MAKNA MENGHARGAI KEPAHLAWANAN
MAKNA MENGHARGAI KEPAHLAWANAN
Ada yang terasa kurang dewasa ini ialah bagaimana kita menghargai jasa para pahlawan di masa lalu yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan bangsa. Menghargai jasa para pahlawan sebenarnya tidak rumit, yaitu dengan memperjuangkan apa yang menjadi cita-cita para pahlawan itu di era yang berbeda.
Di masa lalu, tantangan para pahlawan bangsa ialah bagaimana mengusir penjajah dari bumi Nusantara, dan bagaimana agar bangsa ini memiliki kemerdekannya. Mereka berjuang dengan kekuatan fisik dan hati agar bangsa ini terbebas dari penjajahan Belanda dan sekutunya. Dan itu terjadi di seluruh Indonesia, meskipun yang dijadikan momentum ialah tanggal 10 Nopember 1945. Jadi, pertempuran Surabaya yang melibatkan masyarakat, para kyai, ulama dan para pejuang itu adalah momentum untuk dijadikan sebagai Hari Pahlawan yang heroic.
Bagi bangsa Indonesia, kemerdekaan ini tentu tidak lepas dari upaya para pahlawan dan seluruh komponen masyarakat Indonesia yang selama itu berjuang untuk kemerdekaan bangsanya. Jika kemudian tidak semua dinyatakan dan dihargai sebagai pahlawan bukan berarti bahwa mereka tidak punya peran yang signifikan bagi perjuangan bangsa Indonesia. Jika yang diberi gelar pahlawan adalah para pemimpin di dalam suatu perjuangan, maka hal itu adalah suatu kewajaran karena merekalah yang menggerakkan perjuangan itu.
Sejarah memang hanya mencatat peristiwa-peristiwa besar dengan orang-orang besar. Nama seperti Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo adalah mereka yang menjadi penggerak dalam “Perang Jawa” yang menguras pundi-pundi keuangan Pemerintah Belanda pada tahun itu. Sebuah perjuangan yang sangat heroic yang melibatkan seluruh masyarakat Jawa dalam kerangka untuk merebut kembali otoritas kepemimpinan di tangan bangsa sendiri.
Lalu jika perjuangan merebut kemerdekaan di Surabaya, yang menghasilkan nama besar, Bung Tomo, yang terkenal dengan pekikan “Allahu Akbar” dan menewaskan Jenderal Mallaby, adalah contoh juga bagaimana sejarah memang mencatat nama-nama besar. Namun sekali lagi bukanlah masyarakat Surabaya dan sekitarnya tidak memiliki andil yang sangat besar di dalam konteks ini.
Lalu, ketika nama besar Hadratusy Syekh KH. Hasyim Asy’ari yang dijadikan sebagai ikon di dalam “Resolusi Jihad” yang kemudian diperingati sebagai Hari Santri Nasional, bukan berarti mengabaikan sejumlah nama kyai dan ulama serta masyarakat yang terlibat di dalam pembahasan resolusi jihad. Semuanya memiliki perannya dan signifikansinya masing-masing.
Para pahlawan adalah mereka yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa dari belenggu penjajahan. Nama-nama seperti Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Sultan Agung, Adipati Unus, Fatahillah, dan sebagainya adalah nama-nama yang terpateri di dalam sejarah bangsa sebagai orang yang memperjuangkan negaranya dari cengkeraman negara lain dalam bentuk peperangan dan adu senjata.
Semua ini tentu saja perlu untuk kita ingat jasa-jasanya sebagai bagian tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan hidup bangsa Indonesia. Jika ada yang melupakannya, maka sesungguhnya mereka perlu diingatkan kembali agar “jangan melupakan sejarah”. Jasmerah, begitu kata Soekarno.
Pelajaran sejarah bangsa perlu diajarkan sedemikian kuat kepada anak didik kita, sebagai penerus kehidupan bangsa dan negara. Sejarah meskipun tidak selalu “mulus” dan terkadang juga berlepotan dengan “subyektivitas” tetapi tetap saja penting bagi anak-anak kita agar mereka tidak salah di dalam memilih haluan bagi kehidupan bangsa.
Guru-guru mata pelajaran sejarah haruslah orang yang memiliki semangat kebangsaan yang sangat tinggi, dan menguasai bahan ajar sejarah lahir dan batin. Yang “lahir” ialah materi pembelajarannya dan yang “batin” ialah semangat untuk mempertahankan negara ini. Empat pilar consensus kebangsaan haruslah diajarkan dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab. Para guru sejarah harus mempertahankan dengan cara pembelajarannya yang menarik tentang Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan.
Kita ingin bahwa memperingati Hari Pahlawan itu dengan semangat untuk menjadikan Indonesia ini sebagaimana yang dicita-citakan mereka semua, yaitu negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dan salah satu yang perlu dilakukan ialah dengan melakukan pembangunan dengan tujuan untuk memenuhi pesan kemerdekaan sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu: melindungi segenap warga negara, mencerdaskan kehidupan bangsa, menyejahterakan kehidupan masyarakat dan turut serta dalam membangun perdamaian dunia.
Kita semua ingin agar para pahlawan kita tersenyum gembira di alam kuburnya masing-masing karena melihat kita bisa mencapai keinginannya dengan tetap menjaga negara ini dari rongrongan apapun, termasuk rongrongan keinginan untuk mengubah negara Indonesia menjadi negara khilafah.
Wallahu a’lam bi al shawab.