Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ISLAM PESISIRAN SEBAGAI DISTINGSI PENDIDIKAN TINGGI

ISLAM PESISIRAN SEBAGAI DISTINGSI PENDIDIKAN TINGGI
Di ruang theatre IAIN Kudus, 27/09/2018 diselenggarakan diskusi yang cukup menarik. Acara ini dihadiri oleh Rektor IAIN Kudus, Dr. Mundzakir, Direktur PPS, Dr. Ihsan, Prof. Muslim A. Kadir, para dosen dan mahasiswa PPs IAIN Kudus. Saya dan Prof. Muslim A. Kadir didapuk sebagai nara sumber. Saya tentu mengapresiasi terhadap kegiatan ini, karena temanya yang cukup menarik ialah untuk menjawab keinginan apakah yang kiranya bisa menjadi distingsi IAIN Kudus dan bagaimana kekuatan kelembagaan untuk mencapai hal tersebut.
Saya menyampaikan 2 (dua) hal terkait dengan tema seminar ini. Pertama, tentang Islam Pesisiran. Ada 7 proposisi yang saya sampaikan di dalam forum ini, yaitu:
1) tidak mungkin Islam di Indonesia, yang juga dilabel sebagai Islam Nusantara atau Islam berkemajuan itu terlepas dari sumber otoritas Islam, yaitu Islam Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Sumber ajaran Islam adalah Timur Al Qur’an dan Hadits yang itu diturunkan kepada Nabi Muhammad saw di Aran Saudi.
2) tidak bisa dipungkiri bahwa sumber ilmu keislaman itu pastilah Islam Timur Tengah. Transmisi atau jaringan keilmuan Islam di mana pun termasuk Nusantara atau Indonesia adalah berasal dari Timur Tengah. Jadi hubungan antara keilmuaan di Nusantara adalah sangat kuat dengan Timur Tengah. Hampir seluruh ulama bahkan para wali memiliki jaringan keulamaan dengan dunia Timur Tengah.
3) Penyebar Islam generasi pertama dan berikutnya adalah para habaib. Jadi juga tidak mungkin Islam Nusantara itu akan meminggirkan para ulama yang mereka ini adalah para habaib. Orang Indonesia itu sangat suka pergi ziarah ke makam-makam wali, artinya mereka menziarahi para habaib.
4) Islam datang ke suatu wilayah pastilah sudah terdapat budaya local yang sangat kuat. Majapahit kala Islam datang ke Jawa tentulah sudah merupakan kerajaan yang sangat kuat. Bagaimana Majapahit bisa memiliki wilayah sampai ke daerah Siam bahkan kepulauan Sulu jika tidak memiliki armada laut yang sangat kuat. Lalu, dari sisi budaya juga sudah sangat kuat. Makanya, ketika Islam datang maka mau tidak mau tentu harus berdialog dengan budaya local tersebut.
Di sini ada beberapa konsep, ada yang menyebut dengan sinkretisme sebagaimana disebut Geertz dan ada yang disebut dengan Islam akulturatif. Kita tidak setuju dengan konsep sinkretisme itu, sebab lalu terjadi proses percampuran yang sama sekali tidak ada Islamnya. Maka kita lebih cenderung dengan konsep Islam akulturatif, sebab memberikan realitas bahwa dialog itu justru menghasilkan Islam yang bercorak khas. Misalnya, ada tahlilan, yasinan, sarungan, kopiyahan, pakaian koko dan sebagainya. Semua ini tidak ada di Arab Saudi. Di sana tidak ada yasinan dan tahlilan yang dilakukan oleh Muslimat atau Fatayat. Perempuan di sana sesuai dengan tradisi Arab tidak bisa keluar rumah. Inilah yang disebut sebagai kekhasan Islam berdasarkan lokalitasnya.
5) Di dalam buku saya “Islam Pesisir” terdapat ilustrasi bagaimana Wong Abangan menjadi Islam taat karena memiliki cultural sphere dengan Wong NU. Di kuburan dan sumur mereka bertemu. Tradisi nyadran yang biasanya berisi hal-hal yang bertentangan dengan Islam, lambat tetapi pasti dijadikan sebagai tradisi Islam. Yang semula adalah tayuban atau sindiran, lalu menjadi acara tahlilan dan yasinan. Dari Tayuban menjadi thayiban.
6) Islamisasi efektif melalui peran negara. Dengan berdirinya Negara Islam Demak, maka Islamisasi menjadi semakin efektif, dan demikian seterusnya. Dewasa ini relasi antara negara dan Islam sudah sedemikian kuat. Tidak ada lagi sikap antagonistic apalagi konflik. Islam menjadi pilar negara yang sangat mendasar. Makanya, menjadi orang Indonesia hakikatnya menjadi orang Islam dan menjadi Orang Islam hakikatnya juga menjadi Orang Indonesia.
7) di antara yang juga hebat ialah peran para tokoh agama untuk mendirikan pesantren, madrasah dan lembaga pendidikan keislaman lainnya. Semenjak para wali, maka pesantren telah menjadi lembaga pendidikan agama yang luar biasa. Pesentren telah menjadi lembaga andal dalam mencetak para ulama sebagai penerus pengembangan Islam di Indonesia.
Kedua, PTKIN sedang menghadapi tantangan yang luar biasa, di antaranya ialah Era Industri 4.0. Era digital atau Era Teknologi Informasi. Sekarang sedang semarak penggunaan TI untuk kepentingan industry dan perdagangan. Makanya, para mahasiswa harus dibekali dengan kemampuan teknologi yang baik. Manfaatkan kemampuan TI di kalangan mahasiswa sebagai generasi milenial untuk mengembangan talenta TI-nya. Oleh karena itu, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk membangun distingsi IAIN Kudus, yaitu:
1) menjadi pusat literasi media. Jadikan IAIN ini sebagai sentra pembelajaran dan pemahaman tentang TI sebagai piranti untuk cerdas bermedia dan juga peluang usaha.
2) Jadikan IAIN Kudus sebagai pusat Corner Islam Pesisiran. Apa saja yang terkait dengan pesisir harus ada di sini. Jadikan IAIN kita ini menjadi tempat bagi siapa saja yang ingin mengkaji tentang Pesisir.
3) Jadikan IAIN Kudus sebagai pusat pendampaingan bagi warga pesisiran. Jika kemiskinan disumbang oleh sejumlah warga pesisiran, maka saatnya IAIN Kudus untuk memberikan pendampingan bagaimana agar mereka sadar akan posisi dirinya di tengah kehidupan ekonomi yang terus menggeliat.
4) Jadikan IAIN Kudus, sebagai wahana untuk kerja sama lintas sektoral. Harus disadari bahwa sekarang ini kerja sama memiliki kekuatan utama dalam merumuskan dan melaksanakan program. Ingin saya ingatkan bahwa Kemenag memiliki kerja sama dengan BATAN tentang teknologi nuklir untuk kesejahteraan. Makanya, diperlukan kerja sama dengan berbagi pihak, misalnya Kementerian Perikanan, Kementerian Koperasi, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata, BAZNAZ, CSR Perusahaan dan lainnya untuk mengembangan program.
Dengan demikian, ke depan harus dilakukan berbagai upaya untuk membahas secara mendasar tentang “Masyarakat Pesisiran sebagai Distingsi IAIN Kudus” dan kemudian ditindaklanjuti dengan kerjasama khususnya untuk perumusan dan pengembangan program khusus ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..