Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERORGANISASI SEBAGAI KEBUTUHAN SOSIAL

BERORGANISASI SEBAGAI KEBUTUHAN SOSIAL
Oleh: Prof. Dr. H. Nur Syam, MSI
Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya

Pengantar
Manusia sesungguhnya memiliki tiga kebutuhan dasar yang mesti harus dipenuhi. Tiga kebutuhan dasar tersebut ialah: Kebutuhan biologis, seperti: makan, minum, berketurunan, mempertahankan diri dan sebagainya. Sementara itu kebutuhan sosial ialah kebutuhan manusia untuk memenuhi hasrat berkelompok, bersahabat, bermitra kerja dan termasuk berorganisasi. Kebutuhan integrative ialah kebutuhan untuk berkasih sayang, memberikan yang terbaik bagi orang lain, keinginan beragama dan sebagainya.
Berorganisasi ialah bagian dari kebutuhan sosial yaitu kebutuhan manusia yang asasi untuk hidup berkelompok, membangun kebersamaan, membangun kehidupan bersama, memperoleh pengakuan, kebutuhan dipimpin atau memimpin dan sebagainya. Di dunia ini nyaris tidak ditemui orang yang bisa hidup sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Seminimal-minimalnya kebutuhan, maka pastilah orang tersebut membutuhkan kebersamaan dengan orang lain. Maka, sesungguhnya kebutuhan bersyarikat, berkumpul, membangun organisasi adalah kebutuhan dasar manusia yang memang bersifat azali atau karena takdir Tuhan menciptakannya seperti itu.
Ditinjau dari factor yang menyebabkan orang berkeinginan untuk berorganisasi atau bersyarikat atau berkumpul dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek internal dan aspek eksternal. Yang internal ialah keinginan dari dalam diri manusia itu sendiri untuk berkumpul, bersyarikat atau berorganisasi. Sedangkan dari aspek eksternal, misalnya dorongan untuk memanfaatkan perkumpulan, persyarikatan atau organisasi untuk berekspressi diri tentang kemampuan, dan dorongan untuk berkuasa dan sebagainya.

