Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ROMA: PERTEMUAN DENGAN TOKOH AGAMA (12)

KE ROMA: PERTEMUAN DENGAN TOKOH AGAMA (12)
Saya dan beberapa tokoh agama dari Indonesia diajak oleh Pak Dubes Vatikan untuk menghadiri acara pertemuan dengan tokoh-tokoh agama di Italia. Hari Selasa, 02/07/2018, saya menghadiri acara pertemuan di Kantor Pusat Dialog Antaragama di Vatikan. Tempat ini adalah kantornya Romo Markus Solo.
Kami diterima oleh Romo Markus Solo di lantai 2 (dua) dan begitu masuk ruang dalam, maka di depan pintu terdapat lukisan besar yang sangat baik. Lukisan yang menggambarkan dialog antar umat beragama. Didapatkan lukisan Paus John, Raja Abdullah, Dalai Lama, Mahatma Gandhi, tokoh agama Hindu, Buddha dan juga Muslim. Lukisan yang sangat inspiratif ini dibuat oleh Alexander Puthul. Tentang nama Puthul, maka lalu menjadi bahan untuk pembicaraan. Saya nyatakan bahwa ada banyak bahasa Jawa yang dijadikan sebagai bahasa Italia, misalnya putul, loro, ceria dan sebagainya. Tentu kita semua menjadi tertawa.
Kami bertemu di ruang rapat kantor dan agenda kali ini ialah bertemu dengan Mgr. Abu Kholid al Jordani. Beliau adalah Secretary of Commission of World Interreligius Dialog. Pak Dubes, Pak Agus Sriyono, memberikan kata pengantar di dalam pertemuan ini, dan menjelaskan bahwa yang datang di sini adalah para pemuka agama dari berbagai agama di Indonesia. Ada yang dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Mereka melakukan dialog dengan masyarakat Indonesia di Eropa atau para diaspora. Saya lalu diminta untuk memberikan beberapa penjelasan. Lalu, saya meminta Pak Fery Meldy untuk memberikan penjelasan tentang Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Pak Fery menjelaskan tentang peranan PKUB dan juga FKUB dalam membangun relasi antar umat beragama. Dinyatakannya bahwa FKUB memiliki peran penting sebagai tempat untuk membahas berbagai persoalan yang dihadapi bersama.
Bu Henriette, menjelaskan tentang Pancasila sebagai dasar negara yang memberikan peluang bagi semua penganut agama untuk menjalankan kehidupan berdasarkan atas keberagamaannya masing-masing. Pancasila telah menjadi pengikat yang sangat kuat bagi pemeluk agama. Sementara, Pak Jenderal menjelaskan tentang prinsip ajaran Hindu yang mengedepankan kasih sayang dan kehidupan bersama yang baik. Indonesia telah mengalami masa yang panjang untuk hidup bersama dan hak itu didasari oleh kebinekaan. Pak Uung Sendana menyatakan bahwa Khonghucu merupakan agama yang paling minoritas, akan tetapi tetap memperoleh pelayanan yang optimal dari negara. Di Indonesia tidak ada perbedaan antara mayoritas dan minoritas. Semua diakuni sebagai penganut agama yang perlu mendapatkan pelayanan pemerintah. Bahkan kaum penghayat juga memperoleh pelayanan dari pemerintah. Prof. A’la juga menjelaskan bagaimana Islam di Indonesia sesungguhnya ialah Islam yang moderat. Islam yang sangat menolak terhadap intoleransi, kekerasan dan terorisme. Jika kemudian terdapat orang Islam yang melakukan kekerasan itu bukanlah mainstream Islam di Indonesia. Umat Islam dan umat beragama bersama-sama menolak terhadap gerakan Islam keras ini.
Pada gilirannya, Pak Abu Khalid al Jordani, memberikan penjelasan mengenai peran dialog antaragama. Pemerintah Vatikan telah mengupayakan secara aktif dalam rangka untuk melakukan dialog antaragama. Sebagaimana pesan para Paus, bahwa kita semua harus saling mendengarkan, saling memahami satu sama lain. Jika kita muslim, maka harus menjadi muslim yang baik, jika kita Kristiani juga harus menjadi Kristiani yang baik, kalau menjadi Budhisme atau Hinduisme, maka juga harus menjadi yang baik. Meskipun misalnya terdapat Islam Iran, Islam Lybia dan sebagainya, tetapi sesungguhnya harus terdapat dialog internagama. Kita seharusnya menjaga intern dan antar umat beragama dalam satu kesatuan yang baik. Sesuai dengan anjuran Paus John dalam Konsili di Vatikan, maka kita harus membangun relasi yang baik antara satu dengan lainnya. Kita harus membentuk World Harmony, atau World Peace, dan World Justice base on the mutual understanding between the ummah of religion.
Di kesempatan akhir saya sampaikan tentang pendidikan. Bagi kita pendidikan merupakan instrument yang sangat mendasar untuk mengerem pemahaman agama yang keras. Makanya, di Indonesia kita memiliki 3 (tiga) Kementerian yang mengurusi pendidikan. Kementerian Agama yang mengurus pendidikan agama dan keagamaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengurus pendidikan umum pada tingkat dasar dan menengah dan Kementerian riset, teknologi dan pendidikan tinggi yang mengurus pendidikan tinggi umum. Di antara kita sudah ada pemahaman bersama untuk mengekang terhadap berkembangnya radikalisme. Sudah ada visi dan missi yang sama untuk menghambat laju radikalisme di lembaga pendidikan.
Upaya yang kita lakukan ialah dengan membangun kurikulum Islam wasthiyah atau religious harmony, pengajaran civic education. Dan untuk melawan radikalisme, kita telah memiliki langkah yang sama melalui tindakan preventif. Selain itu juga dengan membangun dialog antar dan intern umat beragama, agar semuanya memahami bahwa radilakisme adalah lawan kita semua.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..