Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ROMA: MENGUNJUNGI MASJID AGUNG ROMA (11)

KE ROMA: MENGUNJUNGI MASJID AGUNG ROMA (11)
Saya merasakan betapa sarana beragama itu sangat penting. Umat beragama membutuhkan sarana dan prasarana untuk melakukan upacara keagamaan, khususnya ibadah yang memang diwajibkan atau disunnahkan oleh agama. Itu pula yang dirasakan di kala umat Islam di Roma kemudian membuat masjid yang sangat besar di Roma, yang disebut sebagai Masjid Agung Roma, beralamat di Vialle Della Moschea, 85,00199 Roma, Italia.
Saya mendatangi masjid ini dengan seluruh peserta dialog antaragama masyarakat Indonesia di Eropa. Kami di antar oleh Pak Dubes Vatikan, Pak Agus Sriyanto, dan juga Romo Purnama dan Romo Leo Mali. Kami diterima oleh Abdalla Ridlwan, yang menjadi takmir masjid dan sekaligus juga sekretaris organisasi komunitas muslim di Italia. Saya mendapatkan penjelasan tentang pendirian masjid ini dan juga situasi keagamaan di Italia. Saya dan yang beragama Islam menyempatkan diri untuk shalat jama’ taqdim, shalat dhuhur dan ashar di masjid ini. Prof. A’la yang menjadi imamnya. Sebab beliau yang memakai kopyah.
Kami diterima di ruang tengah atau aula masjid sambil duduk. Diceritakan bahwa masjid ini diprakarsai oleh 6 (enam) orang. Mereka mengumpulkan donasi dan kemudian dengan dukungan pemerintah, maka mereka mendapatkan lahan di pinggiran Roma seluas 3 hektar. Di sinilah masjid tersebut didirikan dengan donasi dari seluruh dunia internasional. Hebatnya, yang memberikan donasi bukan hanya umat Islam tetapi juga orang Kristen dan Katolik. Sekarang jumlah yang terlibat di dalam pembangunan dan pengembangan peran masjid sebanyak 60 orang Islam di Roma. Masjid ini dapat menampung 30.000 jamaah, tetapi dibagi dalam 4 (empat) kali jamaah. Jika shalat jumat masjid ini penuh dengan jamaah shalat Jumat.
Arsitek masjid ini adalah orang Kristen, dan merupakan arsitektur campuran antara Masjid di Turki atau Masjid Biru dan arsitek Masjid di Maroko. Ada banyak tiang dan bentuk tiang atasnya menyerupai tangan yang sedang berdoa. Ada lima jari dan hal itu juga menggambarkan mengenai five pillar of Islam atau lima rukun Islam. Kubah masjid menyerupai kubah Masjid Biru di Turki dan ornament imaman menyerupai ornament masjid di Maroko. Warna biru mendominasi warna ornament di depan imaman masjid. Kemudian juga didapati mimbar masjid yang cukup besar dan mimbar kecil di sebelah imam.
Masjid ini juga memiliki home theater. Ruang teater tersebut di ruang bawah dan peralatan teknologinya cukup memadai. Kira-kira menampung 200 orang. Kami juga diterima di ruang teater ini. Di dalamnya terdapat 3 (tiga) bendera, yaitu Bendera Asosiasi Umat Islam, Bendera Italia dan Bendera Uni Eropa. Dijelaskan bahwa Bendera Asosiasi itu menggambarkan bahwa kita adalah umat Islam, bendera Italia menggambarkan kita sebagai bagian dari negara Italia dan bendera Uni Eropa menggambarkan bahwa kita adalah bagian dari Uni Eropa. Sebuah sikap yang jelas tentang bagaimana mereka sebagai umat Islam merasa menjadi bagian dari pemerintah Italia dan bahkan juga bagian dari Uni Eropa yang lebih besar.
Saya menanyakan satu hal penting. Ketika saya masuk ke dalam ruangan ini, saya melihat ada acara ceramah tentang “Deradikalisasi” lalu apakah memang radikalisme menjadi problem dan bagaimana mengembangkan Islam wasathiyah atau Islam moderat?. Dia menyatakan bahwa radikalisme memang merupakan problem di semua negara di Eropa. Dan yang tidak kita senangi adalah dikaitkan dengan Islam. Pada hal Islam itu mengajarkan perdamaian. Jika ada gerakan terorisme, maka yang menjadi tertuduh adalah Islam dan umat Islam. Provokasi kaum Islamphobia selalu mengaitkannya dengan banyaknya gerakan terorisme yang melanda beberapa negara.
Islam bagi dia sudah wasathiyah, Islam yang moderat. Jadi tidak diperlukan istilah-istilah Islam wasathiyah atau apapun. Baginya Islam yang dikembangkan adalah Islam otentik. Saya kira memang perlu diskusi mengenai pandangan dia mengenai Islam otentik itu. Sayangnya waktu sangat terbatas dan kami harus meninjau perpustakaan masjid di Roma ini. Kami berjalan menyusuri ruang luar aula masjid dan memasuki perpustakaan. Saya lihat beberapa kitab standart yang selama ini juga diajarkan di Indonesia, dan menjadi rujukan ulama-ulama di Indonesia.
Gilirannya kemudian dipamerkan beberapa Mushaf Al Qur’an. Dinyatakannya ada Kitab Al Qur’an yang dihibahkan oleh Presiden Saddam Hussein, beberapa bulan sebelum pecah perang Iraq, lalu Al Qur’an mushaf Utsmani yang dihadiahkan oleh pemerintah Arab Saudi, bahkan juga Al Qur’an yang dihadiahkan oleh pemerintah Malaysia. Ketika ditanyakan: “mana yang hadiah pemerintah Indonesia?. Dijawabnya, “yang akan datang”.
Sekeluar dari perpustakaan Masjid Agung Roma, maka tentang hadiah Al Qur’an itu menjadi tema pembicaraan kita semua. Pak Dubes Vatikan, menyarankan agar dibicarakan dengan Duta Besar Italia, Bu Esti, untuk pemberian hadiah Al Qur’an ini. Dan oleh Bu Dewi Sawitri disarankan agar Kementerian Agama menginisiasi hadiah Al Qur’an kepada Masjid Agung Roma, dan saya menyanggupinya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..