HARI ANTI KORUPSI
Kemarin, Rabo, 09/12/09, merupakan Peringatan Hari Anti Korupsi se Dunia. Peringatan Hari Anti Korupsi tersebut ditandai dengan berbagai kegiatan unjuk rasa di berbagai daerah. Di kota-kota besar diselenggarakan kegiatan unjuk rasa. Di Jakarta, Surabaya, Makasar, dan sebagainya. Secara umum unjuk rasa tersebut dilakukan dengan damai kecuali di Makasar yang agak anarkhis. Makanya, prediksi Presiden SBY bahwa gerakan unjuk rasa Anti Korupsi yang ditunggangi kepentingan politik, tampaknya tidak terbukti. Untuk rasa tersebut murni merupakan gerakan moral mendukung semua tindakan anti korupsi yang memang masih menjadi penyakit bangsa ini.
Korupsi memang masih menjadi problem di negara-negara berkembang, bahkan juga di negara-negara maju. Secara historis, korupsi memang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang di dalamnya terdapat relasi kepentingan ekonomi. Mungkin hanya pada masyarakat berburu saja tindakan koruptif tidak didapati. Akan tetapi karena manusia memiliki kepentingan individual yang terkadang jauh lebih besar, maka tindakan untuk menguntungkan diri sendiri tampaknya telah menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Kejatuhan rezim pemerintahan Orde Baru tentu disebabkan karena tindakan korupsi yang telah merajalela. Korupsi menjadi menggurita. Korupsi dilakukan oleh pejabat di tingkat atas sampai di tingkat bawah. Korupsi bahkan juga tidak mengenal status dan penggolongan sosial. Korupsi ada di mana-mana. Di setiap sudut tempat yang ada transaksi kepentingan ekonomi, maka di situ didapati tindakan koruptif. Melalui gerakan people power, maka pemerintahan yang korup tersebut kemudian dapat diakhiri.
Orde Reformasi yang sudah berjalan 10 tahun ternyata juga belum secara maksimal untuk memberantas korupsi. Masih ada yang tebang pilih. Mungkin juga baru sekitar 15% kasus-kasus korupsi yang bisa diadili atau bahkan kurang dari persentase tersebut. Tetapi gerakan anti korupsi telah menjadi gerakan massa. Ada kesadaran masyarakat yang akan menjadikan korupsi sebagai common enemy.
Perayaan Hari Anti Korupsi yang digelar kemarin adalah wujud dari gerakan anti korupsi yang sudah bersifat massif. Hampir semua kota di Indonesia melakukan unjuk rasa. Ini menjadi sebuah bukti, bahwa anti korupsi sudah menjadi common conciousness yang merata di kalangan masyarakat terpelajar atau kelas menengah di kota-kota besar. Gerakan anti korupsi telah menjadi bagian dari kesadaran masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, problem utamanya adalah pada para aparat, pejabat publik dan juga para penegak hukum. Jika kesadaran anti korupsi sudah ada di kalangan masyarakat dan kesadaran itu sudah menjadi gerakan, maka tinggal bagaimana para aparat, pejabat publik dan penegak hukum merespon gerakan tersebut.
Tetapi di atas segalanya, yang penting adalah jangan sampai gerakan anti korupsi tersebut dikalahkan oleh kepentingan politik. Jika ini yang terjadi, maka makna gerakan anti korupsi akan tereduksi menjadi gerakan politik nir-etika.
Semua orang tentunya berharap, bahwa ”perayaan” Anti Korupsi bukan hanya sekedar upacara tanpa makna. Dan jawabannya adalah semuanya harus bergerak untuk menegakkan transparansi, akuntabilitas dan tanggungjawab yang terkait dengan apa saja yang melibatkan relasi kepentingan.
Wallahu a’lam bi al shawab.