Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

GEMPA BUMI YANG TERUS MENDERA (1)

GEMPA BUMI YANG TERUS MENDERA (1)
Ada banyak orang yang bisa menyatakan bahwa keberadaan bencana atau hal-hal yang bersifat entropic itu merupakan ujian Tuhan atau cobaan Tuhan. Allah sering dikaitkan dengan kejadian bencana sebab dianggap bahwa Allah sedang mencoba atau menguji hambanya dengan bencana itu.
Jawaban atas hal ini tentu bisa dua juga. Di satu sisi bisa saja bencana alam dianggap sebagai wujud kepedulian Tuhan dengan memberikan cobaan atau ujian, akan tetapi juga bisa tidak dikaitkan dengan cobaan atau ujian Tuhan terhadap hambanya. Bencana adalah bencana dan hal itu merupakan kejadian alam yang memang sudah Allah takdirkan atas dinamika atau pergerakan alam itu sendiri. Tetapi di antara yang pasti bahwa bencana alam pastlah kepastian Tuhan atas seluruh alam yang memang harus terjadi.
Saya termasuk orang yang mengikuti pandangan bahwa bencana alam adalah kejadian alam di bawah kepastian Tuhan dan hal itu bisa terjadi di mana saja. Tidak harus di tempat di mana banyak kemaksiatan atau di tempat yang di situ banyak orang beribadah. Memang ada riwayat yang menyatakan bahwa Allah pernah misalnya memberikan bencana kepada umat manusia karena kemaksiatannya. Dalam kisah Nabi Nuh AS., maka banjir besar pertama dalam sejarah kemanusiaan dipicu oleh kemaksiatan hambanya dan dilakukan atas doa Nabi Nuh AS. Atau misalnya bencana pada waktu Nabi Sholeh diutus di negeri Madyan. Sebagai akibat kepongahan dan kemaksiatan hambanya itu, maka kota Sodom dan Gomora diluluhlantakkan, dan bukti historisnya dapat dilihat di tempat yang disebut sebagai Madain Sholeh di Arab Saudi.
Tetapi apakah bencana akhir-akhir ini yang terjadi di Indonesia merupakan bentuk dari ujian atau cobaan Allah atau bahkan adzab Tuhan? Terhadap hal ini saya akan menggunakan logika rasional, bahwa bencana alam merupakan bagian tidak terpisahkan dari peristiwa alam yang memang harus terjadi. Hal ini tentu terkait dengan bagaimana Allah menciptakan susunan dan struktur alam yang memang memungkinkan dalam suatu ketika terjadi bencana tersebut. Misalnya, tentang struktur dan susunan bumi yang berlapis-lapis, ada bongkahan-bongkahan dan lempengan-lempengan yang karena bumi terus bergerak maka sangat memungkinkan terjadi pergesearan dan bahkan patahan demi patahan. Hukum pergerseran, hukum patahan dan hukum himpitan lempengan tersebut maka dipastikan dalam suatu ketika akan mengalami pergerakan dan akhirnya terbentuk gempa yang memang tidak bisa dihindari.
Melalui perkembangan teknologi seismografi, maka posisi gunung yang akan meletus pun bisa diprediksi sebab gejala-gejalanya tentu bisa diramalkan. Hanya saja, kapan gunung meletus sesungguhnya itulah yang tidak mudah diprediksi. Sama dengan prediksi tentang kapan akan terjadi bencana, maka ilmu pengetahuan tidak dapat mencandranya, meskipun gerakan lempengan dan bongkahan pada bawah bumi itu bisa diprediksi gerakannya. Akan tetapi lagi-lagi ilmu pengetahuan tidak dapat memprediksi secara tepat kapan akan terjadi gempa bumi.
Manusia dengan kemampuan ilmu pengetahuannya tentu saja bisa membuat prediksi demi prediksi, akan tetapi ketepatan prediksinya tentang kapan kejadian gempa tersebut akan berlangsung rasanya masih selalu menjadi tanda tanya. Di sinilah takdir Tuhan itu berlaku. Para ilmuwan yang bergerak di dalam bidang ini lantas membuat analisis secara akademis tentang kejadiannya dan juga peluangnya terjadi di tempat lain.
Sungguh saya berpendapat bahwa kejadian alam apapun bentuknya merupakan bagian dari proses alam itu berlangsung dan tentu sudah secara azali ditentukan oleh Allah. Makanya, ketika gempa terjadi di Nusa Tenggara Barat –tepatnya di wilayah NTB bagian timur—yang secara religious umatnya sangat luar biasa, tentu tidak bisa dijadikan sebagai bukti bahwa Tuhan sedang mencoba umatnya atau menguji umatnya. Atau bencana alam di Donggala Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat yang juga memiliki tingkat religious yang baik, maka pastilah Tuhan tidak sedang mencoba atau menguji hambanya dengan kejadian-kejadian yang luar biasa tersebut.
Marilah kita tempatkan bahwa bencana itu merupakan peristiwa alam yang memang harus terjadi dan bertepatan bahwa jatuhnya lempengan atau pergerakan lempengan tersebut sedang berada di wilayah tersebut. Indonesia memang dikenal dengan sebutan “ring of fire” atau cincin api. Dalam hal ini banyak gunung berapinya luar biasa aktif dan lempengan atau patahan-patahan bawah bumi juga bisa menyebabkan bencana yang hebat.
Gempa bumi di Palu dengan 7,2 skala richter yang diikuti dengan tsunami, adalah peristiwa alam yang saling terkait. Patahan dalam bumi yang hanya berjarak 10 meter dengan skala yang besar tentu memiliki dampak yang kuat untuk terjadinya katerkaitan antara gempa bumi dan tsunami. Jarak gempa yang dangkal dan dekat dengan daratan dalam skala richter yang besar tentu memiliki konsekuensi sebagaimana yang kita lihat tersebut.
Oleh karena itu, kiranya menjadi arif jika kita tidak lagi berkomentar bahwa gempa bumi atau gunung meletus tersebut dikaitkan dengan “kemarahan” Tuhan, “cobaan” Tuhan atau “ujian” Tuhan kepada hambanya. Apalagi dikaitkan dengan kekuasaan politik yang juga sedang menuai hari-harinya. Bagi saya, yang terpenting ialah bagaimana dengan kejadian ini, makin mendekatkan kita kepada Allah swt dengan amal ibadah dan amalan sosial, dan semoga saudara kita di sana selalu berada di dalam kesabaran.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..