Pengertian dan jenis organisasi
Lalu apa yang dimaksud dengan organisasi? Saya berpendapat bahwa organisasi ialah kumpulan orang atau sekumpulan individu dalam suatu wadah tertentu untuk mencapai tujuan kebersamaan. Jadi setiap organisasi mengindikasikan adanya tiga syarat yaitu: adanya sejumlah orang di dalam organisasi itu dan seperti biasanya maka di dalamnya mestilah terdapat siapa yang menjadi pemimpinnya dan siapa yang menjadi anggotanya. Di masa lalu, pemimpin ditunjuk karena “kelebihan” apapun yang dimilikinya. Bisa karena kekuatan fisik, bisa karena kekuatan adikodrati dan bisa juga karena kemampuannya untuk menyelesaikan masalah bersama.
Sebagai contoh, di masa lalu seorang pemimpin hadir karena kemampuannya untuk mengorganisir pasukan dalam peperangan. Selalu ada panglima-panglima perang yang menjadi pemimpin dalam suatu kelompok. Dia menjadi pemimpin tentu karena keahliannya dalam menyusun strategi peperangan dan kekuatannya yang luar biasa dalam memimpin pasukan. Dialah Sang Hero yang memenangkan peperangan. Ada nama misalnya Salahuddin Al Ayyubi dalam perang 100 tahun antara Orang Islam dengan Orang Kristen. Ada Richard Lion Heart dalam peperangan itu dan sebagainya. Tetapi juga ada pemimpin dalam damai, misalnya kala Nabi Yusuf menjadi pemimpin Mesir karena keahliannya dalam perekonomian dan pertanian. Dia menjadi raja karena berhasil mengangkat kesejahteraan bangsa Mesir di kala itu. Di dalam sejarah Nusantara dikenal nama Mahapatih Gajahmada, Hang Tuah, Teuku Umar, Cut Nyak Din, Pangeran Diponegoro, dan sebagainya. di dalam sejarah Nusanatara, mereka adalah pra pahlawan yang membela negara dan bangsanya dalam melawan pra musuhnya.
Tentu juga ada organisasi yang jumlah anggotanya sangat variatif tergantung pada besar atau kecilnya organisasi dimaksud. Ada organisasi dengan cakupan yang sangat luas, bahkan internasional dan ada juga organisasi dengan lingkup lokal bahkan sangat lokal. Semua ini menggambarkan bahwa di dalam setiap organisasi selalu ada sejumlah orang yang berkumpul dengan varian tugas dan fungsinya masing-masing.
Kemudian ada wadah atau lembaga yang menjadi tempat berkumpul. Tempat tentu tidak selalu dalam konteks fisik. Artinya bahwa yang dimaksud dengan wadah atau tempat ialah simbol yang menggambarkan bahwa mereka bersatu atau berkumpul dalam suatu ikatan yang relative tetap. Wadah tersebut merupakan ikatan yang bisa mempersatukan mereka dalam jangka waktu yang relative lama dan tetap.
Yang juga penting bahwa setiap perkumpulan, persyarikatan, atau organisasi selalu dibangun karena adanya kesamaan tujuan. Jadi dipastikan bahwa mereka berkumpul atau berorganisasi tentu difasilitasi atau didasari oleh tujuan bersama untuk kepentingan bersama. Di dalam konsepsi sosiologis ada yang disebut dyad, maka setiap ada dua orang yang bertemu dipastikan bahwa mestilah membicarakan atau ingin membangun kebersamaan. Dan di kala masuk orang ketiga, maka terjadilah yang disebut sebagai tryad dan seringkali menumbuhkan pertentangan bahkan konflik.
Dilihat dari jenisnya, maka kita mengenal ada organisasi formal dan organisasi informal. Yang formal tentu ditandai dengan adanya beberapa persayaratan penting, yaitu: adanya hirarkhi atau ada pemimpin, dan anggota serta ada tugas, pokok dan fungsi. Lalu adanya struktur organisasi, adanya regulasi yang biasanya dalam bentuk anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART), dan kemudian ada pengakuan atau recognisi dari lembaga yang berwenang. Di dalam konteks organisasi formal di Indonesia maka mestilah memperoleh pengakuan dari Kementerian Hukum dan HAM (kemenkumham). Selain itu juga harus mematuhi segala regulasi atau peraturan perundang-undangan yang terkait dengan organisasi formal tersebut.
Sebagaimana sudah dijelaskan, bahwa tujuan organisasi formal ialah untuk menjalankan fungsi kebersamaan sesuai dengan apa yang menjadi consensus kebersamaan. Misalnya organisasi politik, maka yang menjadi kebersamaannya ialah untuk mewujudkan artikulasi kepentingan politik. Sebagai contoh, Partai Politik (PPP, Golkar, PDIP, PKS, Hanura, Gerindra, PKB dan sebagainya). Kemudian, organisasi ekonomi, misalnya: Gapeksi, Gapensi, HIPMI, ISEI, WTO, AFTA, dan sebagainya. Lalu, organisasi keagamaan, misalnya: NU, Muhammadiyah, Aisyiah, Muslimat, Fatayat, MUI, KWI, DGI, PHDI, Matakhin, Perti, Persis, PUI, dan sebagainya. Organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan, misalnya: PMII, HMI, PMKRI, GMNI, Anshor, IPNU, IPPNU, IPM, dan sebagainya. Organisasi sosial, misalnya: Himpunan Tani Indonesia, Himpunan Kaum Wreda, Rukun Tetangga, Rukun Warga dan sebagainya.
Selain itu juga terdapat organisasi informal. Yaitu organisasi yang dibentuk oleh sekelompok individu dengan tujuan tertentu tetapi tidak memiliki persyaratan khusus. Misalnya ketentuan hirarkhi, ketentuan kepemimpinan, persyaratan struktur, dan juga pengakuan atau legalitas dari negara. Organisasi ini ada karena tuntutan warga atau komunitas atau masyarakat untuk membentuk kebersamaan karena ikatan yang dibuat oleh mereka sendiri. Biasanya bersifat kedaerahan, etnisitas, atau kesukuan. Contohnya adalah organisasi-organisasi atau perkumpulan atau pesamuan yang dibentuk untuk tujuan bersilaturahim atau sekedar bersama-sama membangun persaudaraan, misalnya Ikatan Warga Tuban di Jakarta, Ikatan Wong Solo di Jakarta, Pesamuan Kaum Buddhis, persaudaraan pesilat, Ikatan Mahasiswa Ronggolawe, Ikatan Persaudaraan Orang Bugis, Ikatan Orang Betawi, Persatuan Orang Padang di Jakarta dan sebagainya.
Selain pembagian di atas juga terdapat pembagian organisasi berdasarkan profesi. Yaitu organisasi yang dibikin untuk menghimpun para professional dengan tujuan untuk memperkuat posisi profesi yang mereka tekuni. Biasanya organisasi profesi ini memiliki kekuatan untuk memaksa para professional untuk terlibat di dalamnya. Misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), maka organisasi ini memiliki kekuatan untuk mengakui profesionalitas seseorang. Dokter dinyatakan sebagai dokter professional jika yang bersangkutan telah dinyatakan lulus atau bersertifikat sebagai anggota IDI. Di dalamnya terdapat Etika Profesi dan juga mengikat anggotanya untuk mematuhi terhadap profesinya dimaksud. Yang lain misalnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Advokat Indonesia (IKADI), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dan sebagainya.

Refleksi
Secara konseptual dapat dinyatakan bahwa hakikat kehidupan manusia sesungguhnya merupakan kehidupan berkelompok. Sebagaimana fitrahnya, bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk bersekutu, berkelompok atau berkumpul untuk tujuan tertentu. Secara kodrati, manusia berkebutuhan untuk berorganisasi, baik dalam bentuknya yang formal atau informal dalam kerangka memenuhi hasrat keinginannya dalam mengakses kehidupan.
Berdasarkan kajian sosiologis-antropologis, bahwa kehidupan berkelompok merupakan sistem kehidupan tertua di dalam sejarah kehidupan manusia. Baik manusia pra sejarah maupun manusia modern, memiliki kecenderungan berkelompok sebagai kebutuhan yang tidak terhindarkan dalam kerangka untuk mengartikulasikan kepentingan bersama di dalam kehidupan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..