• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

GENERASI BARU PENGKAJI ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DI PTKIN

GENERASI BARU PENGKAJI ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DI PTKIN
Dahulu, kala berbicara tentang antropologi atau sosiologi, maka pikiran kita pastilah akan terbayang UI, UA, UGM dan sebagainya. Di kala itu, di perguruan tinggi umum memang sudah berkembang dengan pesat kajian antropologi dan sosiologi dan bahkan juga kajian multidisipliner tentang ilmu dimaksud.
Di UI dikenal ada Prof. Kuntjaraningrat, Begawan antropologi Indonesia, Prof. Parsudi Suparlan, Prof. Harsya Bachtiar dan sebagainya. Di UGM dikenal nama-nama seperti Prof. Tengku Yakub, Prof. Selo Soemardjan, Prof. Syafri Sairin, Prof. Kuntowijoyo dan sebagainya. Di Universitas Airlangga dikenal nama Prof. Sutandyo Wignjosoebroto, Prof. Ramlan Surbakti, Dede Oetomo dan sebagainya. Nama-nama mereka sangat dikenal di blantika ilmu sosial di Indonesia.
Saya teringat bahwa di masa lalu, memang ada semacam kesepakatan tidak tertulis, bahwa masing-masing Program Pascasarjana (PPs) di PTKIN akan memiliki ciri khasnya masing-masing. UIN Sunan Ampel Surabaya akan mengembangkan kajian Keislaman Multidispliner, baik dalam coraknya yang inter-disipliner ataupun yang cross-disipliner. Yang interdisipliner ialah penggabungan dua disiplin ilmu dalam satu pembidangan, misalnya sosiologi komunikasi, antropologi politik dan sebagainya. Penggabungan ilmu ini berada di dalam satu bidang ilmu sosial. Lalu ada yang cross-disipliner, yaitu penggabungan dua disiplin ilmu dalam dua bidang yang berbeda, misalnya sosiologi agama, antropologi agama, sosiologi santra dan sebagainya. Penggababungan ilmu ini berasal dari dua bidang ilmu, yaitu ilmu sosial dan ilmu humaniora.
Pada tahun 2004 di saat saya mulai mengajar pada Program Doktoral di UIN Sunan Ampel (kala itu masih IAIN), maka saya perkenalkan teori-teori sosial sebagai pendekatan baru di dalam mengkaji ilmu keislaman. Kajian tentang Islam yang hidup di masyarakat kita dekati dengan teori atau konsep di dalam ilmu sosial. Maka lahirlah banyak disertasi yang bercorak seperti itu. Bahkan ada yang menyatakan bahwa saya mengarahkan ilmu keislaman menjadi ilmu sosial. Tentu saja saya senang, meskipun juga harus hati-hati.
Saya tentu merasa senang, sebab banyak kajian di UIN Sunan Ampel yang menggunakan pendekatan ilmu sosial dan budaya untuk kajian keislaman tersebut. Ada yang menggunakan pendekatan sosiologis, budaya dan juga politik. Saya merasakan bahwa pengembangan integrasi ilmu itu sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari berbagai disertasi di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Beberapa hari yang lalu, 27/07/18, saya dipercaya untuk menguji disertasi di UIN Walisongo Semarang. Ujian disertasi Tri Astutik Haryati dengan bimbingan Promotor Prof. Dr. Achmad Gunaryo, M.Soc.Sc., dan Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, MA. Disertasinya berjudul “Kaline Buthek Wetenge Wareg: Studi tentang Pandangan Hidup dan Perilaku Ekonomi Santri Pelaku Usaha Batik di Pekalongan”. Hadir sebagai penguji di dalam Ujian Terbuka ini ialah Prof. Dr. Muhibbin, Prof. Dr. Ahmad Rofiq, Prof. Dr. Ahmad Gunaryo, Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, Prof. Dr. Nur Syam, Dr. M. Muhsin Jamil, Dr. Sholihan dan Dr. Hasan Asy’ari Ulama’i.
Saya tentu mengapresiasi disertasi ini karena 3 (tiga) hal: pertama, masukan saya dalam ujian tertutup agar lebih focus pada penggunaan teori fenomenologi atau konstruksi sosial bisa dipenuhi. Bagi saya penggunaan teori yang terlalu banyak, misalnya Giddens dengan teori strukturasinya dirasa kurang tepat untuk menggambarkan dunia pandangan hidup dan perilaku ekonomi santri. Atau juga penerapan teori Parsons tentang social actions juga kurang tepat. Dan akhirnya dipilihkah ancangan Berger dan Luckmann untuk pendekatan terhadap ajaran agama Islam yang hidup pada komunitas santri di Pekalongan.
Kedua, pengungkapan datanya sangat memadai dengan penggunaan bahasa naratif yang baik. Saya kira secara metodologis dan konten sangat memadai dan bisa mengungkapkan fenomena kehidupan para santri di Pekalongan dari konteks pemahaman dan perilaku ekonominya. Bahasanya cukup mengalir dan relevan dengan kajian antropologis dalam pendekatan kualitatif. Emic viewnya memadai.
Ketiga, saya juga mengapresiasi keberanian penulisnya untuk mengungkapkan implikasi teoritiknya dengan baik. Dinyatakannya bahwa temuan konseptualnya ialah “Islam dialektis bercorak spiritual”, yaitu Keislaman khas Jawa pesisiran dengan unsur spiritualtas yang menonjol, sebagai letak geografis pesisiran sebagai basis pertumbuhan Islam.
Disertasi memang harus menghasilkan teori baru atau konsepsi baru. Saya sering menyatakan bahwa disertasi harus berbeda dengan tesis apalagi skripsi. Disertasi harus menghasilkan konsepsi baru yang memungkinkan peneliti lain merujuknya, baik membantah atau menerimanya. Yang jelas peneliti disertasi harus menonjolkan temuan teoretiknya agar yang bersangkutan bisa masuk dalam blantika akademik yang diperhitungkan. Konsep spiritualisme simbolik dimaksudkan sebagai ekspressi sufistik yang tidak hanya dalam kepentingan pendekatan kepada Tuhan sesuai dengan kepentingan keakheratan semata akan tetapi juga untuk kepentingan bisnis batiknya. Keberhasilan ekonomi di dunia secara simbolik akan menggambarkan keberhasilan secara spiritual untuk kepentingan akherat.
Hanya saja, jika di dalam penelitian ini pengertian santri digunakan dalam makna generic, maka ke depan kiranya diperlukan pendalaman tentang santri ini, sebab bisa jadi bahwa di varian santri tentu juga akan memiliki varian di dalam pemahaman dan perilakunya. Jadi masih ada peluang untuk melakukan kajian lebih lanjut tentang santri dimaksud.
Di atas itu semua, kegembiran saya tentu saja adalah bahwa ke depan akan semakin banyak para pengkaji ilmu keislaman multidisipliner ini sebagai mandate dari pengembangan IAIN menjadi UIN yaitu tidak hanya mengembangkan Islamic studies saja tetapi juga Islamic studies multidicipliner. Dan itu artinya, di UIN harus semakin banyak ahli ilmu sosial dam humaniora yang terus menerus berusaha untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang menjadi mandate perguruan tingginya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..