AKHIRNYA BISA KE MELBOURNE
Semestinya saya bisa ke Melbourne bulan September yang lalu. Akan tetapi karena saya kena flu berat akhirnya saya batalkan. Ketepatan waktu itu musim flu burung sedang mengganas. Makanya oleh dokter saya dilarang untuk pergi ke Australia. “Nanti bisa dikarantina,” kata dokter yang memeriksa saya. Waktu itu sejumlah dosen IAIN Sunan Ampel memperoleh kesempatan mengikuti workshop tentang Higher Education Revenue. Program ini dianggap penting terkait dengan upaya menyongsong Badan Layanan Umum (BLU) yang sedang dalam proses perizinan. Sejumlah dosen tersebut harus belajar tentang bagaimana universitas mengarrange sumber daya usaha untuk meningkatkan generate incomenya. Hari ini, Jum’at, 10 Desember 2009 akhirnya saya bisa ke Melbourne untuk penandatanganan Letter of Agreement dengan Melbourne University. Ada beberapa hal yang akan dikerjasamakan dengan Melbourne University, yaitu workshop metodologi penelitian, manajamen pendidikan dan metodologi pengajaran. Program tersebut dirancang dalam tiga tahun dengan diikuti oleh kira-kira 15 orang. Kerjasama dengan Melbourne University sudah dilakukan dua tahun yang lalu. Pada tahun 2008 bertema Confirmatory Research Methodology dan pada tahun 2009 dengan tema Higher Education Revenue.
Dunia dibangun di atas mimpi. Begitu kaum fenomenologi Hegelian memaknai dunianya. Mimpi adalah setengah cita-cita, setengah cita-cita adalah setengah usaha dan setengah usaha adalah setengah keberhasilan. Para dosen harus memiliki mimpi. Dan untuk membangun mimpi mereka harus melihat dunia lain. Kalau selama ini mereka berkeliling dari pesanten ke pesantren, dari perguruan tinggi Islam ke perguruan tinggi Islam, dari perguruan tinggi umum ke perguruan tinggi umum di Indonesia, maka mereka harus mengenal lembaga pendidikan di luar negeri.
Untuk membangun mimpi memang mahal. Tetapi perubahan mindset tentu tidak bisa dinilai dengan uang. Perubahan mindset yang diharapkan adalah munculnya mimpi untuk berubah dan berkembang cepat. Sekurang-kurangnya muncul pemikiran bahwa perguruan tinggi milik kita berada sekian grade dibawah perguruan tinggi yang mereka lihat. Dari sinilah mimpi itu dibangun. Ada keinginan berubah, ada keinginan bergerak dan ada keinginan untuk memperbaiki kualitas.
Jam 07 lebih saya sampai di Bandara Melbourne yang indah. Segera saya naik taksi untuk ke tempat penginapan. Hotel Rydges on Swanson Melbourne. Saya menempati kamar nomor 118. hotel ini tidak berbeda dengan hotel-hotel bintang tiga di Surabaya atau Jakarta. Sebagai penulis yang selalu berhubungan dengan internet, maka yang pertama saya cari adalah sambungan internet. Ternyata mahal. Untuk satu jam penggunaan selama tujuh hari, maka dikenai charge $ 12,95. untuk penggunaan 4 jam lebih dari seminggu dikenai charge $19.95 dan untuk penggunaan 30 jam lebih dari tujuh hari dikenai $ 69.95.
Taksi yang saya tumpangi dengan Masdar Hilmy melewati jalan tol yang lapang dan tertata rapi karena dibangun melalui sistem tata kota yang baik. Saya membandingkan dengan jalan-jalan di Surabaya yang sumpek dan penuh sesak. Apalgi jalan-jalan di perkampungan yang penuh dengan manusia dan sepeda motor. Di Melbourne yang tampak hanya mobil dan hampir tidak dijumpai sepeda motor. Saya membayangkan bahwa Indonesia itu benar-benar kota sepeda motor. Bahkan kalau saya sedang nyetir yang ditakuti adalah sepeda motor yang nyelonong. Banyak pengendara sepedah motor yang mengabaikan tata tertib berkendaraan di jalan umum. Di sini sopir taksi pun dilindungi dari gangguan penumpang. Mungkin pernah terjadi kekerasan terhadap sopir oleh penumpang sehingga sopir taksi pun butuh bodyguard atau pengamanan sopir.
Melbourne memang kota yang bersih dan indah. Karena saya datang tepat di musim panas, maka udara pagi pun sangat sejuk. Meskipun kendaraan berlalulalang, tidak ada asap atau emisi mobil yang tampak di jalanan. Mobil yang membuat gas emisi banyak maka akan dikenai sangsi. Bisa jadi tidak boleh dioperasikan. Makanya, polusi di sini sangat terkendali. Kita tidak bisa membandingkan dengan Jakarta atau Surabaya. Pemerintah sangat peduli terhadap kesehatan warganya, terutama dari sisi gas buangan mobil yang bisa membuat orang sakit pernafasan.
Sesuai dengan perjanjian kami dengan The University of Melbourne, maka penandatangan Letter of Agreement akan berlangsung jam 4.30 am. Jadi ada waktu untuk istirahat. Maklumlah di pesawat, saya sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Saya lupa membawa antimo yang biasanya saya gunakan ketika perjalanan dengan kendaraan.
Penandatangan Letter of Agreement ini menjadi penting bagi IAIN Sunan Ampel untuk mengembangkan kualitasnya terutama untuk menjemput masa depan yang diharapkan jauh lebih baik dibanding sekarang.
Wallahu a’lam bi alshawab.