaya yang mereka lestarikan di tengah keinginan membangun sesuatu yang baru.

Saya jadi ingat, di Surabaya sebenarnya juga banyak gedung-gedung tua, seperti di kawasan Jembatan Merah ke arah timur, Kembang Jepun, yang pernah digagas sebagai tempat untuk kawasan kuliner di Surabaya, namanya Kya-Kya, akan tetapi proyek tersebut gagal. Sebuah ide yang bagus, hanya sayangnya tidak didukung oleh semua pihak. Sebagai kota yang lama dalam penjajahan Belanda, tentu juga banyak gedung-gedung tua yang barada di dalamnya. Hanya sayangnya, cultural heritage itu seperti tidak memiliki makna. Bangunan-bangunan tua di Melbourne ternyata bisa bersanding dengan bangunan modern. Di Indonesia, bangunan tua itu digusur oleh yang baru dan bahkan tanpa meninggalkan jejak apapun. Meskipun kita memiliki konsep yang bagus yaitu mempertahankan yang lama dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih bagus, ternyata hanya bagus di konsep belaka.

Saya menyaksikan sungai Yara di tengah kota Melbourne dari jembatan di atasnya. Kawasan itu tertata dengan sangat baik. Di sekitar sungai itu ditata dengan lampion-lampion yang berwarna warni. Bangunan di sektarnya juga tertata rapi. Ada Stasiun Flinders di seberang sungai, dan bangunan lain yang saling mendukung keindahan sungai, sehingga ketika malam hari banyak orang yang bermain dayung dan memanfaatkan sungai itu sebagai tempat rekreasi.

Saya membayangkan Surabaya dengan Kalimas-nya. Dulu katanya, Kantor Gubernur itu menghadap ke  Kalimas. Sehingga gubernur Belanda datang dan pergi juga memanfaatkan Sungai Kalimas tersebut. Pintu gerbang Kantor Gubernur bukan jalan di depannya sekarang, akan tetapi  Sungai Kalimas. Dulu Kalimas tentu tertata rapi sebab sebagai lalu lintas yang menghubungkan pelabuhan Tanjungperak dengan pusat kota. Belanda memang terkenal dengan kota sungai yang menjadi andalan. Tentu keadaan itu sangat kontras dengan sekarang.

Kalimas semestinya bisa menjadi Sungai Yarra di Melbourne. Jika di Sungai Yarra bangunan kiri-kanannya tertata rapi, maka Kalimas justru menjadi sungai yang di kiri kanannya adalah bangunan-bangunan kumuh yang tentu tidak layak untuk dijadikan sebagai tempat wisata. Suatu ketika kita membayangkan bahwa Sungai Kalimas yang membelah kota itu akan dapat menjadi wisata sungai yang menyenangkan. Tentu tidak mudah sebab kota Surabaya sudah berkembang tanpa arah dalam perencanaan yang tidak matang.

Ketepatan bahwa saya berada di Melbourne saat menjelang akhir pekan. Maka suasana kota menjadi hidup di malam hari. Tradisi menghilangkan kepenatan bekerja terlihat di cafe-cafe pinggiran jalan. Lelaki, perempuan, tua muda dan  manusia dari berbagai bangsa menyatu di dalam suasana menjelang akhir pekan itu. Para pengusaha cafe dapat memanfaatkan kebiasaan orang-orang ini dengan sangat baik. Maka di depan-depan toko yang sudah tutup jam 6 petang maka berdirilah tempat-tempat untuk melepas lelah dengan minum kopi, cokelat dan makanan ringan lainnya.

Tanpa terasa saya telah mutar-mutar kota sampai jam 11 malam. Perbedaan waktu empat jam antara Indonesia WIT dengan waktu Melbourne tentu saja membuat mata belum terasa ngantuk. Jam di Indonesia tentu masih sore. Namun karena besuk harus meneruskan jalan-jalan maka saya putuskan masuk ke hotel Ridges di Swanston Street. Mata pun harus dipejamkan. Jam masih menunjukkan pukul 4.30 pm, ketika saya terbangun. Karena mata sudah tidak bisa lagi dikatupkan, maka saya menulis. Jadi tulisan ini saya buat pada hari Sabtu, 12 Desember 2009.

Tugas akademik juga sudah selesai. Kemarin jam 4 sore, naskah Letter of Agreement juga sudah saya tandatangani dengan Prof. Richard James. Bahkan pembicaraan tentang kapan dan bagaimana pelaksanaan pelatihan dengan Center of Study for Higher Education juga sudah disepakati. Jadi, tinggal bagaimana mengarrange pelaksanaannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.      

Categories: Opini