Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENDIDIKAN DI ERA MILENIAL (2)

PENDIDIKAN DI ERA MILENIAL (2)
Ada yang menarik kala saya membaca tulisan Hermawan Kertajaya, “Indonesia Now, Empowering Millenial”. Beliau menggambarkan bahwa di Indonesia, era industry itu dimulai dengan kemerdekaan Indonesia, 1945. Era industry 1.0 dimulai tahun 1945-1965. Era industry 2.0 dimulai tahun 1966-1997. Era industri 3.0 dimulai tahun 1998-2018, dan sekarang kita akan memasuki generasi 4.0.
Pada era generasi 3.0, maka yang terjadi ialah terkait dengan politik hukum, business dan pengembangan sosiokultural. Pada era generasi 4.0, maka yang terjadi ialah besarnya pengaruh teknologi di dalam semua aspek kehidupan dan yang penting ialah memperkuat generasi muda.
Terlepas dari indicator-indikator yang digunakan oleh Pak Hermawan Kertajaya di dalam menentukan tahun dan indikatornya, akan tetapi yang penting ialah bagaimana kita menyiapkan generasi muda Indonesia dalam menghadapi era industry 4.0 yang tentu tidak bisa dihindari.
Kita sedang menghadapi era baru industrialisasi, baik yang bercorak ancaman maupun peluang. Yang menjadi ancaman ialah secara global, digitalisasi akan menggerus peluang kerja sebesar 1-1,5 muliar jenis pekerjaan sepanjang tahun 2015-2025 disebabkan semakin kuatnya penggunaan mesin (robot) di dalam dunia kerja. Dengan mesin-mesin otomatis, maka luar biasa banyaknya pekerjaan yang digantikannya. Lalu juga diestimasikan bahwa di masa depan terdapat sebanyak 65 persen anak-anak sekolah dasar yang akan bekerja di sector baru yang sekarang belum terjadi.
Tetapi di sisi lain juga ada peluang bahwa pada tahun 2025 akan terdapat peluang kerja baru sebesar 2,5 juta dan juga berkurangnya emisi karbon kira-kira 26 Milyar ton dari tiga industry, yaitu industri elektronik, industry logistic dan industry otomotif. Inilah keunikannya. Di satu sisi bisa saja kita kehilangan peluang kerja karena munculnya mesin atau robot tetapi manusia juga memiliki kemampuan untuk menciptakan pekerjaan baru.
Masyarakat Indonesia tentu saja tidak bisa melawan terhadap perkembangan teknologi yang demikian kuat. Kita tentu akan terus mengikuti perkembangan teknologi tersebut sambil mencoba untuk menemukan solusi yang memadai. Saya tetap berkeyakinan bahwa manusia dengan kemampuan pikirannya akan bisa keluar dari bayangan buruk terkait dengan teknologi ciptaannya.
Manusia memiliki kecerdasan yang sangat komplit. Sedangkan robot, misalnya hanya akan mampu bekerja sesuai dengan perintah dan kapasitas dirinya. Tidak lebih dan kurang. Bisa saja pekerjaan yang memerlukan kecepatan dan keakurasian bisa dikerjakan oleh robot, akan tetapi tentu tetap ada pekerjaan yang mengharuskan menggunakan kecerdasan lebih komplit yang hanya dimiliki oleh manusia.
Kita tidak harus pesimis menghadapi revolusi industry 4.0. kita justru akan dapat memanfaatkannya untuk kepentingan dunia kerja untuk menciptakan kesejahtaraan dan kebahagiaan. Ketika dunia transportasi dikuasai oleh perusahaan aplikasi transportasi, maka perusahaan transportasi kemudian mengembangkan dirinya menjadi lebih variatif. Demikian pula ketika penjualan barang dikuasai oleh aplikasi belanja, maka banyak pengusaha pertokoan yang juga mengembangkan aplikasi baru untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha tokonya.
Dunia pendidikan juga mengalami kegerahan dengan semakin banyaknya aplikasi yang menawarkan pengajaran dan penambahan pengetahuan melalui system aplikasi. Dengan mesin pencari seperti Google, maka apa saja bisa disajikannya. Kita bisa menemukan apa saja untuk hal-hal yang ingin kita ketahui. Mesin pencari ini sungguh luar biasa dalam menemukan hal-hal yang dahulu membutuhkan waktu untuk menemukannya.
Namun demikian, tetap ada peran guru yang tidak bisa digantikan oleh mesin canggih apapun. Mesin pencari yang canggih itu tidak mampu menyediakan perasaan, hati dan empathi apapun. Tetapi guru memiliki kecerdasan yang lebih komplit. Manusia memiliki kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual. Melalui empat kecerdasan ini, maka manusia memiliki kemampuan yang tidak bisa dimiliki oleh robot ciptaan manusia. Memang kita tidak bisa berkompetisi dengan robot dalam ketelitian, kecepatan dan kekuatan, akan tetapi kita bisa memiliki yang jauh lebih baik dalam relasi dengan sesama manusia.
Oleh karena itu, kita tidak perlu pesimis menghadapi tantangan pendidikan yang besar di masa depan. Hanya memang kita harus berusaha lebih kuat dalam menghadapi tantangan tersebut agar kita keluar menjadi pemenang. Manusia dengan kreativitasnya, dengan kemampuan relasi sosialnya dan bahkan juga kemampuan relasi spiritualnya akan dapat menghadapi tantangan dunia ini dengan sigap dan bermartabat.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..