KE RAJA AMPAT: AKHIRNYA BISA BERKUNJUNG (3)
KE RAJA AMPAT: AKHIRNYA BISA BERKUNJUNG (3)
Sebenarnya saya agak trauma perjalanan di laut. Hal itu terjadi pasca acara di Pulau Seribu tahun 2014. Saya ingat betul peristiwa itu, sebab ada acara yang diselenggarakan di Pulau Seribu. Bertepatan anak saya yang pertama, dr, Dhuhrotul Rizqiyah dan anaknya, Yufika Farnaz Adzkiya, yang baru usia 6 (enam) bulan datang ke Jakarta. Maka saya ajaklah anak, cucu dan isteri ke Pulau Seribu. Saya tidak menyangka bahwa gelombang laut sedang tinggi.
Saya sebelumnya sudah berkali-kali hadir dalam acara di Pulau Seribu. Ternyata gelombang hari itu lumayan tinggi. Makanya, speed boat yang kita naiki itu benar-benar naik turun seperti buih, dengan suara gemeretak di kala speed boat itu memecah ombak. Untungnya saya mengetahui gelombang itu setinggi dua meter setelah sampai di pantai.
Saya juga tidak update informasi bahwa perjalanan ke Raja Ampat itu 2,5 jam dengan speed boat. Itu baru sampai di Pulau Piaynemo, sebuah gugusan perbukitan di Raja Ampat, sedangkan untuk menjangkau pulau lainnya bisa satu jam atau lebih. Saya berangkat ke Raja Ampat dengan speed boat kapasitas 30 orang. Cukup besar. Saya bersama dengan Pak Hamid, Pak Abdul Rumkel, Hugo Rizal, Benson Hp, Jimmi Kleufna, Nurbaya Syamsuddin, Nana Mariana Luggaer, Musa Buatan dan Chuzaemi.
Untunglah cuaca sangat bersahabat pada pagi hari itu. Gelombangnya kecil dan hanya di tengah perjalanan sempat gerimis dan angin bertiup agak kencang, sehingga speed boat mengalami sedikit goncangan. Bagi kawan-kawan dari Papua Barat, tentu itu bukan hal aneh. Kata Pak Hamid, “kalau gak ada gelombang bukan laut”. Benar juga itu. Perjalanan cukup lancar hanya sekali mesin harus dimatikan karena ada sampah yang tersangkut di baling-baling. Lancar perjalanan sampai ke Piaynemo. Untuk mencapai puncak bukit ini, kita harus naik tangga. Trap kayu olin itu kuat sekali. Tangga ini merupakan hadiah Pak Jokowi ketika beliau datang di sini.
Setapak demi setapak kami dapat sampai ke atas bukit, yang jauhnya kira-kira 2000 meter. Cukup terjal. Bagi yang muda tentu tidak ada kendala, tetapi bagi yang usianya tua tentu bisa tidak kuat. Harus istirahat di setiap tanjakan. Memang disediakan tempat istirahat di antara tanjakan-tanjakan tersebut. Ada banyak wisatawan dalam dan luar negeri. Mereka berebut foto di atas bukit. Sangat bagus pemandangannya sebab kita bisa melihat gugusan pulau-pulau kecil di sekeliling dan bahkan juga kota Sorong dari jarak jauh. Tidak lama kami berada di situ, sebab informasinya rombongan 40 duta besar bersama Bu Menteri Yohanna Yambise akan datang juga di sini.
Lalu kami turun dan menikmati kelapa muda. Di bibir bukit. Ada sejumlah pedagang yang menjajakan ikan asin, akar bakau untuk gelang, kelapa muda dan kepiting kelapa. Disebut kepiting kelapa karena mereka memakan kelapa yang jatuh. Harganya ternyata mahal. Bisa Rp100.000,- sampai Rp250.000,- seekor.
Kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Arborek. Kira-kira 30 menit. Pulau wisata Raja Ampat ini dipenuhi dengan ikan-ikan warna-warni. Pulau ini dihuni oleh banyak penduduk. Mereka juga membuat rumah-rumah penginapan. Dan kelihatannya juga banyak pendatang. Lokasi wisata ini dikelola oleh asing dalam jangka waktu 25 tahun. Di sinilah keindahan ikan itu bisa disaksikan.
Begitu kita datang, maka ikan-ikan itu sudah lalu lalang di di sekitar speed boat. Mereka sudah tahu bahwa akan ada makanan yang datang. Ikan-ikan besar dan kecil berlari-lari di bawah dan sekitar kita. Berdasarkan catatan, maka ikan-ikan itu berjenis macam-macam. Ikan Sekoda yang cucutnya panjang, ikan Gutila yang tipis putih, ikan Kakaktua berwarna hijau dan biru, ikan Bulanak laut, ikan Moci, ikan Momar yang kecil-kecil, ikan Samandar batu dan ikan nemo biru. Menurut Bu Nurbaya, menyebutnya sederhana. Ada ikan berkaos kuning, berkaos merah, berkaos biru dan sebagainya. Yang tidak ada ikan berkaos Croatia.
Kita sangat menikmati pemandangan menarik dari ikan-ikan ini. Di kala diberi makan apa saja, bahkan daun singkong, ternyata pada berebut. Maka sekejap saja habis. Jika selama ini kita hanya melihat ikan di akuarium atau di Ancol, maka sekarang kita bisa melihat akuarium alami, yang tersaji di pantai Pulau Arborek. Kita tidak boleh mancing atau menangkap ikan di wilayah ini. Dinyatakan bahwa ikan-ikan ini adalah piaraan para Raja di pulau Raja Ampat. Jika ingin memancing disediakan tempat yang agak jauh dari tempat ini. Sebuah kearifan local untuk mempertahankan ikan-ikan di pinggir pantai.
Yang indah sesungguhnya ialah wisata bawah laut. Sayangnya tidak ada di antara wisatawan dalam negeri yang memanfaatkannya. Kebanyakan wisatawan manca negara yang memanfaat diving untuk menemukan surga laut di Raja Ampat. Konon katanya, wisata bawah laut di Raja Ampat ini sangat khas dan tidak dijumpai di tempat lain. Terumbu karang dan biota lautnya luar biasa.
Saya hanya istirahat untuk makan dan kemudian melanjutkan perjalanan ke wisata laut pasir timbul. Perjalanannya selama satu jam. Angin yang sangat bersahabat tentu menenangkan hati kami. Hanya sayangnya bahwa laut sedang pasang, sehingga dataran pasir timbul itu tertutup oleh air laut. Hanya saja, warna air lautnya memang berbeda. Jika pada umumnya laut itu membiru, maka di atas pasir timbul ini airnya kebiru-biruan muda. Indah juga dipandang.
Kami melanjutkan perjalanan ke Ibu Kota Kabupaten Raja Ampat di Waisaki. Perjalanan ini juga cukup panjang kira-kira 45 menit. Kota Waisaki ini merupakan kota baru, yaitu semenjak pemekaran Raja Ampat menjadi kabupaten. Semula akan ditempatkan di pulau sebelahnya yang sudah menjadi ibukota kecamatan Raja Ampat, akan tetapi karena pulaunya lebih kecil maka dipilih Pulau Waisaki ini. Kami dijemput oleh Pak Munir, Kakankemenag Kabupaten Raja Ampat. Di sini sudah ada Bandar Udara, yang juga melayani penerbangan domestic.
Kami menyempatkan untuk keliling melihat Masjid Adung Raja Ampat, Masjid Al Ikhlas dan juga Madrasah Tsanawiyah Swasta di sebelah Masjid Al ikhlas. Masjid Agung Raja Ampat ini akan dipugar, dan ground breakingnya dilakukan oleh Pak Menteri Agama, Pak Lukman Hakim Saifuddin, saat beliau berkunjung di sini. Sudah selama 15 tahun Kota Waisaki ini berdiri dan sudah menunjukkan perkembangan, meskipun belum sebagaimana yang diharapkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.