Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BENCANA ALAM YANG TERUS MENDERA (2)

BENCANA ALAM YANG TERUS MENDERA (2)
Seluruh wilayah Indonesia kecuali Pulau Kalimantan adalah daerah yang rawan gempa. Saya teringat di kala terjadi gempa dengan kekuatan 6,4 skala richter di wilayah selatan Banten, maka getarannya sampai di Jakarta. Sangat terasa. Saya yang sedang berada di lantai II Kementerian Agama merasakan betapa kuatnya tekanan gempa bumi tersebut. Karena pusat gempanya jauh dari daratan, maka tidak berpotensi tsunami.
Setelah itu, lalu ada beberapa informasi yang menyebutkan bahwa Jakarta akan digoncang gempa dengan kekuatan lebih dari 9 skala richter. Maka kepanikan tentu lalu melanda warga Jakarta, apalagi dengan banyaknya gedung pencakar langit dan bangunan-bangunan yang tinggi. Seluruh kementerian lalu diminta untuk melakukan uji kekuatan atas dampak gempa dengan skala richter tertentu. Sontak seluruh kementerian melakukan hal tersebut, sebagai wujud kepedulian terhadap akibat gempa yang memang menakutkan.
Beban psikhologis para pengungsi gempa bumi memang sungguh sangat besar. Masyarakat yang selama ini hidup mapan dengan keluarganya, tiba-tiba harus menjadi pengungsi karena rumahnya dan harta miliknya hancur berantakan. Mereka sedang menghadapi masalah pasca bencana yang menimbulkan trauma luar biasa. Dalam kasus di Lombok, bisa dibayangkan terjadi lebih dari 1000 kali gempa dengan ukuran kekuatan yang berbeda-beda. Makanya, tidak ada yang berani tidur di dalam rumah, paling tidak di halaman rumah atau di teras rumah. Hal ini dipicu oleh pemikiran agar jika terjadi gempa maka sesegera mungkin bisa menyelamatkan diri. Peristiwa seperti ini terjadi dalam waktu yang panjang sehingga mendera beban psikhologis yang sangat kuat.
Beban psikhologis ini yang menyebabkan mereka kompak di dalam berdoa agar Tuhan segera mengakhiri “penderitaan” yang mereka rasakan. Sungguh doa yang sangat menyayat hati bagi orang yang mendengarnya atau mendengar ceritanya. Apakah anda mendengar jeritan saudara-saudara kita di tempat yang sedang dilanda duka sebagai akibat gempa bumi? Doa mereka terpapar dalam dua hal, yaitu: “Ya Allah, jika musibah ini adalah cobaan dari MU, maka sudah cukup cobaan ini kami rasakan. Dan jika musibah ini adalah ujian MU, maka sudah cukup ujian ini bagi kami”. Betapa mendalamnya doa-doa yang mereka lantunkan ini di tengah nuansa ketidakmenentuan kehidupan sebagai akibat gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Memang bisa dibayangkan bahwa dampak psikhologis para korban bencana alam ini luar biasa. Mereka tidak lagi memiliki rumah, pekerjaan dan masa depan. Sementara keluarganya tentu menuntut agar kehidupan terus berlangsung. Mengandalkan bantuan tentu tidak menyelesaikan masalah. Bantuan sosial tentu bersifat tanggap darurat dan hanya bersifat sementara. Berapapun bantuan yang dikucurkan, tentu hanya bersifat sementara saja.
Sekarang kita sedang menghadapi bencana di Palu yang juga tidak kalah hebat dampaknya. Ada banyak yang tewas karena tertimbun lumpur dan terkena longsor bahkan juga terseret arus gelombang tsunami yang besar. Semua ini memberikan gambaran bahwa gempa di Palu itu sebagai sebuah peristiwa alam yang dahsyat. Sebuah peristiwa alam yang sesungguhnya terdesain semenjak bumi atau alam diciptakan dan baru sekarang peristiwa itu terjadi.
Namun yang jelas bahwa musibah ini telah memberikan “kesadaran” baru warga dunia untuk saling bersimpati. Tidak hanya warga negara Indonesia yang secara serempak memberikan donasinya di wilayah atau tempat kerjanya. Bahkan di Kementerian Agama bisa dikumpulkan anggaran sebesar 13 Milyard untuk menyumbang bencana di Lombok. Dan sekarang tentu mereka juga tergerak untuk melakukan hal yang sama.
Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan juga kementerian lain agar memberikan programnya untuk kepentingan recovery di tempat bencana. Ada banyak lembaga pendidikan, tempat ibadah dan juga sarana pemerintahan yang rusak, sehingga semuanya harus diselesaikan secepatnya untuk recovery.
Bahkan pemerintah negara-negara asing juga memberikan simpatinya. Presiden Amerika Serikat, PM. Jepang, PM. India, Raja Arab Saudi dan banyak lagi lainnya. Semua di antara mereka merasakan bahwa tekanan gempa bagi warga negara Indonesia ini sungguh berat. Mereka bersimpati terhadap terjadinya gempa yang meluluhlantakkan bangunan dan juga menyebabkan korban jiwa.
Namun demikian, pemerintah belum menganggap perlu bantuan asing untuk membantu menyelesaikan masalah akibat gempa ini. Pemerintah tentu telah mengukur bahwa beban anggaran untuk melakukan recovery terhadap korban gempa tentu masih bisa ditanggulangi. Hal ini mengaca pada penanganan gempa di Lombok yang juga bisa dilakukan secara optimal.
Walaupun begitu satu hal yang harus diungkapkan di dalam menghadapi kejadian demi kejadian gempa ini, yaitu: “semua warga negara Indonesia merasa ikut prihatin atas gempa bumi ini seraya terus mengucapkan doa agar mereka berada di dalam kesabaran dan ketabahan. Kita semua yakin bahwa segala sesuatu pasti akan ada akhirnya dan kehidupan akan menjadi normal kembali.”
Wallahu a’lam bil as shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..