MENGAJI KEBANGSAAN PADA KELOMPOK LINTAS AGAMA
MENGAJI KEBANGSAAN PADA KELOMPOK LINTAS AGAMA
Saya memperoleh kesempatan langka dalam kerangka membangun relasi antar umat beragama di Surabaya. Akhir-akhir ini saya banyak berbicara di dalam forum yang terkait dengan kerukunan beragama. Bukan suatu hal yang baru tentu saja. Sebab selama ini saya memang banyak bergaul dengan banyak tokoh lintas agama, baik sebagai pembicara maupun terlibat di dalam kegiatan-kegiatannya.
Pertemuan di Klenteng Parisandha Buddha Dharma Niciren Sosyu Indonesia (NSI di Kompleks Ruko Wonokitri Indah Blok S-48, Surabaya tentu hal yang khusus sebab saya bisa bertemu dengan Maha Pandita Utama, Suhadi Senjaya, Ketua Niciren Sosyu Indonesia, kawan lama saya pada saat saya berada di Jakarta. Banyak acara dengan beliau terkait dengan upaya membangun umat beragma. Acara ini memng dihadiri oleh banyak tokoh agama, misalnya KH. Drs. Ahmad Suyanto, Ketua Umum Forum Beda tetapi Mesra (FBM), Pandita Robert Siahaan, Dhiman Abror, Staf Khusus bidang Komunikasi, Zulkifli Hasan, Ketua MPR, Djohan Limanto, Ketua Niciren Sosyu Jawa Timur, dan para ulama atau kyai di Surabaya. Acara ini dibuka dengan doa yang dipimpin oleh Pak Suhadi dan ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh kyai.
Pada acara ini ada tiga pembicara, yaitu: saya, Pak Suhadi dan Pak Dhimam Abror. Warga Surabaya tentu saya kenal dengan Pak Dhimam Abror, sebab Beliau adalah mantan wartawan Jawa Pos, dan juga mantan Ketua PWI Jawa Timur, lama saya tidak bertemu, jadi rasanya seperti reunian saja. Acara ini juga diisi dengan sambutan, misalnya Ketua Umum Forum Beda Tapi Mesra (FBM), Kyai Ahmad Suyanto. Beliau menyatakan bahwa Forum Beda tapi Mesra (FBM) diharapkan menjadi wadah penyemaian semangat kebersamaan, kerukuna dan harmoni. FBM adalah rumah bersama bagi pemeluk lintas agama.
Dhimam Abror menjadi pembicara pertama, dan beliau menyatakan bahwa Indonesia adalah contoh kerukunan umat beragama. Indonesia merupakan negara dengan multi suku, etnis dan bahasa yang sangat luar biasa, tetapi hingga hari ini, masih bisa bertahan karena memiliki Pancasila sebagai common platform kebersamaan. Rusia sebuah negara adidaya, dengan kekuatan senjata dan tentara yang hebat ternyata harus terpecah-pecah karena ketiadaan kebersamaan. Komunisme yang dipaksakan ternyata tidak bisa bertahan. Berbeda dengan Pancasila yang yang hadir sebagai milik bersama. Oleh karena itu jangan menjadi Afghanistan yang hanya terdiri dari tujuh suku bangsa, tetapi perang tidak selesai.
Pak Suhadi menjadi pembicara kedua, beliau sampaikan bahwa sangat mengapresiasi terhadap forum ini, sebab ini merupakan contoh kongkrit bagaimana kita membangun kerukunan dan harmoni. Kita bersyukur sebab memiliki Persatuan Bersama (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan 9 untuk mengatur kehidupan beragama terutama menyangkut pendirian tempat ibadah. Dengan jumlah pengikut sebanyak 90 orang kita bisa mendirikan tempat ibadah. Jika di suatu kecamatan tidak cukup, bisa mengangkat se kabupaten, dan sekabupaten tidak bisa maka diangkat se provinsi. Jika masih tidak cukup tentu tidak usah mendirikan tempat ibadah. Lalu juga dirikan tempat ibadah secukupnya. Kalau kebutuhannya 100 maka dirikan yang relevan dengan itu.
PBM itu dirumuskan untuk memberikan solusi atas kesulitan-kesulitan kita selama ini, misalnya umat Islam sulit mendirikan masjid di Papua, orang Buddha sulit mendirikan tempat ibadah di tempat lain, demikian pula yang lain. Maka dengan PBM ini akan dapat menjadi solusi atas masalah tersebut.
