Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ULAMA; TEKS DAN KONTEKS (2)

ULAMA; TEKS DAN KONTEKS (2)
Secara bahasa, Ulama ialah orang yang ahli dalam bidang atau dalam pengetahuan agama Islam (Kamus Besar Bahasa Indonesia-KBBI). Dalam pengertian ini, ulama dibatasi dengan orang yang memiliki pengetahuan agama Islam saja. Artinya tidak dilakukan perluasan makna sebagaimana yang dikembangkan sekarang ini. Ulama adalah istilah khusus untuk menandai sesiapapun yang ahli dalam agama Islam.
Saya kira definisi ulama yang digunakan di dalam KBBI tersebut berbasis pada pemahaman masyarakat Indonesia tentang definisi ulama. Meskipun ada yang mengartikan lain, akan tetapi secara umum bisa dinyatakan bahwa kata ulama tentu dipastikan terkait dengan keahlian khusus dalam agama Islam. Tidak kita jumpai misalnya, ulama Kristen, Ulama Buddha, Ulama Khonghucu, Ulama Katolik dan sebagainya. Setiap menyebut ulama pastilah yang dirujuk ialah orang ahli dalam agama Islam. Al ulama waratsat al anbiya’ atau ulama ialah pewaris para Nabi, yang dimaksud di sini ialah Nabi Muhammad saw.
Ulama sebenarnya tidak hanya orang yang memiliki ilmu pengetahuan agama Islam dengan kualifikasi tinggi, akan tetapi juga memiliki akhlak yang terpuji relevan dengan pengetahuan agamanya tersebut. Di dalam bahasa sehari-hari, maka orang disebut alim itu, jika perilakunya baik. Misalnya pernyataan: “wah kamu kok tiba-tiba menjadi alim”, maka alim di sini dimaksudkan perilaku baik. Orang yang semula berperilaku kurang baik lalu berubah menjadi baik, maka di dalam bahasa sehari-hari disebut menjadi alim.
Di Indonesia, kata alim sering juga dikaitkan dengan ulama. Jadilah alim ulama. Di dalam konteks ini, maka alim ulama berarti orang yang berperilaku baik dan memahami dengan sangat mendalam tentang agama Islam. Di dalam budaya kita, nyaris tidak digunakan kata alim ulama itu untuk menandai keahlian seseorang di dalam bidang lain, kecuali dalam pengetahuan agama Islam.
Di Iran, untuk menjadi mullah atau ulama dalam konteks masyarakat Iran, maka dibutuhkan waktu yang sangat panjang. Kira-kira harus belajar agama dalam rentang waktu tidak kurang dari 20 tahun. Jadi kira-kira sama dengan menempuh program doctor di Indonesia, semenjak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Dan yang penting juga harus linear, hanya ilmu agama Islam saja yang dikajinya. Inilah gambaran betapa ketatnya untuk memperoleh label ulama atau mullah di negeri itu.
Di Indonesia, saya kira tidak seketat di Iran. Bagi yang memiliki pengetahuan agama Islam yang cukup mendalam dan telah mengajarkan ilmunya itu baik dalam ceramah-ceramah agama atau dalam bentuk pengajian terstruktur, maka sahlah yang bersangkutan dianggap sebagai ulama. Maka di Indonesia dikenal sebagai gudang ulama, sebab standart dan ukurannya tidak seketat misalnya di Iran atau Arab Saudi. Inilah yang saya kira diperlukan upaya untuk membangun standarisasi ulama sebagaimana yang ditentukan oleh mereka sendiri.
Sebagai usulan tentang standarisasi ulama –sebagaimana pernah ada usulan tentang standarisasi penceramah agama di tempat ibadah—maka saya kira kita perlu belajar kepada misalnya Iran, yang sudah memiliki standart yang jelas tentang siapa yang dianggap atau diakui sebagai Mullah. Mereka dipastikan sebagai ahli di dalam Islam sesuai dengan standart Islam Syiah.
Di Indonesia, memang dikenal ada beberapa organisasi keislaman. Maka, standartnya tentu juga menyesuaikan dengan standart masing-masing organisasi. Hanya diperlukan standart umum saja untuk menentukan kriteria minimal siapa yang dilabel sebagai ulama. Di dalam konteks ini, secara umum dapat dinyatakan bahwa:
1) harus menguasai dan memahami tafsir Al Qur’an. Bukan tafsir dalam konteks terjemahan, akan tetapi harus berbasis dari sumber aslinya. Harus banyak dikuasai mulai tafsir yang berkonotasi pemahaman kata demi kata, misalnya Tafsir Jalalain, sampai tafsir yang lebih komprehensif, misalnya tafsir Al Maraghi, dan sebagainya.
2) harus menguasai dan memahami hadits-hasdits Nabi Muhammad saw bukan memahami dari terjemahan hadits dalam bahasa Indonesia, tetapi dari sumber aslinya dalam kitab-kitab Hadits berbahasa Arab. Misalnya kitab hadits Arbain sampai yang lebih komprehensif, seperti Shahih Buchari Muslim atau lainnya.
3) Memahami fiqh Islam dengan baik. Yang bersangkutan menguasai kitab-kitab fiqh dari misalnya: Fathul Qarib, Bulughul Marom sampai yang lebih komprehensif, misalnya Fiqh Madzahib. Penguasaan ilmu Fiqh menjadi sangat penting karena yang bersangkutan harus memberikan pemahaman kepada umat tentang bagaimana hukum Islam harus diberlakukan dan bagaimana memberikan solusi atas problem hukum Islam di dalam masyarakat.
4) Memahami bahasa Arab dengan baik. Tidak hanya bahasa Arab ‘amiyah akan tetapi juga bahasa Arab Fushah. Makanya yang bersangkutan harus menguasai ilmu Nahwu, Sharaf bahkan sampai matan Alfiyah. Penguasaan bahasa Arab menjadi penting sebab yang dikaji dan akan disampaikan kepada public ialah penguasaan dan pemahamannya tentang Islam yang memang bersumber dari Arab dan berbahasa Arab.
5) Memahami masalah-masalah sosial dan cara menanganinya. Diharapkan yang menjadi ulama ialah orang yang dapat memahami tentang Indonesia dan berbagai masalah, tantangan dan solusi untuk relasi antara Islam dan keindonesiaan. Jadi, tidak hanya menguasai ilmu keislaman dalam teksnya, akan tetapi juga memahami konteksnya. Jadi para ulama harus memahami tentang Indonesia dan masyarakat Muslim Indonesia berbasis pada ilmu-ilmu yang mendukungnya.
6) Persyaratan perilaku sosial yang mendukung dan bertali temali dengan kepantasan yang bersangkutan dilabel dengan sebutan ulama. Bisa jadi ada orang yang secara kategorikal mencukupi syarat-syarat kealimannya di dalam ilmu agama Islam, tetapi perilakunya juga harus menggambarkan kecocokannya dengan kenyataan. Jadi ada kesesuaian antara pattern for behavior dengan pattern of behavior.
Gambaran di atas merupakan persyaratan umum untuk seseorang dinyatakan sebagai ulama. Dengan kategori seperti ini, maka kita bisa mengukur diri, apakah kita layak atau tidak ketika kita dilabel dengan sebutan ulama.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..