Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENDISKUSIKAN ISLAM NUSANTARA BERKEMAJUAN (1)

MENDISKUSIKAN ISLAM NUSANTARA BERKEMAJUAN (1)
Sungguh saya merasa sangat terhormat kala 3 (tiga) buku saya didiskusikan di UIN Sunan Ampel Surabaya, 12/09/2018. Diskusi itu diselenggarakan di Amphitheater UIN Sunan Ampel Surabaya, yang sangat prestisius. Apalagi acara ini dihadiri oleh sangat banyak masyarakat akademis, kaum penggiat kerukunan umat beragama dan juga perbankan serta birokrat.
Sebagai narasumber utama ialah Prof. Kacung Marijan, PhD., Dr. Abdul Ghafur, MA dan Dr. Imam Syafei, MPd dengan moderator Dr. Sukowidodo, MA. Acara ini dihadiri oleh jajaran pimpinan dan dosen UIN Sunan Ampel, yaitu Prof. Dr. HM. Rudlwan Nashir, Dr. Wahidah Siregar, MA, Prof. Dr. Ma’shum, Prof. Dr. Abu Azam, Dr. Ah. Ali Arifin, Dr. Abdul Halim, Prof. Dr. Sahid, HM., Prof. Dr. Shonhaji Sholeh, Prof. Faishol Haq., Prof. Abdul Hadi, Prof. Imam Bawani, Pak Avantiono dan beberapa lainnya dari Bank Jatim Syariah, beberapa Pendeta dan agamawan dari Forum Lintas Agama, Beda Tetapi Mesra, serta akademisi dan para mahasiswa program PPs UIN Sunan Ampel Surabaya.
Acara ini dibuka oleh Prof. Dr. Ma’shum, selaku WR III UIN Sunan Ampel Surabaya, sebab hari ini Prof. Masdar Hilmy, PhD sedang ada acara di Jakarta untuk penerimaan CPNS tahun 2018. Acara seminar ini juga menandai Launching Festival Hari Santri tahun 2018 dengan seluruh agendanya. Lalu dilanjutkan dengan pemutaran profile Prof. Dr. Nur Syam, MSi yang merupakan garapan dari kawan-kawan mahasiswa dan dosen Ilmu Komunikasi pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi pada UIN Sunan Ampel Surabaya. Meskipun dibikin dalam waktu yang singkat saya kira cukup memadai untuk menggambarkan “siapa Prof. Nur Syam itu, baik semasa kecil maupun lengser jabatan Sekjen Kemenag dan kembali sebagai dosen pada UIN Sunan Ampel Surabaya”.
Dr. Sukowidodo memang ahlinya untuk menjadi moderator. Dengan guyonannya, maka suasana menjadi cair, tidak bernuansa akademik yang kaku dan menjemukan. Dengan candaannya, maka para audience menjadi tertawa dan merasakan suasana yang akrab dan berkawan. Sebagai penulis buku, saya tentu diperkenankan untuk menjadi panelis pertama. Di dalam kesempatan ini, saya sampaikan 3 (tiga) hal, yaitu: pertama, ucapan terima kasih atas terselenggaranya acara bedah buku ini. Ada 3 (tiga) buku yang saya sampaikan pada bedah buku ini, “Islam Nusantara Berkemajuan, tantangan dan Upaya Moderasi Agama”, “Demi Agama, Nusa dan Bangsa” dan “Menjaga Harmoni Menuai Damai”. Secara sengaja memang saya membedah 3 (tiga) buku sekaligus untuk menandai kehadiran kembali ke UIN Sunan Ampel Surabaya. Saya sampaikan bahwa buku-buku ini hadir karena kebiasaan menulis semenjak saya menjadi Pembantu Rektor IAIN Sunan Ampel, tahun 2007. Ada sebanyak 1777 tulisan di Blog saya, sehingga saya bisa mengumpulkannya menjadi buku.
Kedua, saya sampaikan tentang konsepsi Islam Nusantara, yaitu: “Islam Nusantara Berkemajuan bukanlah varian Islam baru, akan tetapi adalah Islam yang telah kita kenal selama ini, memiliki ikatan genealogi yang sangat kuat dengan Islam di Timur Tengah yang telah berkolaborasi dengan tradisi dan budaya masyarakat Nusantara dalam kurun waktu yang sangat lama, dan lalu membentuk kekhasan tersendiri”.
Teologi Islam di manapun pasti sama, baik di Timur Tengah, Eropa, Amerika dan Afrika pastilah sama. Demikian pula terkait dengan ritual. Dipastikan bahwa ritual Islam juga memiliki kesamaan-kesamaan. Gak mungkin shalat wajib lebih dari 5 (lima) kali. Yang lain-lain juga ada kesamaan meskipun juga tidak menutup kemungkinan peluang ada perbedaan. Tetapi semuanya dipastikan bersumber dari fiqih Islam yang memang merupakan penafsiran para ulama Islam.
Nah yang dipastikan ada perbedaan ialah dalam tradisinya. Misalnya tentang tatacara pakaian. Di Arab menggunakan gamis, lalu di Jawa memakai blangkon, sarung dan celana. Di Eropa tidak pakai gamis tetapi memakai Pakaian Sipil Lengkap (PSL). Di Arab tidak ada acara Yasinan, Tahlilan, Dzibaan dan Rejeban karena ini adalah tradisi di Nusantara. Hal ini yang disebut sebagai outward looking atau performance luaran saja.
Islam wasathiyah itu sekarang sedang menuai banyak tantangan di antaranya ialah radikalisme negative, ekstrimisme dan terorisme. Tantangan ini bukanlah pencitraan atau agar dianggap pro-pemerintah, akan tetapi memang benar-benar adanya. Bahkan ditengarai usianya semakin muda, kaum terdidik dan bukan dari mereka yang secara ekonomi miskin. Dan yang menjadi sasarannya, bukan hanya gereja dan hotel, tetapi juga kantor polisi dan juga masjid. Kaum jihadis itu beranggapan bahwa siapa saja yang melawan mereka harus dihancurkan. Inilah tantangan terbesar dari Islam wasathiyah yang sekarang sedang terjadi.
Ketiga, di antara medium untuk menanggulangi gerakan radikalisme ialah melalui penguatan pendidikan. Pendidikan harus dimanfaatkan untuk kepentingan membawa anak didik untuk memahami Islam dengan cara-cara Islam kenusantaraan tersebut. Islam yang mengedepankan pembelaannya terhadap negara dan bangsa (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan). Indonesia harus lestari sampai kapanpun. Dan yang menjadi penyangga utamanya ialah Islam Nusantara Berkemajuan tersebut. Selain itu tentu juga penguatan SDM, mengembangkan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan solusi untuk menangani masalah-masalah sosial dan budaya.
Oleh karena itu, yang sangat penting dilakukan ialah agar kaum pendidik dapat mengembangkan kualitas pendidikan dengan daya jangkau yang luas untuk seluruh masyarakat Indonesia, dengan mengedepankan kurikulum yang mendukung terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas manusia Indonesia. Bagi orang miskin, maka akses pendidikan terjangkau haruslah menjadi prioritas yang mendasar dan saya kira para guru dan dosen sudah sangat memahami tantangan ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..