Beliau berharap bahwa jangan hanya toleransi yang dikembangkan, sebab toleransi itu masih menyisakan jarak antara satu dengan yang lain. Yang harus dikembangkan ialah persaudaraan. Di Buddha, di Islam, dan semua agama terdapat konsep-konsep persaudaraan. Islam sangat menekankan persaudaraan tidak hanya sesama umat Islam, tetapi untuk persaudaraan kebangsaan dan bahkan untuk seluruh alam.
Saya menjadi pembicara ketiga. Saya sampaikan tiga hal yang mendasar. Pertama, saya mengapresiasi atas acara yang diselenggarakan oleh FBM, sebab inilah rumah bersama dan di tempat ini selalu ditekankan pentingnya persaudaraan dan kebangsaan. Maka saya menyebut acara ini sebagai “Mengaji Kebangsaan”. Pada waktu mengaji di Gedung Pondok Daud Jl. Taman Prapen Indah Blok C 6-7 Surabaya, beberapa saat yang lalu, hadir Pak Bambang DH dan bu Indah Kurnia, dan sekarang yang datang Pak Dhimam Abror. Kita semua tahu datang dari mana mereka ini. Jadi, PBM ini merangkul semua dan dirangkul semua. Indah. Sebuah Taman Sari akan menjadi indah dan asri, jika terdapat banyak bunga yang warna-warni. Maka di dalam kehidupan ini juga indah jika terdapat warna-warna di dalamnya. Yang penting bagaimana memanej waran-warni tersebut menjadi serasi, harmoni dan indah.
Kedua, saya sampaikan kita sekarang sedang memasuki tahun politik, di mana tanggal 17 April 2019 akan terjadi pilihan presiden dan wakil presiden. Pada tahun politik tersebut dipastikan akan terjadi gesekan-gesekan yang tinggi. Akan terjadi saling kontestasi yang terkadang juga mengusung isu politik identitas dan politisasi agama. Kita sudah merasakan pertarungan itu sekarang. Di era cyber war yang menggunakan media sosial itu, maka hal-hal yang sebenarnya tidak masalah menjadi masalah, hal-hal yang sepele menjadi kompleks. Itulah sebabnya hoax menjadi bahan pemberitaan yang luar biasa pengaruhnya. Orang terbiasa untuk membunuh karakter lawan politiknya, orang terbiasa menyebarkan isu-isu yang merusak persaudaraan dan sebagainya.
Hal ini tentu ditunjang dengan kepemilikan hand phone atau smartphone yang sangat tinggi di Indonesia. dari sejumlah 236 juta penduduk, jumlah pemilik HP sebesar 371,4 juta orang atau 142 persen. Dan Indonesia menjadi negara nomor enam dalam kepemilikan HP setelah China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Indonesia. Apalagi mayoritas HP itu memiliki jaringan internet.
Makanya, kita yang termasuk generasi senior ini perlu untuk menjaga agar generasi muda kita yang berada di dalam kelompok generasi Y, akan dapat menggunakan smart phone untuk kepentingan positif dan bukan untuk kepentingan negative. Di era tahun politik, saya kira kita harus mengajarkan kepada anak-anak untuk bagaimana menggunakan media sosial yang benar.
Ketiga, kita ini bersyukur karena terlahir di Indonesia dan menjadi bangsa Indonesia. Kalau kita lahir lima jam saja setelah itu, maka kita lahir di Afghanistan yang perang terus menerus. Kalau kita lahir 13 jam maka kita akan lahir di Iraq atau Syria, maka juga akan terus berada di dalam suasana perang, dan seterusnya. Itulah yang mengharuskan kita bersyukur dan menghargai terhadap usaha para pendiri bangsa yang menjadikan negeri ini sebagai negara berdasar atas Pancasila. Melalui empat pilar consensus kebangsaan, yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan, maka kita bisa memastikan bahwa negara kita dalam keadaan aman dan damai. Kita ingin ke depan, generasi muda kita itu seperti kita yang berkomitmen menjaga pilar consensus kebangsaan tersebut. Jika sekarang para founding fathers negeri ini tersenyum di alam kuburnya karena kita menjadi penyangga NKRI, maka kita ingin ke depan juga bisa tersenyum di alam kubur karena generasi yang kita tinggalkan tetap mempertahankan empat pilar consensus kebangsaan tersebut.
Wallahu a’lam bi al shawab.